Musa Ismail
http://www.riaupos.com/
Sekolah itu bagai rumah setan. Isinya pun laksana setan. Tetapi, sebagaiannya laksana malaikat. Siswa memekau. Guru linglung laksana hilang akal. Kebingungan berputar. Lalu, membentur tembok-tembok melangit. Terpelanting sekian depa. Semuanya kandas pada keyakinan. Setan-setan terbang seperti keyakinan sebagian isi sekolah itu. Setan-setan tertawa sebagaimana para pemujanya. Para laknatullah itu menyerang laksana invasi AS terhadap Irak dan Afganistan. Mereka menyeringai. Melotot. Meneror. Kemudian, masuk ke jiwa yang kering.
’’Kubunuh kalian. Keparat. Kalian kotor. Manusia laknat. Pelaku maksiat,’’ Victoria, siswa di sekolah itu, menjerit. Matanya membelalak. Kedua tangannya meronta. Kedua kakinya menerjang. Empat temannya terpelanting dikebas. Voctoria lepas. Dia berlari. Siswa pintar itu seperti mengejar sesuatu. Terus berlari menuju labor. Jemarinya mengepal laksana petinju.
’’Otak dan mataku hilang di sekolah ini!’’ Victoria terus lari menuju labor. Tiba di lapangan basket, Pak Sabri mencegatnya. Guru itu mencekut kedua urat di bahunya sambil membaca beberapa ayat suci. Voctoria lemah. Dia terkapar tak sadarkan diri di laman.
’’Tolong kalian angkat ke musala,’’ Pak Sabri meminta bantuan kepada tiga siswa lelaki. Dua puluh menit, Victoria normal. Mukanya kusut bagai rambutnya juga. Badannya lemas bagai jiwanya juga. Siswa tonges itu tak kuasa bicara. Seluruh tubuhnya lemoi. Victoria direhatkan di majelis guru. Bu Murni terus memeluknya. Embun di balik kelopak matanya berjujai jatuh. Mukanya merah.
’’Pikiranmu jangan kosong. Pikirkan Allah. Hati kita harus berzikir. Baca apa yang bisa. Jangan lepaskan bibir dari-Nya. Berjiwalah bagai baja,’’ tangan Bu Murni membelai rambut Victoria. Mulut siswa itu terus mengucap. Bibirnya bersyahadat. Hatinya mungkin juga. Tujuh belas menit, Victoria mulai kuat.
Sepuluh menit berselang, dari lantai dua, pekik-pekau bersahutan. Para siswa berhamburan. Belajar pun bubar. Empat kelas di lantai dua tak tenang. Masing-masing kelas, satu siswa histeris. Keempat siswa digotong ke musala. Mereka merentang. Teman mereka terus memaksa ke musala. Siswa kemasukan itu terus berontak. Keempat siswa itu dibawa menuruni tangga. Pas jejak di anak tangga terbawah, sekitar sepuluh siswa di lantai dasar histeris pula. Para guru pontang-panting. Para siswa, juga demikian. Mereka berbuat, apa yang dapat dibuat. Tak ada mulut yang terkunci. Beberapa siswa yang pintar meruqiyah, coba berbuat. Para guru, tak mau ketinggalan. Ada yang membaca ayat suci, apa saja. Ada yang memukul dengan kata-kata. Beberapa siswa yang keselap, ada yang sudah sadar. Namun, dari kelas lain, ada lagi korbannya. Musala pun sesak seumpama napas ketika itu.
Sekejap saja, beberapa orang tua siswa berdatangan. Mereka diperbolehkan membawa pulang anaknya yang keselap. Sejurus setelah itu, bel pulang didendangkan. Padahal, hari baru pukul 09.00. Belajar pun gagal. Di beberapa sudut, ada kawanan setan terkekeh-kekeh. Si tubuh api itu merasa menang. Mereka melonjak-lonjak. Dengan tubuhnya, mereka telah membakar keyakinan. Semangat juga ikut hangus. Jiwa jadi legam. Ibadah belajar pun ikut kerontong.
’’Manusia tolol. Padahal, kita lebih hina daripada mereka,’’ beberapa setan di sudut sekolah berbual-bual. Tatapan mereka bagai belati karat yang siap menikam hati. Di sekeliling sekolah, ternyata mereka sangat ramai. Jumlah mereka sama seperti jumlah penghuni sekolah itu. Mereka tidur di beberapa labor. Sebagiannya, menghuni kelas.
Di musala.
’’Kalian mengotori rumah kami,’’ suara itu keluar dari mulut Leni, siswa yang masih belum siuman. Tapi, bukan suara Leni. Ijal dan Asri, dua siswa yang pandai meruqiyah, terus saja berupaya. Pak Sabri dan beberapa guru yang peduli ikut mendampingi mereka. Lebih pukul 12.00, barulah tuntas semuanya. Pak Sabri, beberapa guru, dan beberapa siswa tampak letih. Mereka seperti telah kehilangan ribuan kalori. Di atas, langit mendung. Semakin tebal, semakin legam. Dari laut, angin turun begitu kencang.
***
Sekolah itu pun ibarat sekolah walet. Di sekelilingnya, penuh rumah bertingkat. Isinya adalah walet dan para setan. Pemiliknya juga setan. Umumnya, bangunan bertingkat itu adalah rumah walet. Setiap hari sejak pukul 07.00, suara elektronik walet, mematahkan kecerdasan. Diskusi siswa ditelan suara itu. Ceramah guru kalah kuat. Beberapa kali, gangguan ini diekspose di koran. Tapi, suara elektronik walet tetap membingitkan. Perda walet jadi mubazir. Para pejabat berwewenang, tak pernah bertindak. Setiap hari, di sekolah itu, seperti hanya ada walet dan para setan. Mereka beterbangan melintasi dan menghisap jiwa. Jiwa jadi kering. Retak.
Sebelum ini, sudah beberapa hari para siswa keselap. Sudah pula diupayakan orang pintar untuk mengobatinya. Dari adat mematikan tanah, hingga tahlil, zikir, dan pembacaan Yassin. Kepercayaan-kepercayaan Tionghoa pun pernah membela sekolah ini. Ternyata, tak berlangsung lama. Tak sampai setahun, teror para setan itu kembali mengusik. Semakin parah, kian kacau-balau.
Pukul 08.00, pokok hari gelap. Hasil kesepakatan guru beberapa hari lalu, dilaksanakan ruqiyah massal di laman sekolah. Ustad Jamil, Ustad Aman, dan beberapa temannya memulai dengan ceramah. Para siswa, duduk di laman. Sebagiannya, duduk di kaki lima. Para guru, berjejer di kaki lima, berhadapan dengan siswa. Pokok hari makin pekat. Sebelum pembacaan ayat-ayat ruqiyah dimulai, beberapa siswa ketakutan. Ada yang duduk mendekati guru. Ketika pembacaan ruqiyah baru sepuluh menit, satu per satu siswa menjerit. Mereka meronta. Dari seorang siswa, bersambut ke siswa lainnya. Para guru pun ikut mengamankan suasana. Hujan renyai pagi itu tak menghalangi. Niat untuk nyaman belajar terus membaja. Ruqiyah terus berjalan. Selama itu pula, siswa-siswa memekau bergantian. Setelah berjalan 20 menit, hujan cukup deras membubarkan semuanya. Di musala, puluhan siswa diruqiyah semula.
Musala sesak. Siswa yang keselap, bergelimpangan. Mereka meracau. Ada yang hafiz Alquran. Ada siswa non-Tionghoa yang fasih berbahasa Cina. Ada pula yang bernyanyi dangdut. Beberapa siswa, merentang. Ada juga yang terus bergerak. Beberapa wartawan sempat mengabadikan dalam kameranya. Ini tentu berita hangat bagi mereka. Penanganan ruqiyah itu berjalan hingga pukul 12.00. Di sudut musala, beberapa wartawan mewawancarai Ustad Aman.
’’Makhluk apa sebenarnya yang mengganggu siswa ini?’’ tanya Taufik. Wartawan itu menyodorkan rekamannya.
’’Setan. Ini adalah gangguan setan. Mereka punya misi membodohkan kita. Juga mencelakakan kita. Itu ’kan sudah janji mereka dengan Allah taala,’’ Ustad Aman memaparkan.
’’Setan saja?’’ pertanyaan konyol dari Seto, wartawan yang lainnya.
’’Ya. Setan cinta dan setan lainnya. Setan cinta agak payah. Mereka mencintai siswa yang dirasuki. Kebetulan semua siswa putri. Mereka sulit untuk dipisahkan jika sudah jatuh cinta. Semoga dengan ruqiyah ini, Allah memperkenankan upaya kita,’’ wajah ustad itu tampak lesu sekali.
’’Apa ada jaminan?’’
’’Jaminan apa?’’
’’Jaminan mereka tak meneror lagi.’’
’’Tidak ada jaminan begitu. Maksiat bisa mengundang mereka. Mereka memang bertugas menyesatkan kita. Itu sampai kiamat.’’
Hari itu, belajar juga gagal. Beberapa orang tua, protes. Ada yang tak setuju. Sayangnya, mereka hanya tahu protes. Mereka pun tak mampu mencari jalan terbaik. Muka para guru dituding.
’’Elok anak saya tak sekolah, Pak. Kasihan dia tersiksa,’’ seorang ayah yang mengaku menyayangi Leni, anaknya.
’’Kalau gitu, kita kalah, Pak,’’ Pak Sabri membalas. ’’Ke mana Bapak campakkan kasih sayang kepada anak Bapak?’’
’’Tapi, saya tak sampai hati melihat dia begini terus,’’ tangkis orang tua itu lagi.
’’Kita harus terus melawan. Harus bisa melawan. Mereka adalah musuh kita yang nyata,’’ Pak Sabri mencoba memberi pengertian. Orang tua itu diam. Dia pergi diam-diam. Leni diangkut pakai becak. Badannya terkulai. Kepalanya telentok.
***
’’Ini adalah gambaran dosa kita,’’ Pak Sabri tercocol di depan semua. Beberapa guru, ada yang menggerutu karena tak setuju dengan Pak Sabri. Untuk mengakui suatu kesalahan, memang perlu perjuangan. Perjuangannya lebih berat daripada menghamburkan beribu kebaikan, lebih berat daripada melawan setan. Dari lantai 2, Pak Sabri terus memandang lingkungan sekolah. Matanya menatap labor, menatap wc, rumah-rumah walet, kelas. ’’Dasar setan. Mereka ada di mana-mana,’’ pikiran Pak Sabri bercelaru. Mata hatinya merasakan setan-setan bergentayangan di sekolah itu. Sepanjang perjalanan pulang dengan sepeda motor tuanya, Pak Sabri masih sedih. Di sekolah itu, terlalu banyak jiwa yang kering.
Seminggu kemudian, para setan kembali menyerang. Mereka menelan otak, mata, telinga, dan mulut sekolah itu. Dasar setan!***
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar