Senin, 26 Juli 2010

SUNRISE

AS. Sumbawi
 
“Yap. Selesai sudah.” Kucoba mengangkat tas ransel yang memuat segala kebutuhan. Lumayan berat. Dari luar kudengar Bondan memanggil. Aku keluar.
 
“Bagaimana? Sudah beres?” katanya.
“Sip. Beres.”
“Ayo, sudah ditunggu yang lain!” katanya memberi isyarat menunjuk ke jalan. Di sana kulihat sebuah mobil van parkir.
 
“Ya, sebentar.” Aku kemudian mengambil tas ransel di kamar. Sebentar kami sudah berjalan menuju mobil.
 
Siang ini langit cerah. Matahari nyalang bersinar. Udara terasa gerah membuat tubuhku segera berkeringat. Dari kaca mobil yang terbuka aku melihat beberapa orang berada di dalamnya.
 
Kemarin ketika aku berada di kostnya, Bondan mengatakan dirinya akan mendaki gunung Lawu bersama teman-temannya.
 
“Kebetulan kami masih berlima. Dua laki-laki dan tiga perempuan. Kalau kau ikut berarti pas tiga pasang. Bagaimana, mau tidak?” Bondan tertawa sejenak, kemudian menghisap rokoknya.
 
“Ya, aku ikut,” kataku. Dalam kepalaku, acara mendaki ini akan memunculkan suasana yang baru. Refreshing bagiku. Ya, beberapa hari ini pikiranku bleng. Aku tak bisa mengerjakan apa-apa yang sudah menjadi pekerjaan sehari-hari. Kuliah? malas. Menulis? pikiran buntu. Mau membaca? tiba-tiba langsung tertidur. Main game? aku tak begitu suka. Sepanjang hari aku hanya duduk dan mataku terus menerawang. Hanya kehabisan rokok yang membuat aku tersentak. Aku kemudian menyulut sebatang lagi. Dan lagi. Lantas pergi ke warung membeli lagi. Dan lagi. Sementara asbak sudah menyerah tak mampu memuat lagi putung-putungnya. Akhirnya berserakan di lantai kamar. Begitu juga dengan sepai-sepai abunya berjatuhan ke mana-mana.
 
Aku juga sudah mencoba pergi ke mana-mana. Ke kost teman-teman, ke bioskop, ke alun-alun kota, ke toko buku, ke mall. Namun, setiap berada di tempat-tempat tersebut, sebentar kemudian aku sudah merasa bosan. Kemudian pindah ke tempat lain. Akan tetapi, rasa bosan segera mendera lagi. Terus berulang-ulang. Begitu juga dengan ketika aku berada di kost Bondan. Setelah ngobrol-ngobrol sebentar, aku lantas pamit pergi.
 
“Jangan lupa, besok habis Dzuhur,” katanya.
“Ya,” kataku kemudian pergi.
 
Sepanjang perjalanan pulang ke kost, kurasakan rencana mendaki gunung Lawu menguasai pikiranku. Aku cukup senang. Ya, paling tidak aku sudah punya rencana menghabiskan waktu di hari besok. Dua hari. Sabtu dan minggu. Di samping itu, apa yang dikatakan Bondan tentang kami yang menjadi tiga pasang itu, tiga laki-laki tiga perempuan pun memberi semangat tersendiri.
 
Sebelumnya aku dan beberapa orang teman sudah pernah mendaki gunung Lawu. Sayang, dini hari itu, saat kami berada di pos terakhir sebelum mencapai puncak, kami terserang hujan deras disertai angin yang cukup kencang. Memang saat pagi tiba dan arloji menunjukkan sekitar pukul delapan, langit masih mendung, matahari bersinar lebih baik daripada purnama di malam hari, dan angin kencang sudah reda. Namun, hujan masih mengguyur deras sehingga kami kemudian sepakat menggagalkan perjalanan ke puncak. Kami memilih turun daripada kedinginan di tengah gunung dengan baju-baju yang basah. Saat itu aku semester 2. Sejak saat itu, aku belum pernah mendaki gunung lagi. Dan kini, aku sudah semester 6.
***
 
Aku masuk mobil dan berkenalan dengan mereka satupersatu. Tiga perempuan itu masing-masing bernama Shofa, Diah, dan Meyvita. Sementara yang laki-laki bernama Han. Aku berkenalan dengannya di luar mobil. Sebentar kemudian mobil mulai melaju.
***
 
Sepanjang perjalanan kami bercakap-cakap. Aku sering menjadi pendengar. Maklum seperti itu. Aku masih baru di lingkungan mereka. Meskipun aku dan Bondan sendiri sudah akrab sejak kelas 1 SMU. Namun, aku cukup senang karena mereka cantik-cantik. Dan dalam diam itulah aku diam-diam memperhatikan ketiga perempuan tersebut. Kemudian dengan diam-diam pula muncul dalam pandanganku bahwa Diah yang paling menarik di antara ketiganya. Kulitnya yang putih bersinar, rambut hitamnya yang panjang dan halus, bulu matanya yang melengkung, hidungnya yang mancung, bibirnya yang merah dan sedikit tebal, serta dagunya yang lancip terpadu rapi menampakkan sebuah kecantikan yang pas menurut seleraku. Namun sayang, Diah duduk di samping Han yang memegang setir.
***
 
Setelah melewati Solo, percakapan di mobil mereda digantikan dengan percakapan dua orang-dua orang sesuai dengan tempat duduknya. Bondan dengan Meyvita. Aku dengan Shofa. Sementara Diah, tentu saja dengan Han.
 
Aku senang bercakap-cakap dengan Shofa. Sepertinya segala sesuatu diketahui olehnya. Di samping itu, suaranya yang merdu terasa begitu enak masuk ke telingaku. Shofa juga tak kalah cantik dengan Meyvita ataupun Diah. Dan barangkali karena kerap bertatapan mata, dia bertambah cantik di mataku. Meskipun begitu, pesona Diah tak tertandingi. Tak bisa kubendung lagi. Diam-diam aku kerap mencuri-curi pandang memperhatikan dirinya.
***
 
Sebentar lagi kami mencapai Tawang Mangu. Di depan mata kami, gunung Lawu menjulang dengan pesonanya yang terpadu dari keindahan dan kengerian yang terkandung di dalamnya. Dulu, ketika kami mendaki gunung Lawu untuk pertama kali dan gagal mencapai puncak, sesampai di bawah aku mendengar kabar bahwa sudah lima hari empat orang dinyatakan hilang dan dua orang ditemukan meninggal. Memang, saat itu musim penghujan dengan curah hujan yang cukup tinggi dan disertai angin kencang. Membentuk badai. Dan kini, entah, sudah berapa banyak nyawa tercabut selama gunung Lawu dibuka untuk pendakian. Namun begitu, masih banyak juga yang ingin mendakinya. Termasuk kami saat ini.
 
“O, indah sekali,” kata Diah.
“Dan besok pagi kita ada di atas sana,” kata Shofa tersenyum ke arahku.
 
Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Ketika itu kami hendak mendaki gunung Lawu untuk pertama kali. Pada saat seperti ini kudengar salah seorang teman berkata meremehkan.
 
“Ah, cuma segini tingginya?! Kecil,” katanya tentang gunung Lawu. Entahlah, sampai sekarang aku menganggap bahwa kegagalan kami saat itu disebabkan oleh rasa sombong yang ada pada diri kami. Meremehkan ciptaan Tuhan. Maka seketika itu juga, aku berdoa semoga kali ini kami berhasil sampai di puncak. Ya, aku tak ingin gagal lagi.
 
Arloji menunjukkan sekitar pukul empat sore ketika kami sampai di Tawang Mangu. Kami kemudian berhenti di depan sebuah rumah makan. Istirahat, makan, shalat, dan lain-lain. Satu jam kemudian, kami melanjutkan perjalanan ke Cemoro Sewu.
***
 
Malam hari setelah sholat Isya’, kami mengecek segala peralatan. Hawa begitu dingin dan terasa menusuk tulang. Kami pun memakai jaket, meskipun aku yakin bahwa sebelum mencapai pos pertama nanti kami sudah berkeringat.
 
Setelah melapor ke pos penjaga, kami berkumpul kembali. Berdoa bersama. Semoga selamat sampai di puncak. Dan selamat pula sampai di bawah. Kemudian kami memulai langkah memasuki gerbang. Aku berjalan di depan. Kemudian Shofa, Diah, Han, Meyvita, dan Bondan paling belakang.
***
 
Sepanjang perjalanan dari pintu gerbang ke pos pertama, kemudian dari post pertama ke pos kedua, lantas dari pos kedua ke pos ketiga, suasana hutan masih terasa sama—langit cerah. Suara binatang malam saling bersahut-sahutan dan kunang-kunang yang bersinar kekuningan terbang di sekitar kami—kecuali rute-nya yang tambah menanjak dan pohon-pohon yang bertambah padat. Di pos-pos itulah kami berhenti. Istirahat sejenak, kemudian meneruskan perjalanan. Dan di pos pertama, kami sudah menanggalkan jaket kami karena tubuh sudah terasa hangat. Sepanjang perjalanan itu pula, kami dilewati beberapa rombongan pendaki lain.
***
 
Di tengah perjalanan menuju pos keempat, terakhir sebelum puncak, tiba-tiba keadaan cuaca berubah. Langit menjadi gelap. Di sekitar tak terdengar lagi suara binatang malam. Dan tak jauh di atas kepala kami, angin bertiup terdengar bagai gemuruh. Terasa mencekam. Dalam hati ada yang terasa tidak enak. Khawatir sesuatu akan terjadi. Sebentar kemudian hujan mengguyur deras. Kemudian di bawah sebatang pohon kami berteduh sejenak. Memakai jaket dan mantel dan mulai berjalan kembali. Dengan disinari cahaya senter, kulihat arloji menunjukkan pukul setengah dua dini hari.
 
Setengah jam berjalan, dari arah depan kemudian kulihat cahaya senter diarahkan ke arah kami disertai teriakan.
 
“Pos empat. Pos empat. Selamat datang.” Sebentar kami sudah sampai di sana.
Setelah bersalaman dan berbasa-basi dengan rombongan lain yang terdiri empat orang laki-laki, sebentar kemudian kami istirahat. Aku cukup bersyukur dengan hal itu. Ya, lebih baik di sini daripada kehujanan di jalan setapak yang cukup terjal dan licin. Di samping itu, tubuh kami pun terasa letih. Akan tetapi setelah beberapa menit beristirahat, aku merasakan sesuatu yang buruk. Ya, pos empat ini menghadap ke tempat yang terbuka. Dari arah depan angin bertiup cukup kencang disertai hujan menghempas tubuh kami.
 
Tak lama kemudian, aku melihat semua yang ada di situ rebah dengan melipat tubuhnya untuk menahan dingin. Aku bergabung bersama mereka. Barangkali karena dingin yang sangat di samping rasa letih, tanpa sengaja sebentar kemudian kami sudah berpelukan dengan berselimut mantel. Dan aku enggan untuk mencoba melihat siapa yang kupeluk erat waktu itu. Dalam hati aku tak putus-putus berdoa semoga badai ini cepat-cepat reda. Semoga kami selamat dan tidak mati kedinginan di sini. Sebenarnya aku ingin bangun dan menyalakan api membakar parafin. Akan tetapi, untuk membuka sarung tangan saja aku merasa sangat kesulitan.
 
Entah, sudah berapa lama? Dan selama itu, aku tak yakin bahwa kami bisa tidur. Akan tetapi, berada di antara keadaan tidur dan sadar. Tiba-tiba aku mendengar suara lirih meluncur di depanku. Sangat dekat. Terasa menempel. Suara seorang perempuan. Aku menduga ia adalah Diah. Ya, aku yakin itu.
 
“Ayah, ibu, kakak dan adikku. Kalau aku mati di sini, relakan aku, ya. Aku ke sini untuk melihat keindahan ciptaan-Nya. Maafkan aku tak minta izin kalian,” begitu katanya. Dalam hati aku ingin tertawa. Namun, rasa dingin tak mengizinkan hal itu.
Segera kueratkan pelukanku di tubuhnya. Aku tak ingin ia kedinginan dan mati membeku. Dia masih muda dan cantik. Hatiku tertawan olehnya.
 
Memang, selama ini aku pernah berpacaran dua kali. Namun, aku tak pernah mengalami keadaan yang begitu dekat seperti ini. Wajah kami saling menempel seperti ini. Kalau saja saat ini bukan karena rasa dingin dan letih yang sangat, barangkali akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan di antara aku dan Diah. Namun, tidak. Sekali lagi tidak. Libidoku tetap berada di level bawah. Di samping itu, untuk kencing saja aku sudah tak punya keinginan untuk menghindar mencari tempat. Akhirnya kualirkan saja membasahi celanaku yang sudah basah. Dan terasa hangat di paha.
***
 
Entah, berapa lama berselang. Kudengar beberapa orang berteriak membangunkan kami. Saat terbangun aku melihat langit pucat. Matahari bersinar lebih baik daripada purnama di malam hari. Angin kencang sudah reda. Namun, hujan masih mengguyur. Kulihat arloji menunjukkan pukul delapan kurang sepuluh menit. Kemudian kuperhatikan mereka satupersatu. Kusut, tentu saja. Ketika aku dan Diah bertatapan mata, kami saling melempar senyum. Ah, masih saja ia tampak menawan, pikirku. Sebentar kemudian, parafin telah terbakar dan kami duduk menjerang tangan.
 
Karena hujan belum juga reda, dalam kesempatan itu kami kemudian bersepakat menggagalkan perjalanan ke puncak. Untuk mengobati rasa kecewa, kami akhirnya pergi melihat Grojogan Sewu. Dan aku sangat gembira karena di Grojogan Sewu kami selalu berdekatan. Aku dan Diah.
***
 
Sore itu Shofa meneleponku. Dalam kesempatan itu, ia tak bosan-bosannya menceritakan pengalaman mendaki gunung Lawu kemarin. Ia sangat senang bisa mencapai puncak. Tentu saja, aku tak percaya. Bukankah kami turun setelah diserang badai? Namun, ia terus-menerus meyakinkan bahwa kami pagi itu sampai di puncak. Dan sebelum menutup telepon, tiba-tiba ia mengatakan apakah aku tak ingin pergi ke kostnya? Aku kemudian minta maaf karena masih terasa letih.
 
Setelah menutup telepon, aku pergi ke kost Bondan. Sepanjang perjalanan aku masih belum percaya tentang apa yang dikatakan oleh Shofa itu.
***
 
Aku tersentak. Bondan menunjukkan kepadaku foto-foto kami ketika berada di puncak Lawu. Aku tak bisa mengelak lagi.
 
“Kau begitu mesra dengannya,” kata Bondan ketika aku memperhatikan foto aku dan Shofa sedang berangkulan dengan background Grojogan Sewu.
 
Seperti tersadar, lemaslah tubuhku. Ternyata, beberapa hari ini pikiranku tidak hanya bleng. Tapi, sudah menciptakan halunisasi. Memang, ini bukan pertama kali kualami. Namun, aku kecewa. Kenapa hal itu terjadi saat moment penting itu muncul? O, Sunrise yang begitu indah. Lagi-lagi aku gagal menikmati keindahannya. Dan Shofa, apa yang telah terjadi dengannya?
***

http://sastra-indonesia.com/2009/01/sunrise/

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati