Sabtu, 31 Januari 2009

Sekolah Para Setan

Musa Ismail
http://www.riaupos.com/

Sekolah itu bagai rumah setan. Isinya pun laksana setan. Tetapi, sebagaiannya laksana malaikat. Siswa memekau. Guru linglung laksana hilang akal. Kebingungan berputar. Lalu, membentur tembok-tembok melangit. Terpelanting sekian depa. Semuanya kandas pada keyakinan. Setan-setan terbang seperti keyakinan sebagian isi sekolah itu. Setan-setan tertawa sebagaimana para pemujanya. Para laknatullah itu menyerang laksana invasi AS terhadap Irak dan Afganistan. Mereka menyeringai. Melotot. Meneror. Kemudian, masuk ke jiwa yang kering.

’’Kubunuh kalian. Keparat. Kalian kotor. Manusia laknat. Pelaku maksiat,’’ Victoria, siswa di sekolah itu, menjerit. Matanya membelalak. Kedua tangannya meronta. Kedua kakinya menerjang. Empat temannya terpelanting dikebas. Voctoria lepas. Dia berlari. Siswa pintar itu seperti mengejar sesuatu. Terus berlari menuju labor. Jemarinya mengepal laksana petinju.

’’Otak dan mataku hilang di sekolah ini!’’ Victoria terus lari menuju labor. Tiba di lapangan basket, Pak Sabri mencegatnya. Guru itu mencekut kedua urat di bahunya sambil membaca beberapa ayat suci. Voctoria lemah. Dia terkapar tak sadarkan diri di laman.

’’Tolong kalian angkat ke musala,’’ Pak Sabri meminta bantuan kepada tiga siswa lelaki. Dua puluh menit, Victoria normal. Mukanya kusut bagai rambutnya juga. Badannya lemas bagai jiwanya juga. Siswa tonges itu tak kuasa bicara. Seluruh tubuhnya lemoi. Victoria direhatkan di majelis guru. Bu Murni terus memeluknya. Embun di balik kelopak matanya berjujai jatuh. Mukanya merah.

’’Pikiranmu jangan kosong. Pikirkan Allah. Hati kita harus berzikir. Baca apa yang bisa. Jangan lepaskan bibir dari-Nya. Berjiwalah bagai baja,’’ tangan Bu Murni membelai rambut Victoria. Mulut siswa itu terus mengucap. Bibirnya bersyahadat. Hatinya mungkin juga. Tujuh belas menit, Victoria mulai kuat.

Sepuluh menit berselang, dari lantai dua, pekik-pekau bersahutan. Para siswa berhamburan. Belajar pun bubar. Empat kelas di lantai dua tak tenang. Masing-masing kelas, satu siswa histeris. Keempat siswa digotong ke musala. Mereka merentang. Teman mereka terus memaksa ke musala. Siswa kemasukan itu terus berontak. Keempat siswa itu dibawa menuruni tangga. Pas jejak di anak tangga terbawah, sekitar sepuluh siswa di lantai dasar histeris pula. Para guru pontang-panting. Para siswa, juga demikian. Mereka berbuat, apa yang dapat dibuat. Tak ada mulut yang terkunci. Beberapa siswa yang pintar meruqiyah, coba berbuat. Para guru, tak mau ketinggalan. Ada yang membaca ayat suci, apa saja. Ada yang memukul dengan kata-kata. Beberapa siswa yang keselap, ada yang sudah sadar. Namun, dari kelas lain, ada lagi korbannya. Musala pun sesak seumpama napas ketika itu.

Sekejap saja, beberapa orang tua siswa berdatangan. Mereka diperbolehkan membawa pulang anaknya yang keselap. Sejurus setelah itu, bel pulang didendangkan. Padahal, hari baru pukul 09.00. Belajar pun gagal. Di beberapa sudut, ada kawanan setan terkekeh-kekeh. Si tubuh api itu merasa menang. Mereka melonjak-lonjak. Dengan tubuhnya, mereka telah membakar keyakinan. Semangat juga ikut hangus. Jiwa jadi legam. Ibadah belajar pun ikut kerontong.

’’Manusia tolol. Padahal, kita lebih hina daripada mereka,’’ beberapa setan di sudut sekolah berbual-bual. Tatapan mereka bagai belati karat yang siap menikam hati. Di sekeliling sekolah, ternyata mereka sangat ramai. Jumlah mereka sama seperti jumlah penghuni sekolah itu. Mereka tidur di beberapa labor. Sebagiannya, menghuni kelas.

Di musala.

’’Kalian mengotori rumah kami,’’ suara itu keluar dari mulut Leni, siswa yang masih belum siuman. Tapi, bukan suara Leni. Ijal dan Asri, dua siswa yang pandai meruqiyah, terus saja berupaya. Pak Sabri dan beberapa guru yang peduli ikut mendampingi mereka. Lebih pukul 12.00, barulah tuntas semuanya. Pak Sabri, beberapa guru, dan beberapa siswa tampak letih. Mereka seperti telah kehilangan ribuan kalori. Di atas, langit mendung. Semakin tebal, semakin legam. Dari laut, angin turun begitu kencang.
***

Sekolah itu pun ibarat sekolah walet. Di sekelilingnya, penuh rumah bertingkat. Isinya adalah walet dan para setan. Pemiliknya juga setan. Umumnya, bangunan bertingkat itu adalah rumah walet. Setiap hari sejak pukul 07.00, suara elektronik walet, mematahkan kecerdasan. Diskusi siswa ditelan suara itu. Ceramah guru kalah kuat. Beberapa kali, gangguan ini diekspose di koran. Tapi, suara elektronik walet tetap membingitkan. Perda walet jadi mubazir. Para pejabat berwewenang, tak pernah bertindak. Setiap hari, di sekolah itu, seperti hanya ada walet dan para setan. Mereka beterbangan melintasi dan menghisap jiwa. Jiwa jadi kering. Retak.

Sebelum ini, sudah beberapa hari para siswa keselap. Sudah pula diupayakan orang pintar untuk mengobatinya. Dari adat mematikan tanah, hingga tahlil, zikir, dan pembacaan Yassin. Kepercayaan-kepercayaan Tionghoa pun pernah membela sekolah ini. Ternyata, tak berlangsung lama. Tak sampai setahun, teror para setan itu kembali mengusik. Semakin parah, kian kacau-balau.

Pukul 08.00, pokok hari gelap. Hasil kesepakatan guru beberapa hari lalu, dilaksanakan ruqiyah massal di laman sekolah. Ustad Jamil, Ustad Aman, dan beberapa temannya memulai dengan ceramah. Para siswa, duduk di laman. Sebagiannya, duduk di kaki lima. Para guru, berjejer di kaki lima, berhadapan dengan siswa. Pokok hari makin pekat. Sebelum pembacaan ayat-ayat ruqiyah dimulai, beberapa siswa ketakutan. Ada yang duduk mendekati guru. Ketika pembacaan ruqiyah baru sepuluh menit, satu per satu siswa menjerit. Mereka meronta. Dari seorang siswa, bersambut ke siswa lainnya. Para guru pun ikut mengamankan suasana. Hujan renyai pagi itu tak menghalangi. Niat untuk nyaman belajar terus membaja. Ruqiyah terus berjalan. Selama itu pula, siswa-siswa memekau bergantian. Setelah berjalan 20 menit, hujan cukup deras membubarkan semuanya. Di musala, puluhan siswa diruqiyah semula.

Musala sesak. Siswa yang keselap, bergelimpangan. Mereka meracau. Ada yang hafiz Alquran. Ada siswa non-Tionghoa yang fasih berbahasa Cina. Ada pula yang bernyanyi dangdut. Beberapa siswa, merentang. Ada juga yang terus bergerak. Beberapa wartawan sempat mengabadikan dalam kameranya. Ini tentu berita hangat bagi mereka. Penanganan ruqiyah itu berjalan hingga pukul 12.00. Di sudut musala, beberapa wartawan mewawancarai Ustad Aman.

’’Makhluk apa sebenarnya yang mengganggu siswa ini?’’ tanya Taufik. Wartawan itu menyodorkan rekamannya.

’’Setan. Ini adalah gangguan setan. Mereka punya misi membodohkan kita. Juga mencelakakan kita. Itu ’kan sudah janji mereka dengan Allah taala,’’ Ustad Aman memaparkan.

’’Setan saja?’’ pertanyaan konyol dari Seto, wartawan yang lainnya.

’’Ya. Setan cinta dan setan lainnya. Setan cinta agak payah. Mereka mencintai siswa yang dirasuki. Kebetulan semua siswa putri. Mereka sulit untuk dipisahkan jika sudah jatuh cinta. Semoga dengan ruqiyah ini, Allah memperkenankan upaya kita,’’ wajah ustad itu tampak lesu sekali.

’’Apa ada jaminan?’’

’’Jaminan apa?’’

’’Jaminan mereka tak meneror lagi.’’

’’Tidak ada jaminan begitu. Maksiat bisa mengundang mereka. Mereka memang bertugas menyesatkan kita. Itu sampai kiamat.’’

Hari itu, belajar juga gagal. Beberapa orang tua, protes. Ada yang tak setuju. Sayangnya, mereka hanya tahu protes. Mereka pun tak mampu mencari jalan terbaik. Muka para guru dituding.

’’Elok anak saya tak sekolah, Pak. Kasihan dia tersiksa,’’ seorang ayah yang mengaku menyayangi Leni, anaknya.

’’Kalau gitu, kita kalah, Pak,’’ Pak Sabri membalas. ’’Ke mana Bapak campakkan kasih sayang kepada anak Bapak?’’

’’Tapi, saya tak sampai hati melihat dia begini terus,’’ tangkis orang tua itu lagi.

’’Kita harus terus melawan. Harus bisa melawan. Mereka adalah musuh kita yang nyata,’’ Pak Sabri mencoba memberi pengertian. Orang tua itu diam. Dia pergi diam-diam. Leni diangkut pakai becak. Badannya terkulai. Kepalanya telentok.

***

’’Ini adalah gambaran dosa kita,’’ Pak Sabri tercocol di depan semua. Beberapa guru, ada yang menggerutu karena tak setuju dengan Pak Sabri. Untuk mengakui suatu kesalahan, memang perlu perjuangan. Perjuangannya lebih berat daripada menghamburkan beribu kebaikan, lebih berat daripada melawan setan. Dari lantai 2, Pak Sabri terus memandang lingkungan sekolah. Matanya menatap labor, menatap wc, rumah-rumah walet, kelas. ’’Dasar setan. Mereka ada di mana-mana,’’ pikiran Pak Sabri bercelaru. Mata hatinya merasakan setan-setan bergentayangan di sekolah itu. Sepanjang perjalanan pulang dengan sepeda motor tuanya, Pak Sabri masih sedih. Di sekolah itu, terlalu banyak jiwa yang kering.

Seminggu kemudian, para setan kembali menyerang. Mereka menelan otak, mata, telinga, dan mulut sekolah itu. Dasar setan!***

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati