Minggu, 20 Juli 2008

H.B. Jassin tanpa Wahyu

[ Minggu, 20 Juli 2008 ] Jawa Pos
M. Fadjroel Rachman
Penulis dan Peminat Karya Sastra

Membaca Hudan Hidayat, membaca Nabi Tanpa Wahyu (2008), adalah membaca sastra Indonesia muda yang jatuh bangun merintis jejak di dunia baru dalam aras nasional, regional, dan global. Hudan Hidayat (HH) tak lelah-lelah mencari jejak penulis baru, menciumi aroma pembeda, menelisik simpangan subtil, mencari kaitan pergaulan sastra Indonesia baru dan globalisasi dunia baru. Merumuskan benang merah sastra dan kebudayaan baru Indonesia, dalam taman sastra dan kebudayaan dunia, dengan iman yang teguh terhadap kebebasan, kehidupan, dan kemanusiaan. Sebab, kata HH, ia sama yakinnya dengan Octavio Paz (hlm. 55) yang berkata, ''Sastra modern lahir dari kritik terhadap zaman, kritik terhadap kebenaran tunggal.''

Dua jiwa dunia
Bila HH memeriksa karya penulis baru Indonesia, tanpa ragu HH langsung terjun dalam samudera pertempuran jiwa sang penulis. Pertempuran berdarah rasio dan nurani dalam menghadapi jiwa zaman yang berdialektik dunia batin para penulis. Segala bentuk luar (eksterior) karya menjadi persoalan kedua yang diperiksanya, bahkan seringkali diabaikan saja. HH mencatat pertarungan batin, membantu merumuskannya, menjadi tandem bila pertarungan kolosal dan berdarah-darah sedang berlangsung, yang kadang membuat penulis Indonesia muda terkapar dan ingin menyerah saja.

Dialektika dua jiwa dunia, jiwa zaman, dan jiwa penulis, adalah medan pertarungan spiritual yang dimasuki tanpa ragu oleh HH. Tak selamanya HH terjun bertempur dengan pedang berkilau, tameng tak tembus tombak, dan ksatria musuh yang hadir nyata di depan mata. Bahkan HH kadang seperti Don Quixote yang merumuskan medan pertarungannya sendiri lengkap dengan musuh yang harus dilawan, puteri yang harus diselamatkan, bahkan ukuran kemenangannya. Tetapi keikhlasan dan kesabaran untuk terjun dalam pertarungan dua jiwa dunia tersebut, adalah kata kunci untuk memahami kumpulan artikel kritik sastra dan kebudayaan Nabi Tanpa Wahyu (NTW) ini. Seberapa dahsyatkah pertarungan dalam medan dialektika dua jiwa dunia tersebut? Arthur Rimbaud (1857-1907), dalam A Season in Hell, berucap, ''The spiritual fight is as brutal as men battle.''

Bila kritikus sastra dan kebudayaan dunia lama, Indonesia tua, kadang hanya mengintip medan pertarungan dengan sinis, bahkan menghardik pelakunya, atau bermodal meteran pengukur estetika, moral dan teologis mengukur panjang dan lebar formasi pertempuran. Maka HH mengatakan tidak atas sikap dan karakter dekaden semacam itu. Karena kritikus sastra dan kebudayaan bukan nabi dengan wahyu pamungkas, atau paus katolisisme dengan segala keputusan Ilahiah. Kritikus sastra dan kebudayaan adalah sahabat, tandem, dan petarung dalam pertempuran berdarah antara jiwa zaman dan jiwa penulis. Seolah HH menyuarakan teriakan arogan Chairil Anwar, ''yang bukan penyair (petarung, pen.) tidak ambil bagian''. HH menyelam ke jiwa terdalam para penulis baru, karena ''suka pada mereka yang menemu malam.''

Hudan tanpa Wahyu
Apa jadinya bila Hudan Hidayat yang juga menulis novel Tuan dan Nona Kosong bersama Mariana Amiruddin, antologi cerpen Lelaki Ikan dan Keluarga Gila, dipertukarkan dengan Taufiq Ismail, lawan polemiknya tentang sastra pornografi? Maka, saya yakin, akan habislah semua lawan polemiknya, terkapar berdarah-darah, terkutuk di dunia dan di akhirat. Sebab, kekuatan argumen Hudan, pengetahuan, dan pengalamannya di kancah sastra sebagai novelis dan cerpenis, serta kelihaiannya menyusun kalimat seperti penyair atau ahli pantun Melayu yang memilih kata dan bunyi, bila ditambah absolutisme wahyu, akan menjelmakan sosok Hudan sebagai ''esais dengan palu penghancur''. Bersukurlah, HH adalah seorang pelaku polemik tanpa wahyu.

Hudan dalam kumpulan esai terbaru NTW ini tetaplah pemuja keras kepala wahana dialog dan pertarungan wacana, sepanas apa pun hantaman bertubi, maupun stigma yang disematkan di kening oleh lawan polemiknya, tak membuat HH tergelincir menjadi pembunuh berdarah dingin. Siapa pun yang dikritiknya di dalam esai NTW, seperti Iwan Simatupang, Budi Darma, Martin Aleida, Ayu Utami, Afrizal Malna, Binhad Nurrohmat, Fadjroel Rachman, Agus Noor, Djenar Maesa Ayu, sampai Albert Camus, selalu mendapatkan sapaan hangat menggetarkan seperti sinar matahari, pasir putih, pantai sepi, dan kilau laut Kota Oran (Aljazair) di novel Albert Camus, Sampar.

Paradoks Takdir Dunia
Jantung NTW sekaligus kredo kepenulisan dan kehidupannya menurut saya adalah esai pertama Sastra yang Hendak Menjauh dari Tuhannya. Esai ini sangat kuat, selain mengungkapkan kepercayaan penulis pada olah sastra dan hidupnya, juga langsung berkonfrontasi dengan olah sastra dan hidup dari Taufiq Ismail, lawan polemiknya. Sastra, kata Hudan, menjadi wahana mengolah kompleksitas kehidupan dan manusia, bukan sastra yang meringkus hidup dan manusia pada satu keyakinan, agama, atau ideologi absolut. Saya teringat Dr Soedjatmoko yang menulis Dr Zhivago: Manusia di Tengah Revolusi, dengan sangat simpatik ia meneriakkan kembali suara Dokter Zhivago karya besar Boris Pasternak itu, dengarlah, ''Manusia dilahirkan buat hidup, bukan untuk bersiap-siap menghadapi hidup. Hidup itu sendiri, fenomena hidup, anugerah hidup, bukan main seriusnya...Membentuk kembali hidup! Orang yang bisa mengatakan itu tak pernah mengerti apa pun tentang hidup -mereka itu tak pernah bisa merasakan hembusan nafas, detakan jantungnya, betapa pun seringnya hal itu mereka lihat atau lakukan. Mereka hanya melihatnya sebagai segumpal bahan mentah yang perlu diolah, dibuat berharga dengan sentuhan mereka. Tetapi hidup bukanlah suatu bahan atau substansi untuk dibentuk... Hidup senantiasa memperbarui, menciptakan kembali, mengubah, dan meningkatkan dirinya sendiri...''

Begitulah hidup yang dipercayai HH dan para sahabatnya dalam Memo Indonesia (Marianna Amirudin, Rocky Gerung, dan Fadjroel Rachman). Kata Hudan, ''Kalau diumpakan sungai, maka sungai kehidupan yang memantulkan warna-warni nasib manusia dan takdir dunia, akan mengering diisap cara kerja Taufiq Ismail yang ingin memasung kreativitas, membelenggu kebebasan berpikir, serta menciutkan imajinasi. Akibatnya, kehidupan akan kehilangan terang dan gelapnya sendiri. Kehendaknya alih-alih membawa suara-suara moral dalam sastra, tapi justru akan membawa sastra menjauh dari Tuhannya.''

Mengatasi H.B. Jassin
Sikap simpati terhadap karya sastra yang dikaji, sehingga setiap pukulan tak terasa menyakitkan, setiap pujian tak terasa merusak kemajuan dan progresivitas penulisnya, itulah karakter yang dibutuhkan untuk merawat dan memajukan sastra Indonesia baru, Indonesia muda. Sastra yang merangkak menjadi bunga pengharum taman sastra dunia, taman harum kebebasan umat manusia di bumi manusia. HH memiliki kualitas itu, terang benderang terlihat dalam NTW.

Bersyukurlah sastra Indonesia baru, para penulis Indonesia muda, beriringan jalan dengan HH, perlahan mengatasi H.B. Jassin, tetap rendah hati karena tak berniat menjelma paus sastra Indonesia muda, apalagi menjelma polisi kritikus dengan segala kitab usang estetika, moral, dan teologis. Hudan bersuara nyaring sebagai kritikus sastra dan kebudayaan bahwa kebebasanlah nyawa kehidupan. Kreativitas dan kehidupan menciut dan menghilang tanpa kebebasan. Inilah jeritan Memo Indonesia, bahtera gagasan nir-organisasi yang melaju di tengah derasnya gelombang besar otoriterisme dan totaliterisme moral, teologi, dan parokialisme kebudayaan.

Memang kadang suara HH dalam NTW terekam sebagai suara paradoks, ia melihat kebebasan manusia sebagai motor kreativitas dan kehidupan, sebuah optimisme, tetapi juga memasukkan istilah takdir dunia dan Tuhan yang terasa pesimistik. Tetapi kondisi paradoks adalah medan pergulatan manusia, sama brutalnya dengan medan pertempuran dua jiwa dunia: jiwa zaman dan jiwa penulis. Paradoks membuat hidup maupun karya jadi bersinar seperti punggung Sysiphus yang berkilap peluh ketika turun dari bukit untuk mengulang pertempuran dunia batinnya, mendorong batu jiwa ke puncak bukit, terguling ke lembah lagi untuk menghadapi pertempuran batin berikutnya. Karena itu kita bisa, dan harus, membayangkan Sysiphus berbahagia.

HH dalam NTW tampak sama yakinnya dengan Arthur Rimbaud melihat cakrawala terjauh dari pertarungan spiritual para penulis Indonesia muda. Kata Rimbaud lagi, ''and at the dawn/armed with scorching patience/we shall enter the cities of splendour.'' Kota megah, hadiah kesabaran, dan keikhlasan manusia dalam isak-tangis dan gelak-tawa, sebuah kota bagi jiwa-jiwa bebas, yang beriman pada kemanusiaan, kebebasan dan kehidupan. Tentu keikhlasan dan kesabaran yang tak terpemaknai akan membentuk HH menjadi H.B. Jassin tanpa wahyu, sekarang dan di kemudian hari. HH adalah penghiburan agar para penulis baru tak takut memasuki dunia baru yang tak dikenal sama sekali. HH dengan NTW sekarang menjadi bahtera kokoh para Christoper Columbus sastra baru Indonesia untuk berlayar di samudera sastra baru dunia. (*)

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati