Rabu, 16 September 2009

40 Hari Burung MERAK

Putu Wijaya
http://www.facebook.com/pages/Putu-Wijaya/43262432803

RENDRA
Pulang dari tahlilan 7 hari meninggalnya WS Rendra di Bengkel Teater, Citayam, pintu rumah saya terkunci. Saya terpaksa mengambil jalan samping. Di teras yang menghadap ke kebun saya tertegun. Pada salah satu kursi duduk sosok yang membuat darah saya tersirap.

“Mas?”
Tak ada jawaban. Saya mencoba menenangkan perasaan. Malam sedang di puncaknya. Tapi ada dering jengkrik yang membuat saya tenang. Saya coba menerima kenyataan itu sebagai sesuatu yang wajar.

“Ada apa Mas?”
Tidak ada jawaban. Atau saya yang tidak mendengar. Saya hindari semua pertanyaan di kepala dan menghadapi itu sebagai sesuatu yang tidak perlu dipersoalkan.

“Aku paham, memang tidak mudah. Buatmu juga buat kami. Mas harus pergi padahal sejak malam purnama 6 Agustus itu, Mas selalu hadir di hati kami.”

Belum ada jawaban. Tapi saya mendengar suara batuk. Mungkin suara itu dari gardu satpam atau dari dalam rumah. Boleh jadi saya sendiri yang batuk.

Saya jadi teringat 40 tahun lalu di Yogya. Malam yang serupa, ketika kami melakukan pengamatan lapangan pada orang-orang jalanan dalam mempersiapkan pertunjukan Menunggu Godot. Kami gobrol di warung pinggir rel kereta dengan seorang pembual yang dengan tenangnya mengaku asal Godean dan masih bertaut famili dengan Pak Harto. Sambil nyeruput teh poci, kami nikmati saja semua cipoanya. Ia juga tahu kami tidak percaya. Tapi itu tak penting. Semuanya mengalir.

Di pasar tradisonal yang perlahan-lahan bangkit, tukang sayur meluap dari luar kota. Dengus sapi gerobak seperti menjilati punggung. Kami masuk ke dalam rimba kata-kata tanpa mengusut artinya. Semuanya hanya bunyi-bunyi berseliweran untuk saling bersentuh dan menyapa. Tak ada pertanyaan, semuanya diterima dan dinikmati sebagai bagian dari yang harus terjadi.

Waktu itu, saya masih mahasiswa indekosan yang biasa pulang sore. Pengalaman tengah malam itu lebih terasa sebagai pelanggaran hidup teratur. Meresapi kehidupan dengan citarasa lain. Saya menganggapnya sebagai sesuatu yang tak ada gunanya. Tetapi itulah salah satu inti dari karya agung Beckett yang mendapat anugerah nobel itu. Melihat sesuatu dengan sudut pandang baru.

Manusia tidak hanya lahir dan mati, tapi juga menunggu. Manusia tidak hanya melakukan hal-hal yang rasional dan sesuai dengan tujuannya. Berserakan segala yang tidak perlu yang kita pelihara sebagai sesuatu yang wajib. Misalnya membunuh waktu seperti yang dilakukan Didi dan Gogo ketika menunggu Godot yang tidak pernah datang dan juga tidak pernah diketahui apa siapanya.

“Ya?”
Saya terkejut dan menoleh. Tapi suara itu nampaknya suara saya sendiri yang ingin memecahkan kebuntuan komunikasi.

“Ya tanpa kau sadari, saya telah belajar dari kamu bagaimana melihat banyak hal, kalau tidak bisa dikatakan semua hal, dengan cara yang lain. Bisa aneh, nyeleneh, asing, kurangajar atau gila, tetapi menjadi baru dan melahirkan kesegaran. Dengan begitu hidup yang sama jadi berbeda dalam hitungan detik. Tak ada yang berulang, karena kita selalu menerimanya dengan cara dan pintu yang berbeda. Kau mengajak orang untuk total, orisinal dan otentik. Dan itu tidak mudah, karena memerlukan waktu. Lebih gampang meniru atau menjaplak yang sudah dirampungkan dengan baik oleh orang lain. Terimakasih.”

Saya ulangi sekali lagi.
“Terimakasih.”
Dia memalingkan muka.

“Saya paham, kamu datang malam-malam bukan untuk mendengar aku bilang terimakasih. Seperti dulu, kau ingin menyerap apa yang sedang terjadi. Aku tidak tahu apa kau setuju, tapi aku khawatir. Makin lama makin banyak kelak orang yang tidak pernah mengenal kamu akan bicara tentang kamu. Mereka akan cenderung membuatmu sebagai dongeng. Tidak kalah dengan semua anekdot tentang Chairil Anwar. Banyak orang mengidolakan kelakuan yang ‘gila’ dan tidakan yang anarkis. Kau memiliki semua persyaratan itu. Ketampananmu yang meruntuhkan hati banyak perempuan. Keberanianmu melawan penguasa. Pernyataan-pernyataanmu yang kenes, tajam dan ‘kurangajar’. Semuanya sudah menjadi legenda. Kau akan jadi dongeng yang tak habis-habisnya sehingga kau sendiri habis.”
Tiba-tiba saya mendengar tertawa. Tidak ada orang yang tertawa seperti itu kecuali dia.

“Aku serius. Kelakuanmu akan jauh lebih terkenal dari pikiran-pikiranmu. Apa yang kau maksudkan dengan ‘mempertimbangkan tradisi’, ‘keberanian melawan’, kegagahan dalam kemiskinan’, bagaimana tidak menyerah’, ‘melihat segala-sesuatu dengan sudut pandang baru’ , bisa jadi dimanfaatkan dengan keliru. Gaya kau tampil di panggung, cap ‘burung merak’mu, ucapan-ucapanmu yang gagah, akan terpampang di T-shirt dan dipakai berjuang oleh parlemen jalanan. Walhasil kau akan terus disebut-sebut sekaligus ditinggalkan.”

Saya terkejut oleh pikiran saya sendiri. Tapi waktu menoleh, saya lihat dia tidur. Ini keempat kalinya saya memergoki dia tidur. Pertama, 41 tahun lalu, ketika nonton drama di gedung PPBI, Yogya. Kedua, 24 tahun lalu, waktu nonton drama Brecht di Jerman Timur. Yang ketiga, awal tahun ini, pulang dari pembukaan pameran sketsa almarhum Nashar dalam pesawat Garuda.

“Aku tidak akan ikut menjadikan kamu dongeng. Bagiku kau sebuah buku pelajaran. Kau memang empu yang tinggal di atas awan yang bertugas seperti polisi lalu-lintas pada kebijakan penguasa. Kau juga kawan bercanda di warung samping rel kereta api mendengarkan celoteh para pembual. Tapi kebesaranmu juga musuh, yang harus dilewati oleh seorang kalau ingin berhasil. Seperti yang pernah kau bilang, mengagumi dan menghargai tak boleh sampai menghilangkan sikap kritis.”

Dalam tidurnya, seperti biasa saya dengar dulu di Bengkel Teater, terdengar bunyi keritan gigi. Penyair Darmanto Yt yang juga seorang psikolog itu, pernah bilang, suara itu adalah tanda ambisinya yang besar dan berkobar-kobar.

Belakangan saya bertemu dengan pelukis Hardi sebelum siaran langsung mengenang Rendra di Metro TV. Ceritanya membuat saya sedih. Jadi sebagai orang yang pernah memiliki 3 istri dan 11 anak, Rendra bukan hanya seorang sastrawan besar, tetapi juga seorang kepala keluarga yang punya tanggungjawab berat.

“Ini negeri macam apa, kok membiarkan sastrawan yang sebesar itu sampai cari komisi dari jual lukisanku untuk membiayai keluarganya! “kata Hardi gemas, sambil memperlihat surat Rendra dari penjara, ketika memintanya mencari bantuan ke Buyung Nasution dan Ajip Rosidi untuk mendukung kesejahteraan keluarganya.

Saya merasa amat trenyuh. Tak semua kelakuan almarhum bisa dinilai sebagai sesuatu yang diyakininya. Meskipun dia sudah tersohor sebagai sosok yang tak kenal kompromi. Mungkin ada yang terpaksa dilakukannya dengan berat hati dan penuh kesadaran itu tak pantas, tapi tak ada cara lain. Karena bagaimana pun, sama dengan manusia lainnya, dia harus bertahan. Dostojewsky pun terpaksa menulis cerita bersambung “Rumah Mati Di Seberia” yang tersohor itu di koran, untuk bertahan hidup.
Di situ saya kehabisan kata-kata. Sudah jelas. Tak perlu ditanyakan lagi. Saya tahu kenapa dia duduk di situ. Lalu saya mendekat dan memegang tangannya.
“Aku juga minta maaf, Mas.”

Jakarta, 23 Agustus 09
—————————————————

ROAD SHOW monolog BURUNG MERAK Putu Wijaya & Teater Mandiri

Peringatan 100 hari Rendra dengan menampilkan warisan pemikirannya: Mempertimbangkan Tradisi – Kegagahan Dalam Kemiskinan – Berani Melawan – Pantang Menyerah – Memilih dan Menilai Dengan SUdut Pandang Baru – Total, otentik, enerjetik dan orisinal

lintas:
Bogor (31 Oktober) – Bandung (8 November) – Cirebon (9 November)– Pekalongan (10 November) –Semarang (11 November) –Kudus (12 November) – Yogya (14 November) – Solo (15 November) – Surabaya ( 17 November) - Jombang (18 November) – Mojokerto (19 November) – Surabaya (21 November) – Malang (23 November) – Singaraja (25 November) – Denpasar (27 November).

Mengharapkan teman-teman penyelenggara Roadshow Burung Merak di wilayah memberikan alamat gedung/tempat diselenggarakannya monolog BURUNG MERAK. Bandung (STSI, teater arena), Yogya (Padepokan Butet), Solo (Taman Budaya), Semarang (Unesa), Surabaya (Unair dan Metropolis Apartemen), Malang (Universitas Ma Chung)

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati