Jumat, 22 Agustus 2008

Menemukan Rumi Lewat Matsnawi

Liza Wahyuninto*)

Sosok Maulana Jalaluddin Rumi kini mulai sering dibahas di seluruh penjuru dunia. Ketokohannya dalam bidang sufi dan sastra mulai menjadi perbincangan yang seolah tiada mengenal kata “lawas”. Tidak salah jika pada pertemuan pertama Fariduddin al-Attar dengan Rumi, dengan optimis ia meramalkan: "hari akan datang, dimana anak ini akan menyalakan api antusiasme ketuhanan ke seluruh dunia". Dan hari yang diramalkan oleh sang penulis karya agung “Musyawarah Burung” tersebut telah lama datang dan hingga kini masih dinikmati oleh kalangan pengkaji Rumi dan karya-karyanya.

Kemunculan kembali nama Rumi setelah lama terpendam sebenarnya meliputi banyak faktor. Rumi dikenal tidak hanya lewat aliran tasawuf yang didirikannya (baca : Maulawiyah), kebesaran namanya dalam bidang sastra telah mendunia. Atas karya-karyanya, banyak tokoh sastra dunia “mengangkat topi” karena kedalaman akan makna dan diksi yang sulit ditandingi. Di samping itu, faktor kekaguman akan karakteristik Rumi seolah menjadi trend baru.

Annimarie schimmel – salah seorang pengkaji dan peneliti karya-karya Rumi – mengatakan bahwa kekuatan rumi ada pada cintanya, suatu pengalaman cinta dalam makna manusiawi tetapi sama sekali didasarkan pada Tuhan, ia merasa bahwa dalam setiap do'a itu ada rahmat Ilahi, dan ia membukanya sendiri rahmat Ilahi itu, beserta dengan kehendak Ilahi, ia menemukan pemecahan bagi teka-teki taqdir dan mampu menjulang ke puncak kebahagiaan dari kesedihan yang paling dalam karena perpisahan.

Berbicara mengenai Rumi tidak akan terlepas pada dua hal, yaitu Tabriz dan karya-karya Rumi. Tabriz merupakan seorang sufi yang faqir dalam arti yang sebenarnya, namun mampu mencuri hati Rumi. Kemunculan Tabriz merubah segenap kehidupan Rumi, sama halnya ketika Musa bertemu dengan Khidir. Hanya saja perbedaannya, Tabriz bukanlah seorang nabi. Namun, baik Tabriz maupun Khidir keduanya membukakan ruang baru untuk digunakan sebagai pijakan. Pertemuan dengan Tabriz-lah yang mengantarkan Rumi akan mahabbatullah. Sayang, di saat-saat Rumi sedang intim dengan Tabriz takdir mengharuskan keduanya berpisah.

Kepergian Tabriz yang telah dianggap sebagai matahari bagi Rumi sempat membuat Rumi mengalami ”stress” yang cukup lama. Kehilangan seseorang yang menjadi penuntun hidup bereaksi pada kehidupan keduniawiannya, Rumi enggan untuk mengajar para murid-muridnya. Peristiwa ini berakhir ketika Rumi bertemu dengan salah satu muridnya, Husamuddin. Meskipun kehadiran Husamuddin tidak mampu menggantikan posisi Tabriz, namun lewat Husamuddinlah karya-karya Rumi tertuliskan. Lahirnya karya terbesar Rumi, Matsnawi fi Ma’nawi, merupakan ide cemerlang dari Husamuddin yang setia untuk menemani dan bersedia untuk menuliskan setiap tutur kata Rumi.

Di dalam matsnawi-lah akan banyak ditemukan pemikiran-pemikiran cemerlang Rumi. Seluruh ajarannnya tertuang di dalam kitab tersebut. Matsnawi berisikan penceritaan peristiwa-peristiwa suci, tanggapan dan tafsiran akan al-qur’an serta al-hadits. Secara gamblang, Rumi menceritakan dunia di dalam sebuah kitab bernama Matsnawi.

Menurut Profesor RA Nicholson, Matsnawi mengandung sesuatu kekayaan puisi yang mencerahkan. Tetapi para pembacanya harus menempuh jalan melalui apologi, dialog dan penafsiran-penafsiran nash-nash Qurani, kepelikan-kepelikan metafisis dan petuah-petuah moral secara bersamaan sebelum mereka memiliki kesempatan menikmati suatu bagian dari kidung murni dan tinggi. Maka tidak perlu kaget jika kemudian ketika membaca matsnawi menemukan pembahasan yang mengharuskan membuka madzhab-madzhab filsafat dunia.

Ini semua dikarenakan Mathnawi berisi penuh dengan spektrum kehidupan di dunia, setiap kegiatan manusia; religi, budaya, politik, perdagangan; setiap karakter manusia dari yang vulgar sampai yang halus. Hingga seperti tiruan dari dunia yang secara detail, sejarah dan geografi. Juga sebuah buku yang menampilkan demensi vertikal dari kehidupan -dari nafsu keduniawian, kerja, dan level paling mulia dari metafisik dan kesadaran cosmis.

Melahirkan (Kembali) Rumi lewat Matsnawi
Keajaiban pemikiran Rumi yang tertuang dalam Matsnawi jika mau dicermati akan banyak menemukan penyadaran akan jiwa yang selama ini hilang. Matsnawi yang berisikan peringatan, ancaman, analogi dengan diceritakan secara elok dengan bahasa sastra yang sempurna mampu menghujam langsung ke dasar hati. Seperti dibangunkan dari mimpi, begitulah pengibaratan pembaca-pembaca Matsnawi.

Sebelum kemunculan Matsnawi, telah ada Hadiqqah al-Haqiqah yang ditulis oleh Syekh Sana’i dan Mantiq al-Tayr buah karya Fariduddin al-Atthar. Ketiga karya ini menuliskan pemikiran akan tasawuf yang dituliskan dalam bentuk karya sastra. Sebenarnya masih ada karya lain, seperti yang ditulis oleh Ibn Thufail. Namun, keunggulan Matsnawi terletak pada nilai didaktis dan sastranya yang mengagumkan. Meskipun demikian, tidak mengurangi sedikitpun akan uraian keluasan dari lautan semangat kerohanian dan perjalanan manusia menuju dunia dan dari dunia menuju kebenaran hakiki. Sehingga pantas kiranya Matsnawi mendapat predikat sebagai al-Qur’an kedua bagi bangsa Persia.

Kitab yang ditulis dalam waktu 12 tahun ini oleh Afzal Iqbal dalam bukunya Life and Works of Rumi (1956) disebutkan bahwa Matsnawi terdiri dari 25.000 bait prosa lirik, dan Enciclopedia Britanica (vol. XIX, 1952) menyebutkan terdiri dari 40.000 bait. Dengan kekaguman inilah, Abdul Rahman al-Jami’ menyebut bahwa Matsnawi adalah Hast Quran dar Zaban-i Pahlavi.

Terlepas dari itu semua, Rumi akan dapat ditemukan ketika pembaca karya-karyanya mampu melukiskan ulang jiwa Rumi pada saat penulisan karyanya tanpa harus mengalami sendiri. Diharapkan dengan pencitraan ini, Rumi akan hadir selayaknya para pengikut aliran Maulawiyah yang begitu menikmati setiap putaran dalam tarian ekstasenya.

”Menari tidaklah menyerah pada rasa sakit, seperti butiran debu yang tertiup berputar dalam angin. Menari adalah ketika bangun di dua dunia, menyobek hatimu menjadi serpihan-serpihan dan membangunkan jiwamu," kata Rumi. Tentang tarian ini Rumi menggambarkan "Seperti gelombang di atas putaran kepalaku, maka dalam tarian suci Kau dan aku pun berputar. Menarilah, Oh Pujaan hati, jadilah lingkaran putaran. Terbakarlah dalam nyala api-bukan dalam nyala lilin-Nya”.

Para Pencipta Ulang Rumi
Jauh setelah Rumi meninggalkan kefanaan dunia, lahirlah Muhammad Iqbal pada 1873 M. Iqbal pernah bertutur bahwa dirinya pernah ditemui Rumi di dalam mimpinya. Setelah pertemuan tersebut, Iqbal kemudian mengklaim Rumi sebagai guru spiritualnya. Setiap karya dan pemikiran Iqbal tidak luput dari corak pemikiran Rumi.

Dalam salah satu pendapatnya, Iqbal mengungkapkan bahwa ”Tuhan bukan lagi keindahan luar tetapi sebagai kemauan Abadi. Keindahan adalah hanya salah satu sifatNya selain Esa. Tuhan menyatakan Eksistensinya bukan pada wilayah dunia yang terindera tetapi dalam ruang yang sangat pribadi dan terbatas, jadi mengetahui Tuhan hanya bisa lewat jalan pribadi. Dengan menemukan Tuhan jangan biarkan Ego kita terserap oleh Tuhan,tetapi kitalah yang berusaha menyerap sebanyak-banyaknya sifatnya. Sehingga ketika Ego beruba menjadi super Ego maka ia akan naik sebagai wakil Tuhan.”

Iqbal kemudian berhasil mengenalkan Rumi kembali pada dunia. Dan selanjutnya tidak hanya Iqbal, tokoh-tokoh sastra Barat-pun ikut melakukan pengkajian yang membuat nama Rumi semakin populer di telinga masyarakat dunia. Namun, meskipun Rumi hanya dikaji lewat sastra, pemikiran sucinya akan konsep ketuhanan tidak dapat dipisahkan. Ini juga tidak dapat dipisahkan dari tarekat Maulawiyah, aliran tarekat yang didirikan oleh Rumi yang berpusat di Anatolia, Turki. Lewat aliran darwis berputar inilah konsep ketuhanan Rumi juga ditunjukkan.

Rumi akan terus terlahir lewat karya-karyanya, lewat setiap kata-kata magicnya hingga mampu menjadi penuntun spiritual sebagaimana yang dirasakan oleh Iqbal. Untuk mampu menari menuju puncak ekstase sebagaimana yang digambarkan Rumi tidaklah harus dengan mengulang cerita pengembaraan Rumi, namun akan mampu ditemukan dengan melakukan perenungan akan setiap paparan Rumi akan dunia dalam karyanya.

Sebagai penutup tulisan ini, perlu dditegaskan bahwa bagi Rumi, kata-kata adalah cahaya yang menerangi keraguan dan penglihatan atas cinta Tuhan. Maka wajar jika dalam setiap karya-karyanya, ungkapan pesan cinta begitu universal dan ini merupakan wujud bahwa semua orang dapat hidup berdampingan secara damai.

”Kuingin sebuah dada koyak sebab terpisah jauh dari orang yang dicintai, dengan demikian dapat kupaparkan kepiluan cinta” (Matsnawi fi Ma’nawi)

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati