Aba Mardjani
http://oase.kompas.com/
BAGI Ratri, langit di Cibaresah selama sebulan ini selalu saja biru. Bagi gadis kecil itu, langit di Cibaresah adalah padang angkasa luas tempat karnaval awan-awan yang tak pernah jemu dinikmatinya setiap hari. Gumpalan kapas yang putihnya amat kemilau itu seakan tak pernah bosan memamerkan segala keindahannya yang mengagumkan. Langit Cibaresah seakan tak pernah memperlihatkan kepekatannya. Kalaupun langit itu menangis, air matanya selalu luruh di malam hari saat seluruh warga dibuai lelap.
Itu pun berupa tempias halus atau gerimis. Seingat Ratri, sejak bulan lalu, tak pernah ada hujan lebat di kampungnya. Langit seolah telah kehabisan airnya. Sama seperti Ratri yang tak mampu lagi mengalirkan air mata di kala ia menangis di malam yang sepi dalam dekapan dingin kampungnya.
Sebulan lalu kebahagiaan gadis berusia 7 tahun itu direnggut alam yang seolah murka. Bapak dan emak serta Giwo kakaknya pergi untuk selama-lamanya bersama luruhnya lereng bukit akibat pohon-pohon ditebangi warga secara serampangan. Sejak itu, tak ada lagi tempat bagi Ratri untuk mengadu dan berkeluh kesah.
Tak ada bapaknya yang selalu pulang dari kebun dengan seikat jagung muda di tangannya. Tak ada lagi ibu, wanita yang tak pernah kehabisan dongeng-dongeng indah atau terkadang lucu menggelikan. Dongeng-dongeng yang selalu dirindukan Ratri saat waktu tidur tiba. Tak ada lagi Giwo yang selalu berada di depannya bila ia disakiti teman bermainnya, laki-laki atau perempuan.
Ratri ingat sekali peristiwa setelah magrib kelabu itu. Ia tengah belajar mengaji di sebuah rumah tak jauh dari rumahnya. Sendirian karena Giwo membandel ketika disuruh ibunya pergi mengaji bersama Ratri. Ia bilang mau menyusul belakangan. Tiba-tiba ia dikagetkan oleh suara gemuruh. Lalu orang-orang berlarian menuju lokasi rumahnya yang telah tertimbun tanah longsor. Mereka berupaya menolong. Sebisanya. Dengan peralatan seadanya. Sambil terus berdoa dan berharap semoga orang-orang yang tertimbun tanah yang menggunung itu bisa diselamatkan.
Tapi bapak dan emak serta kakaknya tak lagi terselamatkan. Ratri menangis sekerasnya. Menjerit sekencangnya. Membelah kegelapan Cibaresah. Ia berharap orang-orang yang dicintainya terbangun mendengar lengkingan tangisnya. Ia berharap orang-orang yang selama ini menyayangi dan melindunginya bukanlah jasad-jasad yang kini terbujur kaku.
Tak ada yang bisa mencegah ketika Ratri kemudian menghabiskan hari-harinya di pekuburan bapak, emak, serta Giwo kakaknya. Di sana ia menemukan dunia baru. Dunia yang damai dalam terpaan angin lembut di bawah payung rindangnya pepohonan. Di sana ia bisa bermain masak-masakan sembari berceloteh sendirian. Tanpa rasa lelah dan bosan. Di sana ia kadang-kadang bermain boneka-bonekaan terbuat dari gumpalan kain bekas sembari sesekali cekikikan. Berada di antara pekuburan keluarganya Ratri tak lagi merasa sendirian.
Untuk makan Ratri tak pernah pusing. Setiap hari selalu ada warga yang membawakannya makanan. Apa saja. Dan Ratri memakan semua yang disuguhkan. Untuk tidur di malam hari pun Ratri tak pernah risau. Ia bisa membuang lelahnya dan kemudian lelap di mana ia suka tanpa ada yang tega melarang. Setiap balai-balai terbuat dari bambu yang ada di hampir semua teras rumah penduduk adalah tempat yang nyaman baginya. Dan, begitu kokok ayam jantan terdengar ditingkahi suara cerewet burung-burung prenjak yang kelaparan, ia membuka matanya.
Sama seperti pagi ini, ketika ia membuka matanya di balai-balai Pak Somad yang letaknya tak seberapa jauh dari kompleks pekuburan wakaf itu. Laki-laki setengah tua itu membelai rambut Ratri yang kusut karena tak pernah kena air dan disisir. Sepiring singkong rebus sudah tersedia di sampingnya. Aroma sedapnya membuat caping hidung Ratri kembang kempis.
"Ayo makan. Perutmu pasti kosong, Rat."
Pak Somad adalah tukang bersih-bersih kuburan yang setiap hari, tanpa diminta, dan tanpa bayaran, menjaga serta mengawasi Ratri. Ia yang selalu mengingatkan Ratri untuk beristirahat dari bermain bila matahari telah tergelincir dan sinarnya tumpah di pekuburan orangtuanya. Sesekali Ratri menurut. Sesekali ia seperti sama sekali tak mendengar suara Pak Somad dan terus bermain sampai matahari benar-benar menyelinap di balik perbukitan.
"Sudah hampir sebulan kamu begini, Rat," Pak Somad seolah bergumam. "Sayang sekali kamu tak mau diambil sebagai anak oleh Pak Jaya yang kaya raya itu."
Ratri terus menyantap singkong mentega berwarna gading itu. Matanya terus menatap pekuburan ketiga anggota keluarganya.
"Oya, hari ini Pak Somad dengar orang-orang kota yang sedang membuat film seram yang nantinya mau dimasukkan ke televisi itu akan datang lagi. Ini hari yang terakhir. Bagaimana menurutmu, Rat?"
Ratri tak menjawab. Terus mengunyah singkong. Diam-diam Pak Somad mengamati wajah gadis kecil di hadapannya itu. Diam-diam ia mengagumi garis kecantikan pada wajah bocah itu. Andaikan ia hidup bersama orang berharta dan berkecukupan, Pak Somad membatin, tentulah Ratri bakal terlihat amat cantik. Sayang ia tak bisa dibujuk untuk menuruti keinginan Pak Jaya, begitu Pak Somad mengenalnya, yang siap membawa Ratri ke kota jika ia bersedia. Pak Jaya adalah salah satu pemain film yang sangat ramah dengan para penduduk setempat.
Sekitar pukul sembilan pagi serombongan orang dengan pakaian serba indah datang lagi ke kompleks pekuburan wakaf itu. Seperti juga kemarin, kini pun para wanita-wanita jelitanya datang dengan wajah bening seperti tanpa bekas noda. Senyum mereka sumringah. Tak ada yang jelek di mata Pak Somad membuatnya tak mampu berkedip.
Yang mengherankan Pak Somad, hari ini tiba-tiba Ratri jadi berubah begitu ceria. Ia tanpa ragu-ragu mengungkap kekagumannya pada kecantikan wanita-wanita itu.
"Mereka cantik sekali. Wajah mereka bening. Kayak bidadari," katanya di telinga Pak Somad membuat Pak Somad terperangah. Belum pernah ia melihat Ratri seceria itu.
"Saya pun ingin seperti mereka."
Pak Somad agak terkejut. Dipandanginya wajah gadis itu. Wajah yang polos dengan gurat-gurat kecantikannya yang tak terawat. "Ratri bisa seperti mereka kalau Ratri mau," katanya dengan hati-hati. Ia masih menerka-nerka isi hati Ratri. "Bukankah sudah saya katakan bahwa Pak Jaya ingin mengambilmu sebagai anak? Kamu tinggal bilang ya, maka semuanya akan beres."
Tanpa diduga, Ratri mengangguk pelan membuat Pak Somad berjingkrak gembira. Saat itu juga jauh di lubuk hatinya melintas bayangan seorang bidadari cantik dari desa Cibaresah bernama Ratri yang kemudian menjadi terkenal. Agak tergopoh-gopoh ia kemudian menemui Pak Jaya. Laki-laki simpatik itu tengah istirahat di bawah pohon.
"Apa saya tak salah dengar?" laki-laki dengan kumis tebal itu memandangi wajah Pak Somad.
"Kalau benar begitu, besok saya jemput. Pak Somad bisa membantu Ratri membereskan segala sesuatunya."
***
Malam itu Ratri duduk sendirian di gubuk Pak Somad. Seperti malam-malam sebelumnya, malam itu pun langit memamerkan kebiruannya. Awan-awan putih yang bergumpal bagai cendawan berjalan beriringan.
Pada diamnya melintas kembali dalam benak Ratri tentang para bidadari yang tadi siang tampil untuk terakhir kalinya di desanya. Orang-orang menyebut bidadari-bidadari itu bintang film. Ia kemudian tersenyum. Terbayang wajah Pak Jaya, laki-laki yang sangat baik yang ingin membawanya ke kota.
Pelan-pelan Ratri lalu melangkah menuju pekuburan tempat ayah dan ibunya serta Giwo kakaknya berbaring. Di sana air matanya meleleh.
"Maafkan aku, emak, bapak, dan kak Giwo," suara Ratri pelan. "Besok aku akan pergi ke kota. Tapi, aku berjanji akan selalu datang menjenguk emak, bapak, dan kak Giwo."
Sepi menyungkup. Ratri menarik napas. "Malam ini, aku akan tidur di sini. Aku ingin minum dan mandi embun bersama bunda, bapak, dan kak Giwo."
Ratri merebahkan tubuhnya di sela-sela ketiga makam itu. Tanpa alas apa-apa. Dalam telentang ia pandangi birunya langit dan putihnya awan. Udara dingin membuat tubuhnya agak menggigil. Tapi Ratri tak peduli. Untuk terakhir kali sebelum meninggalkan Cibaresah, ia ingin betul-betul berada di dekat orang-orang yang dicintainya. Ia tak ingin meninggalkan mereka begitu saja. Beberapa saat kemudian, ketika embun bening mulai turun, mata Ratri pun terpejam.
***
Di pagi buta keesokan harinya Pak Somad menangis sekeras-kerasnya sambil memeluk Ratri. Tubuh itu telah lunglai. Di mata Pak Somad seluruh tubuh Ratri tampak begitu bening. Belum pernah ia melihat Ratri sebening itu. Ia bahkan lebih bening dibandingkan para bintang film yang kemarin berdatangan ke pemakaman itu. Ratri benar-benar telah menjelma menjadi seorang bidadari.
September 2005/Oktober 2008
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Minggu, 22 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar