Putu Wijaya
http://www.facebook.com/pages/Putu-Wijaya/43262432803
RENDRA
Pulang dari tahlilan 7 hari meninggalnya WS Rendra di Bengkel Teater, Citayam, pintu rumah saya terkunci. Saya terpaksa mengambil jalan samping. Di teras yang menghadap ke kebun saya tertegun. Pada salah satu kursi duduk sosok yang membuat darah saya tersirap.
“Mas?”
Tak ada jawaban. Saya mencoba menenangkan perasaan. Malam sedang di puncaknya. Tapi ada dering jengkrik yang membuat saya tenang. Saya coba menerima kenyataan itu sebagai sesuatu yang wajar.
“Ada apa Mas?”
Tidak ada jawaban. Atau saya yang tidak mendengar. Saya hindari semua pertanyaan di kepala dan menghadapi itu sebagai sesuatu yang tidak perlu dipersoalkan.
“Aku paham, memang tidak mudah. Buatmu juga buat kami. Mas harus pergi padahal sejak malam purnama 6 Agustus itu, Mas selalu hadir di hati kami.”
Belum ada jawaban. Tapi saya mendengar suara batuk. Mungkin suara itu dari gardu satpam atau dari dalam rumah. Boleh jadi saya sendiri yang batuk.
Saya jadi teringat 40 tahun lalu di Yogya. Malam yang serupa, ketika kami melakukan pengamatan lapangan pada orang-orang jalanan dalam mempersiapkan pertunjukan Menunggu Godot. Kami gobrol di warung pinggir rel kereta dengan seorang pembual yang dengan tenangnya mengaku asal Godean dan masih bertaut famili dengan Pak Harto. Sambil nyeruput teh poci, kami nikmati saja semua cipoanya. Ia juga tahu kami tidak percaya. Tapi itu tak penting. Semuanya mengalir.
Di pasar tradisonal yang perlahan-lahan bangkit, tukang sayur meluap dari luar kota. Dengus sapi gerobak seperti menjilati punggung. Kami masuk ke dalam rimba kata-kata tanpa mengusut artinya. Semuanya hanya bunyi-bunyi berseliweran untuk saling bersentuh dan menyapa. Tak ada pertanyaan, semuanya diterima dan dinikmati sebagai bagian dari yang harus terjadi.
Waktu itu, saya masih mahasiswa indekosan yang biasa pulang sore. Pengalaman tengah malam itu lebih terasa sebagai pelanggaran hidup teratur. Meresapi kehidupan dengan citarasa lain. Saya menganggapnya sebagai sesuatu yang tak ada gunanya. Tetapi itulah salah satu inti dari karya agung Beckett yang mendapat anugerah nobel itu. Melihat sesuatu dengan sudut pandang baru.
Manusia tidak hanya lahir dan mati, tapi juga menunggu. Manusia tidak hanya melakukan hal-hal yang rasional dan sesuai dengan tujuannya. Berserakan segala yang tidak perlu yang kita pelihara sebagai sesuatu yang wajib. Misalnya membunuh waktu seperti yang dilakukan Didi dan Gogo ketika menunggu Godot yang tidak pernah datang dan juga tidak pernah diketahui apa siapanya.
“Ya?”
Saya terkejut dan menoleh. Tapi suara itu nampaknya suara saya sendiri yang ingin memecahkan kebuntuan komunikasi.
“Ya tanpa kau sadari, saya telah belajar dari kamu bagaimana melihat banyak hal, kalau tidak bisa dikatakan semua hal, dengan cara yang lain. Bisa aneh, nyeleneh, asing, kurangajar atau gila, tetapi menjadi baru dan melahirkan kesegaran. Dengan begitu hidup yang sama jadi berbeda dalam hitungan detik. Tak ada yang berulang, karena kita selalu menerimanya dengan cara dan pintu yang berbeda. Kau mengajak orang untuk total, orisinal dan otentik. Dan itu tidak mudah, karena memerlukan waktu. Lebih gampang meniru atau menjaplak yang sudah dirampungkan dengan baik oleh orang lain. Terimakasih.”
Saya ulangi sekali lagi.
“Terimakasih.”
Dia memalingkan muka.
“Saya paham, kamu datang malam-malam bukan untuk mendengar aku bilang terimakasih. Seperti dulu, kau ingin menyerap apa yang sedang terjadi. Aku tidak tahu apa kau setuju, tapi aku khawatir. Makin lama makin banyak kelak orang yang tidak pernah mengenal kamu akan bicara tentang kamu. Mereka akan cenderung membuatmu sebagai dongeng. Tidak kalah dengan semua anekdot tentang Chairil Anwar. Banyak orang mengidolakan kelakuan yang ‘gila’ dan tidakan yang anarkis. Kau memiliki semua persyaratan itu. Ketampananmu yang meruntuhkan hati banyak perempuan. Keberanianmu melawan penguasa. Pernyataan-pernyataanmu yang kenes, tajam dan ‘kurangajar’. Semuanya sudah menjadi legenda. Kau akan jadi dongeng yang tak habis-habisnya sehingga kau sendiri habis.”
Tiba-tiba saya mendengar tertawa. Tidak ada orang yang tertawa seperti itu kecuali dia.
“Aku serius. Kelakuanmu akan jauh lebih terkenal dari pikiran-pikiranmu. Apa yang kau maksudkan dengan ‘mempertimbangkan tradisi’, ‘keberanian melawan’, kegagahan dalam kemiskinan’, bagaimana tidak menyerah’, ‘melihat segala-sesuatu dengan sudut pandang baru’ , bisa jadi dimanfaatkan dengan keliru. Gaya kau tampil di panggung, cap ‘burung merak’mu, ucapan-ucapanmu yang gagah, akan terpampang di T-shirt dan dipakai berjuang oleh parlemen jalanan. Walhasil kau akan terus disebut-sebut sekaligus ditinggalkan.”
Saya terkejut oleh pikiran saya sendiri. Tapi waktu menoleh, saya lihat dia tidur. Ini keempat kalinya saya memergoki dia tidur. Pertama, 41 tahun lalu, ketika nonton drama di gedung PPBI, Yogya. Kedua, 24 tahun lalu, waktu nonton drama Brecht di Jerman Timur. Yang ketiga, awal tahun ini, pulang dari pembukaan pameran sketsa almarhum Nashar dalam pesawat Garuda.
“Aku tidak akan ikut menjadikan kamu dongeng. Bagiku kau sebuah buku pelajaran. Kau memang empu yang tinggal di atas awan yang bertugas seperti polisi lalu-lintas pada kebijakan penguasa. Kau juga kawan bercanda di warung samping rel kereta api mendengarkan celoteh para pembual. Tapi kebesaranmu juga musuh, yang harus dilewati oleh seorang kalau ingin berhasil. Seperti yang pernah kau bilang, mengagumi dan menghargai tak boleh sampai menghilangkan sikap kritis.”
Dalam tidurnya, seperti biasa saya dengar dulu di Bengkel Teater, terdengar bunyi keritan gigi. Penyair Darmanto Yt yang juga seorang psikolog itu, pernah bilang, suara itu adalah tanda ambisinya yang besar dan berkobar-kobar.
Belakangan saya bertemu dengan pelukis Hardi sebelum siaran langsung mengenang Rendra di Metro TV. Ceritanya membuat saya sedih. Jadi sebagai orang yang pernah memiliki 3 istri dan 11 anak, Rendra bukan hanya seorang sastrawan besar, tetapi juga seorang kepala keluarga yang punya tanggungjawab berat.
“Ini negeri macam apa, kok membiarkan sastrawan yang sebesar itu sampai cari komisi dari jual lukisanku untuk membiayai keluarganya! “kata Hardi gemas, sambil memperlihat surat Rendra dari penjara, ketika memintanya mencari bantuan ke Buyung Nasution dan Ajip Rosidi untuk mendukung kesejahteraan keluarganya.
Saya merasa amat trenyuh. Tak semua kelakuan almarhum bisa dinilai sebagai sesuatu yang diyakininya. Meskipun dia sudah tersohor sebagai sosok yang tak kenal kompromi. Mungkin ada yang terpaksa dilakukannya dengan berat hati dan penuh kesadaran itu tak pantas, tapi tak ada cara lain. Karena bagaimana pun, sama dengan manusia lainnya, dia harus bertahan. Dostojewsky pun terpaksa menulis cerita bersambung “Rumah Mati Di Seberia” yang tersohor itu di koran, untuk bertahan hidup.
Di situ saya kehabisan kata-kata. Sudah jelas. Tak perlu ditanyakan lagi. Saya tahu kenapa dia duduk di situ. Lalu saya mendekat dan memegang tangannya.
“Aku juga minta maaf, Mas.”
Jakarta, 23 Agustus 09
—————————————————
ROAD SHOW monolog BURUNG MERAK Putu Wijaya & Teater Mandiri
Peringatan 100 hari Rendra dengan menampilkan warisan pemikirannya: Mempertimbangkan Tradisi – Kegagahan Dalam Kemiskinan – Berani Melawan – Pantang Menyerah – Memilih dan Menilai Dengan SUdut Pandang Baru – Total, otentik, enerjetik dan orisinal
lintas:
Bogor (31 Oktober) – Bandung (8 November) – Cirebon (9 November)– Pekalongan (10 November) –Semarang (11 November) –Kudus (12 November) – Yogya (14 November) – Solo (15 November) – Surabaya ( 17 November) - Jombang (18 November) – Mojokerto (19 November) – Surabaya (21 November) – Malang (23 November) – Singaraja (25 November) – Denpasar (27 November).
Mengharapkan teman-teman penyelenggara Roadshow Burung Merak di wilayah memberikan alamat gedung/tempat diselenggarakannya monolog BURUNG MERAK. Bandung (STSI, teater arena), Yogya (Padepokan Butet), Solo (Taman Budaya), Semarang (Unesa), Surabaya (Unair dan Metropolis Apartemen), Malang (Universitas Ma Chung)
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar