Sabtu, 23 Oktober 2010

MASIH SEPUTAR PENJURIAN YANG MISTERIUS

Maman S. Mahayana
http://mahayana-mahadewa.com/

Sebuah amplop cukup besar, saya terima, 7 Januari 2002. Isinya, satu plakat agak mewah dan selembar surat. Ternyata, pengirimnya Panitia Panyelenggara Khatulistwa Literary Award (KLA) Indonesia’s Best Fiction Award 2000–2001. Plakat dimaksudkan sebagai simbol pernyataan keberterimaan dan barangkali juga penghargaan dari Panitia Panyelenggara, sedangkan surat dapatlah dianggap sebagai utusan panitia itu yang hendak menyampaikan ucapan terima kasih kepada juri.

Selaku juri, perasaan hati saya mendadak menggelembung saat membaca surat itu. Pasalnya, saya sadar betul, bahwa peran saya dalam penjurian itu terlalu kecil, bahkan mungkin juga tak bermakna apa-apa. Apalagi jika mengingat hasilnya yang diperlakukan mirip angket atau polling. Meski begitu, tidak urung, saya senang juga, hitung-hitung panitia telah menghargai kewajiban saya membaca sekian buku dalam kurun waktu setahun (2000–2001) dan kemudian memberikan daftarnya dalam urutan 10 terbaik.

Mencermati isi teks surat itu, tampak benar bahwa para penanda tangannya tidak pelak lagi adalah orang-orang yang terpelajar. Paling tidak, mereka sangat mengerti etika manajemen, profesional, begitu takzim, dan menghormati kerja sama. Ungkapannya sungguh membesarkan hati dan sangat mengesankan. Jadi, kurang tepatlah jika menduga panitia tak paham etika dan tak tahu sopan-santun. Tetapi, apakah mereka itu panitia, penaja, atau penaja sekaligus juga panitia?

Pertanyaan itu muncul berkaitan dengan tarikh yang tercantum dalam plakat, 18 November 2001 dan surat, 28 November 2001. Mengapa saya baru menerimanya tanggal 7 Januari 2002. Jadi, lebih dari satu bulan surat itu tercecer entah di mana. Mungkin surat itu tersimpan rapi di dalam laci atau barangkali juga pada mulanya kedua barang itu tak hendak dikirimkan. Bahkan, muncul pula pertanyaan lebih ekstrem: Jangan-jangan, surat dan plakat itu buru-buru dibuat justru setelah gencar publikasi mengenai kontroversi penyelenggaraan KLA. Persoalan itu tentu saja hanya panitia yang paling tahu.

Bagi saya jelas, bahwa para penaja yang amat terpelajar itu telah mempercayakan operasionalisasinya pada kerja panitia yang amatiran. Bagaimana mungkin surat bertarikh 28 November 2001, baru sampai ke alamat yang dituju lewat sebulan kemudian? Ini seperti kerja dalam birokrasi Pemda yang hampir selalu terlambat dalam tugas apapun. Jika saya tinggal di pendalaman Papua, keterlambatan itu pastilah satu keniscayaan. Tetapi, Jakarta–Depok merupakan jarak yang dapat ditempuh dalam waktu sekejap. Jadi, kembali lagi, mengingat lamanya keterlambatan itu, perasaan yang tadi berbunga-bunga, mendadak menciut. Ah, panitia ini ada-ada saja atau sengaja meledek?
***

Terlepas dari persoalan harga-menghargai dan besar-kecilnya kontribusi juri serta terjadinya kontroversi pemilihan pemenang, penyelenggaraan KLA dapat memberi kontribusi penting yang bakal besar pengaruhnya bagi perkembangan kesusastraan Indonesia jika diselenggarakan secara berkelanjutan dan ditangani oleh panitia yang profesional. Sebaliknya, jika penyelenggaraannya hanya sekali ini atau dalam bahasa Chairil Anwar, sekali (tidak) berarti, sesudah itu mati, maka kontribusinya itu, benar-benar mati sebelum lahir. Ia keguguran dalam kandungan, meski nama calon bayi sudah dipublikasikan. Oleh sebab itu, betapapun gencar berbagai serangan terhadap panitia, para penaja hendaknya tidak main-main dengan gagasannya sendiri. Badai pasti berlalu, dan penyelenggaraan KLA jalan terus. Tentu saja itupun dengan beberapa catatan.

Pertama, seperti ditulis Budi P Hatees (MIM, 13/1/2002) soal kriteria pemilihan dan argumen yang melandasinya, patutlah menjadi bahan pemikiran. Dewan juri mesti dapat mempertanggungjawabkannya kepada publik. Tanpa itu, kembali, berbagai dugaan penjurian yang misterius, bakal kembali terulang. Dalam hal ini, kerja sama dengan pihak pers niscaya akan sangat membantu publikasi pertanggungjawaban juri kepada publik.

Kedua, berkaitan dengan butir pertama, sungguh tidak adil jika dari sekian karya sastra itu hanya dipilih satu karya dari satu ragam sastra. Bagaimana mungkin kita mempersamakan antologi puisi dengan antologi cerpen, drama dengan novel? Masing-masing ragam sastra itu, selalu memunculkan kelebihannya sendiri. Perangkat penilaian bagi puisi, tentu tak sama dengan perangkat penilaian bagi novel, drama dan cerpen. Jika kita analogikan sastra sebagai buah-buahan, maka keempat ragam sastra itu dapatlah ditamsilkan sebagai durian, mangga, apel, dan jeruk. Adilkah, kriteria penilaian untuk mengukur rasa dan kenikmatan durian, kita terapkan untuk mangga, apel, dan jeruk? Jadi, tak terhindarkan pemenangnya harus dalam empat kategori: puisi, novel, cerpen, drama. Itulah cara yang paling adil. Itulah sumbangan penting bagi para sastrawan, dalam ragam apapun mereka itu berkiprah!

Ketiga, untuk menunjukkan bahwa panitia cukup profesional, juri mesti disodori daftar buku yang mesti dinilai yang terbit dalam kurun waktu setahun. Meskipun begitu, panitia masih membuka diri jika ada satu-dua buku yang luput dari catatan panitia yang mungkin disodorkan salah seorang juri. Tinggal tugas panitia untuk menyusulkan atau memberitahukan kepada juri lain tentang adanya tambahan itu. Dalam hal ini, setiap juri sudah diberi koridor yang jelas tentang sejumlah buku yang patut dinilai. Dengan cara ini, panitia sekaligus “memaksa” juri untuk membaca buku-buku yang hendak dinilainya atau tidak menilai buku-buku yang mungkin belum dibacanya. Jadi, juri bekerja secara benar dan profesional dan tidak asal menulis judul-judul buku begitu saja. Di sini, moralitas dan kejujuran juri benar-benar dipertaruhkan.

Keempat, untuk mencapai kesepakatan dan kesepahaman penilaian dewan juri, panitia mesti berusaha mempertemukan dewan juri dalam sebuah ruang perdebatan. Di situlah para juri menyampaikan argumen dan dasar penilaiannya. Biarkanlah mereka berbalahan. Jika tidak ada titik temu, terpaksalah dilakukan voting. Meskipun tampaknya seperti meniru cara anggota dewan dalam memutuskan sesuatu, voting para juri ini pastilah tidak bakal diwarnai politik uang. Saya masih percaya, semiskin-miskinnya juri, moralitasnya barangkali masih belum tercemar oleh perbuatan suap-menyuap. Jika dalam proses penjurian itu, ada juri yang terlibat suap-menyuap, kita tinggal menunggu doa dari sastrawan Indonesia dan segenap komunitasnya: “Semoga arwah juri yang bersangkutan diterima di sisi Tuhan.”

Kelima, untuk menghindari adanya penilaian subjektif, karya juri yang mungkin masuk nominasi, mesti gugur demi objektivitas. Jika karya itu tetap hendak dimasukkan sebagai salah satu nominasi dan memang pantas dinominasikan, maka pengarangnya harus mundur selaku juri. Kembali, langkah ini semata-mata demi objektivitas.
***

Dalam banyak kasus sejenis yang terjadi di negara mana pun di dunia, munculnya kontroversi terhadap pilihan juri, sesungguhnya bukanlah hal yang baru. Saat Pramudya Ananta Toer terpilih sebagai peraih hadiah Ramon Magsaysay (1995), berbagai kalangan banyak yang mempertanyakan keputusan itu mengingat sepak terjang Pram pada pertengahan tahun 1960-an dianggap berlawanan dengan moralitas dan semangat kebebasan yang melandasi pemberian hadiah tersebut. Demikian juga, beberapa di antara pemenang hadiah Nobel, seperti Claude Simon (1985) dan Wole Soyinka (1986), tidak urang dipertanyakan dasar keterpilihannya yang pada gilirannya melahirkan kontroversi. Dalam pemberian hadiah-hadiah semacam itu, lahirnya kontroversi yang mengikuti keputusan juri merupakan hal biasa. Tetapi toh, munculnya berbagai kontroversi seperti itu, sama sekali tidak mengurangi berbagai pihak, institusi atau lembaga tertentu untuk menghentikannya. Di negara-negara maju, penghargaan dan pemberian hadiah pada karya seni, termasuk sastra, terus saja bermunculan dengan nama dan hadiah yang bervariasi.

Dalam sejarah sastra Indonesia, kita juga mencatat tidak kurang dari 15 hadiah, baik dari pemerintah maupun yayasan atau institusi dalam dan luar negeri, yang diberikan kepada sejumlah sastrawan kita. Sebagian besar di antaranya, seperti Hadiah Sastra Nasional BMKN, Hadiah Sastra Yamin, Hadiah Martinus Nijhoff, Hadiah Akademi Jakarta, Hadiah Dewan Kesenian Jakarta, Hadiah Sastra Yayasan Jaya Raya, Anugerah Sastra Chairil Anwar, dan Hadiah A. Teeuw, tidak melanjutkan lagi kegiatannya. Oleh karena itu, adanya Khatulistiwa Literary Award (KLA) Indonesia’s Best Fiction Award, dapat dimaknai sebagai monumen penting atau sekadar numpang lewat belaka dalam catatan perjalanan sejarah sastra kita.

Tentu saja kita berharap, KLA dapat menjadi monumen. Pasalnya, terlalu sedikit pengusaha kita yang punya perhatian besar pada bidang sastra. Kiprah mereka umumnya berkaitan dengan kepentingan bisnis atau sekadar cari popularitas. Lalu, apakah para penaja KLA termasuk golongan pengusaha macam itu atau mereka memang punya ambisi besar untuk mengangkat harkat dan martabat kesusastraan Indonesia di amta bangsanya sendiri? Jawabnya kita tunggu saja kiprah KLA di masa-masa mendatang. Apakah KLA berhenti sampai di sini atau jalan terus hingga entah kapan. Jika jalan terus, yakinlah kita bahwa kelak KLA akan sangat berwibawa dan berpengaruh di antara penghargaan lain yang bertebaran di negeri ini.

(Penulis Staf Pengajar FSUI, Depok).

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati