Sabtu, 13 Februari 2010

Pilar Kesadaran Rendra

Agus R Sarjono*
http://newspaper.pikiran-rakyat.com/

SUASANA hening dan mencekam–hingga jika saat itu ada jarum jatuh, dentingnya akan nyaring terdengar– saat Rendra membacakan sajaknya “Khotbah”, di Festival Puisi Internasional, Rotterdam. Usai pembacaan, ruang meledak oleh gemuruh tepuk tangan. “Bravo!” ucap seseorang dari barisan penonton, sambil menghampiri Rendra dan memeluknya erat di hadapan para hadirin. Orang itu bernama Pablo Neruda.

Kisah tersebut diriwayatkan oleh penyair Taufiq Ismail yang berada dalam festival itu bersama Rendra berpuluh tahun lalu. Saya yang diceritai kisah itu hanya bisa membayangkannya saja. Namun, beberapa tahun lalu, saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri penerimaan publik asing atas pembacaan puisi Rendra. Dalam festival puisi Berlin, Rendra tampil di panggung terbuka yang didirikan di tengah jalan khusus untuk keperluan festival. Para penonton memenuhi kursi yang dipasang berjajar sepanjang jalan dan sedikit naik ke trotoar. Sementara itu, para pejalan kaki masih bisa berlalu lalang di trotoar dan sebagian duduk-duduk di kursi kafe atau restoran yang ada di sepanjang jalan itu.

Derek Walcott, penyair masyhur pemenang Hadiah Nobel, membacakan sejumlah puisi di sana, dan tepuk tangan penonton bisa dikatakan ala kadarnya. Selepas itu, Rendra tampil membacakan hanya satu puisi, yakni “Khotbah”. Tepuk tangan penonton membahana mengiringi Rendra turun dari panggung hingga akhirnya dia naik lagi ke atas panggung dan memberi salam berkali-kali. Tepuk tangan yang panjang dan lama, rupanya tidak berhasil membujuk Rendra membacakan sajak tambahan.

Waktu itu, Rendra tentulah tidak semuda saat ia membaca puisi di Rotterdam. Namun daya cekam dan pesonanya masih kuat dirasakan para penonton yang jumlahnya ratusan orang, termasuk para pejalan kaki yang berhenti untuk menikmati puisi yang dibacakan Rendra sampai selesai.

Derek Walcott tidak naik ke panggung untuk memeluk Rendra saat itu. Karena saya bukan pemenang Hadiah Nobel, saya hanya memberi selamat dan memeluknya di bawah panggung. Ternyata, bukan hanya di Indonesia, di mancanegara, Rendra adalah pembaca puisi yang hebat. Banyak orang lupa bahwa membaca puisi di hadapan publik, termasuk penonton yang berbondong-bondong membeli karcis untuk menonton pembacaan puisi, pertama kali dipopulerkan oleh Rendra.

Sebagai penyair, nama Rendra sudah dikenal sejak dia masih duduk di bangku SMA, menulis sajak-sajak yang kemudian terkumpul dalam “Balada Orang-orang Tercinta”. Di tengah dominasi sajak-sajak liris ala Chairil Anwar, kehadiran sajak-sajak balada Rendra memberi angin segar pada perpuisian Indonesia saat itu. Berturut-turut kemudian muncul kumpulan puisinya, seperti “Empat Kumpulan Sajak”, “Sajak-sajak Sepatu Tua”, “Blues untuk Bonnie”, dan “Potret Pembangunan dalam Puisi”.

Sajak-sajaknya dalam kumpulan “Blues untuk Bonnie”, merupakan sajak-sajaknya yang terkuat. Meskipun begitu, kumpulan sajaknya yang paling kontroversial adalah “Potret Pembangunan dalam Puisi”. Terbitnya buku itu membuat rakyat dan mahasiswa bersorak, para kritikus kecewa, para pemuja puisi lirik sewot, dan para penguasa meradang berang.

Kekecewaan para kritikus dan sewotnya pencinta lirik dapat dipahami karena mereka merasa kehilangan sajak-sajak master piece Rendra, seperti “Nyanyian Angsa”, “Khotbah”, atau “Blues untuk Bonnie”, dan digantikan oleh sajak-sajak yang oleh Rendra sendiri disebut sebagai “Pamplet Penyair”. Rakyat dan mahasiswa bersorak karena sajak-sajak ini menyuarakan kegelisahan dan protes mereka yang selama ini dibungkam. Para penguasa, sudah barang tentu berang karena dengan sajak-sajak itu, mereka “dibongkar” segala kebobrokannya dengan lantang oleh Rendra.

Rendra, di mata para pencinta liris dikenal sebagai penyair keindahan alam dan panasnya asmara, berkat sajak-sajaknya, seperti “Surat Cinta” dan “Stanza”. Kini menjadi penyair rakyat berkat sajak-sajak protesnya. Ini mengingatkan kita pada sosok Neruda yang dicintai wanita dan Asmaraman dengan kumpulan sajaknya “40 Sajak Cinta dan Satu Sajak Dukalara”; dan dielu-elukan seluruh rakyat Chile sebagai penyair rakyat berkat kumpulan sajak raksasanya “Canto General”. Sekalipun begitu, baik skala maupuan gaya perpuisian Rendra, berbeda dengan Neruda.

**

SELAIN sebagai penyair, Rendra dikenal luas sebagai seorang dramawan. Ia menulis naskah drama, mendirikan Bengkel Teater Rendra, menyutradarai sejumlah pertunjukan, baik repertoir asing maupun karangannya sendiri. Sebagaimana dengan puisi-puisinya dalam “Potret Pembangunan dalam Puisi”, drama yang ia pertunjukkan pun sarat dengan kritik dan renungan sosial, seperti Mastodon dan Burung Kondor, Sekda, atau Panembahan Reso.

Baik pembacaan puisi maupun pertunjukkan teaternya, senantiasa dipadati penonton, bahkan ada suatu masa penonton harus membeli tiket dari calo dengan harga berlipat hanya untuk dapat menonton Rendra baca puisi atau bermain teater. Berbagai pencekalan sudah dilakukan terhadap Rendra, bahkan ia sempat mendekam di penjara karena dianggap pembangkang oleh pemerintah. Semua itu tak bisa menahan Rendra menjadi sang pembangkang paling terkemuka saat itu. Saat itu, ia menjadi idola di mana-mana, khususnya di kalangan muda.

Di masa tua, ia makin jarang berpentas teater. Puisi-puisi makin jarang pula ditulisnya. Politik Indonesia sudah mengalami pergantian dan pergeseran. Rendra masih berada pada keprihatinan yang sama. Reformasi yang terjadi– dan bagaimanapun harus diakui, dia salah satu tokoh utama penyadaran masyarakat jauh sebelum reformasi–rupanya di mata Rendra belum memberi perbaikan signifikan bagi nasib rakyat Indonesia. Di pembaringan rumah sakit pun, ia masih memprihatinkan nasib dan kedaulatan rakyat Indonesia yang dianggapnya mulai dilupakan bersama makin asyiknya para elite bermain politik-politikan.

Keterbukaan yang membuat segala sesuatu boleh disuarakan, di satu sisi, dan dominasi kebanalan industri konsumerisme di sisi lain, membuat sajak-sajak protes sosial tak lagi menjadi suara alternatif bagi banyak orang. Dalam hal itu, keprihatinan atas kondisi nyata harus terus disuarakan oleh penyair yang sadar dan terlibat dengan nasib masyarakatnya. Rendra bagaimanapun harus mencari jalan menjawab persoalan ini. Namun, Tuhan berkehendak memanggilnya dari tengah kita. Boleh jadi, Tuhan Yang Mahapengasih menganggap sudah banyak yang dia korbankan bagi bangsa ini, dan tidak tega membiarkannya masih berkutat memprihatinkan bangsa yang memprihatinkan ini. Sembari melihat dengan mata kepala sendiri, mereka yang sama sekali tak pernah bertungkus lumus melawan rezim, kini bertampilan sebagai pahlawan dan bergelimang kemakmuran dari situasi sosial politik yang tak ikut mereka perjuangkan.

Mbah Surip meninggalkan kita, presiden berbelasungkawa, bangsa Indonesia kehilangan nyanyian pop riang sederhana. Rendra meninggalkan kita, bangsa Indonesia kehilangan salah satu pilar kesadaran berkebudayaannya.

Rendra telah berpulang. Ia sudah selesai bertugas di dunia. Kita yang ditinggalkan berkewajiban menjadikan warisan sastrawi dan pemikiran Rendra sebagai warisan bersama, agar tidak seperti sekarang ini. Semua mengenal Rendra dan kaget kehilangan Rendra, namun tak banyak yang mengenal karya-karyanya.***

*) Penyair dan esais.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati