Maman S. Mahayana
http://mahayana-mahadewa.com/
Sebuah amplop cukup besar, saya terima, 7 Januari 2002. Isinya, satu plakat agak mewah dan selembar surat. Ternyata, pengirimnya Panitia Panyelenggara Khatulistwa Literary Award (KLA) Indonesia’s Best Fiction Award 2000–2001. Plakat dimaksudkan sebagai simbol pernyataan keberterimaan dan barangkali juga penghargaan dari Panitia Panyelenggara, sedangkan surat dapatlah dianggap sebagai utusan panitia itu yang hendak menyampaikan ucapan terima kasih kepada juri.
Selaku juri, perasaan hati saya mendadak menggelembung saat membaca surat itu. Pasalnya, saya sadar betul, bahwa peran saya dalam penjurian itu terlalu kecil, bahkan mungkin juga tak bermakna apa-apa. Apalagi jika mengingat hasilnya yang diperlakukan mirip angket atau polling. Meski begitu, tidak urung, saya senang juga, hitung-hitung panitia telah menghargai kewajiban saya membaca sekian buku dalam kurun waktu setahun (2000–2001) dan kemudian memberikan daftarnya dalam urutan 10 terbaik.
Mencermati isi teks surat itu, tampak benar bahwa para penanda tangannya tidak pelak lagi adalah orang-orang yang terpelajar. Paling tidak, mereka sangat mengerti etika manajemen, profesional, begitu takzim, dan menghormati kerja sama. Ungkapannya sungguh membesarkan hati dan sangat mengesankan. Jadi, kurang tepatlah jika menduga panitia tak paham etika dan tak tahu sopan-santun. Tetapi, apakah mereka itu panitia, penaja, atau penaja sekaligus juga panitia?
Pertanyaan itu muncul berkaitan dengan tarikh yang tercantum dalam plakat, 18 November 2001 dan surat, 28 November 2001. Mengapa saya baru menerimanya tanggal 7 Januari 2002. Jadi, lebih dari satu bulan surat itu tercecer entah di mana. Mungkin surat itu tersimpan rapi di dalam laci atau barangkali juga pada mulanya kedua barang itu tak hendak dikirimkan. Bahkan, muncul pula pertanyaan lebih ekstrem: Jangan-jangan, surat dan plakat itu buru-buru dibuat justru setelah gencar publikasi mengenai kontroversi penyelenggaraan KLA. Persoalan itu tentu saja hanya panitia yang paling tahu.
Bagi saya jelas, bahwa para penaja yang amat terpelajar itu telah mempercayakan operasionalisasinya pada kerja panitia yang amatiran. Bagaimana mungkin surat bertarikh 28 November 2001, baru sampai ke alamat yang dituju lewat sebulan kemudian? Ini seperti kerja dalam birokrasi Pemda yang hampir selalu terlambat dalam tugas apapun. Jika saya tinggal di pendalaman Papua, keterlambatan itu pastilah satu keniscayaan. Tetapi, Jakarta–Depok merupakan jarak yang dapat ditempuh dalam waktu sekejap. Jadi, kembali lagi, mengingat lamanya keterlambatan itu, perasaan yang tadi berbunga-bunga, mendadak menciut. Ah, panitia ini ada-ada saja atau sengaja meledek?
***
Terlepas dari persoalan harga-menghargai dan besar-kecilnya kontribusi juri serta terjadinya kontroversi pemilihan pemenang, penyelenggaraan KLA dapat memberi kontribusi penting yang bakal besar pengaruhnya bagi perkembangan kesusastraan Indonesia jika diselenggarakan secara berkelanjutan dan ditangani oleh panitia yang profesional. Sebaliknya, jika penyelenggaraannya hanya sekali ini atau dalam bahasa Chairil Anwar, sekali (tidak) berarti, sesudah itu mati, maka kontribusinya itu, benar-benar mati sebelum lahir. Ia keguguran dalam kandungan, meski nama calon bayi sudah dipublikasikan. Oleh sebab itu, betapapun gencar berbagai serangan terhadap panitia, para penaja hendaknya tidak main-main dengan gagasannya sendiri. Badai pasti berlalu, dan penyelenggaraan KLA jalan terus. Tentu saja itupun dengan beberapa catatan.
Pertama, seperti ditulis Budi P Hatees (MIM, 13/1/2002) soal kriteria pemilihan dan argumen yang melandasinya, patutlah menjadi bahan pemikiran. Dewan juri mesti dapat mempertanggungjawabkannya kepada publik. Tanpa itu, kembali, berbagai dugaan penjurian yang misterius, bakal kembali terulang. Dalam hal ini, kerja sama dengan pihak pers niscaya akan sangat membantu publikasi pertanggungjawaban juri kepada publik.
Kedua, berkaitan dengan butir pertama, sungguh tidak adil jika dari sekian karya sastra itu hanya dipilih satu karya dari satu ragam sastra. Bagaimana mungkin kita mempersamakan antologi puisi dengan antologi cerpen, drama dengan novel? Masing-masing ragam sastra itu, selalu memunculkan kelebihannya sendiri. Perangkat penilaian bagi puisi, tentu tak sama dengan perangkat penilaian bagi novel, drama dan cerpen. Jika kita analogikan sastra sebagai buah-buahan, maka keempat ragam sastra itu dapatlah ditamsilkan sebagai durian, mangga, apel, dan jeruk. Adilkah, kriteria penilaian untuk mengukur rasa dan kenikmatan durian, kita terapkan untuk mangga, apel, dan jeruk? Jadi, tak terhindarkan pemenangnya harus dalam empat kategori: puisi, novel, cerpen, drama. Itulah cara yang paling adil. Itulah sumbangan penting bagi para sastrawan, dalam ragam apapun mereka itu berkiprah!
Ketiga, untuk menunjukkan bahwa panitia cukup profesional, juri mesti disodori daftar buku yang mesti dinilai yang terbit dalam kurun waktu setahun. Meskipun begitu, panitia masih membuka diri jika ada satu-dua buku yang luput dari catatan panitia yang mungkin disodorkan salah seorang juri. Tinggal tugas panitia untuk menyusulkan atau memberitahukan kepada juri lain tentang adanya tambahan itu. Dalam hal ini, setiap juri sudah diberi koridor yang jelas tentang sejumlah buku yang patut dinilai. Dengan cara ini, panitia sekaligus “memaksa” juri untuk membaca buku-buku yang hendak dinilainya atau tidak menilai buku-buku yang mungkin belum dibacanya. Jadi, juri bekerja secara benar dan profesional dan tidak asal menulis judul-judul buku begitu saja. Di sini, moralitas dan kejujuran juri benar-benar dipertaruhkan.
Keempat, untuk mencapai kesepakatan dan kesepahaman penilaian dewan juri, panitia mesti berusaha mempertemukan dewan juri dalam sebuah ruang perdebatan. Di situlah para juri menyampaikan argumen dan dasar penilaiannya. Biarkanlah mereka berbalahan. Jika tidak ada titik temu, terpaksalah dilakukan voting. Meskipun tampaknya seperti meniru cara anggota dewan dalam memutuskan sesuatu, voting para juri ini pastilah tidak bakal diwarnai politik uang. Saya masih percaya, semiskin-miskinnya juri, moralitasnya barangkali masih belum tercemar oleh perbuatan suap-menyuap. Jika dalam proses penjurian itu, ada juri yang terlibat suap-menyuap, kita tinggal menunggu doa dari sastrawan Indonesia dan segenap komunitasnya: “Semoga arwah juri yang bersangkutan diterima di sisi Tuhan.”
Kelima, untuk menghindari adanya penilaian subjektif, karya juri yang mungkin masuk nominasi, mesti gugur demi objektivitas. Jika karya itu tetap hendak dimasukkan sebagai salah satu nominasi dan memang pantas dinominasikan, maka pengarangnya harus mundur selaku juri. Kembali, langkah ini semata-mata demi objektivitas.
***
Dalam banyak kasus sejenis yang terjadi di negara mana pun di dunia, munculnya kontroversi terhadap pilihan juri, sesungguhnya bukanlah hal yang baru. Saat Pramudya Ananta Toer terpilih sebagai peraih hadiah Ramon Magsaysay (1995), berbagai kalangan banyak yang mempertanyakan keputusan itu mengingat sepak terjang Pram pada pertengahan tahun 1960-an dianggap berlawanan dengan moralitas dan semangat kebebasan yang melandasi pemberian hadiah tersebut. Demikian juga, beberapa di antara pemenang hadiah Nobel, seperti Claude Simon (1985) dan Wole Soyinka (1986), tidak urang dipertanyakan dasar keterpilihannya yang pada gilirannya melahirkan kontroversi. Dalam pemberian hadiah-hadiah semacam itu, lahirnya kontroversi yang mengikuti keputusan juri merupakan hal biasa. Tetapi toh, munculnya berbagai kontroversi seperti itu, sama sekali tidak mengurangi berbagai pihak, institusi atau lembaga tertentu untuk menghentikannya. Di negara-negara maju, penghargaan dan pemberian hadiah pada karya seni, termasuk sastra, terus saja bermunculan dengan nama dan hadiah yang bervariasi.
Dalam sejarah sastra Indonesia, kita juga mencatat tidak kurang dari 15 hadiah, baik dari pemerintah maupun yayasan atau institusi dalam dan luar negeri, yang diberikan kepada sejumlah sastrawan kita. Sebagian besar di antaranya, seperti Hadiah Sastra Nasional BMKN, Hadiah Sastra Yamin, Hadiah Martinus Nijhoff, Hadiah Akademi Jakarta, Hadiah Dewan Kesenian Jakarta, Hadiah Sastra Yayasan Jaya Raya, Anugerah Sastra Chairil Anwar, dan Hadiah A. Teeuw, tidak melanjutkan lagi kegiatannya. Oleh karena itu, adanya Khatulistiwa Literary Award (KLA) Indonesia’s Best Fiction Award, dapat dimaknai sebagai monumen penting atau sekadar numpang lewat belaka dalam catatan perjalanan sejarah sastra kita.
Tentu saja kita berharap, KLA dapat menjadi monumen. Pasalnya, terlalu sedikit pengusaha kita yang punya perhatian besar pada bidang sastra. Kiprah mereka umumnya berkaitan dengan kepentingan bisnis atau sekadar cari popularitas. Lalu, apakah para penaja KLA termasuk golongan pengusaha macam itu atau mereka memang punya ambisi besar untuk mengangkat harkat dan martabat kesusastraan Indonesia di amta bangsanya sendiri? Jawabnya kita tunggu saja kiprah KLA di masa-masa mendatang. Apakah KLA berhenti sampai di sini atau jalan terus hingga entah kapan. Jika jalan terus, yakinlah kita bahwa kelak KLA akan sangat berwibawa dan berpengaruh di antara penghargaan lain yang bertebaran di negeri ini.
(Penulis Staf Pengajar FSUI, Depok).
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar