Kamis, 15 September 2011

Bidadari Pasar

Sabrank Suparno
http://forumsastrajombang.blogspot.com/

Kau bukan bidadari surga. Maka tubuhmu dilempar ke pintu pasar. Tugasmu hanyalah menolong pembelanja kesasar, bingung di tengah jubel dan hiruk pikuk pedagang, atau ibu ibu yang hendak membeli daging sapi. Daging yang dibantai para jagal malam hari, sebelum paginya dijajahkan di lapak lapak pedagang.*

Kau yang dulu mengesankan, lugu dan mempesona, tiba-tiba menjadi Leak betina yang menjelma seekor burung kedasih. Burung yang membuntuti gerak malamku sembari hinggap di rerimbunan carang bambu. Sorot matamu nanar. Berkilau setajam ujung belati. Sekilas pandang saja, dadaku tercabik beribu sayatan.

Andai santet atau tenun, tak sampai menyeberangi lautan. Tapi Leak..! Leak tak kenal seberangan. Rasanya ke pulau mana pun, tetap kau incar kematianku. Bukan kematian secara wajar dan mudah, melainkan sekaratku dalam sunyi, kelam, merasuk seutas jiwa, penuh bisikan, rintihan, konstan dan pasti. Kalapmu pun seperti tak mau tau, bahwa kematian akan mencuri hal berharga dalam hidupku.

Firda..! Waktu kecil, apa kau tak pernah digendong ibumu. Dibelai dan diayun-ayun sembari melelapkan nakalmu dengan tembang // tak lelo..lelo..lelo.. ledung // Jika pernah, kau pasti menyadari kalau kehidupan itu seperti mata dadu. Sekali kocok, akan wujud tatanan baru. Yang hokki hari ini, mungkin esok kartu mati.

Seribu abad lebih, luka ini meradang dalam tubuh. Rasanya, luapan itu ingin ku bredel dari dadaku. Ku congkel, lalu ku peras. Cairan nanah dan darah pekatnya akan kubasuhkan ke wajahmu. Agar mata, hidung, bibir dan alismu terbahak tawa. Yah.., terbahak hingar. Supaya dendam pada lelaki yang menyakitimu sepadan. Lelaki yang lalu lalang di gerbang cintamu. Atau, lelaki yang sekedar mengintip dari cela jendelanya. Para lelaki sebelum kedatanganku.

Kau ingat! Saat kita bertiga, aku, kau dan lelaki yang kau cintai. Apa yang kau lakukan tatkala kita bertiga? Kau memojokkan aku demi menggaet simpatinya. Kau ingat! Dua minggu sebelum lelaki yang kau harapkan bertahun-tahun itu hendak menikah? Aku ingin mengatakan pada lelakimu yang codet dan bebal, bahwa kau mencintanya. Dengan harapan ia mengurungkan pernikahannya dan menyadari kalau kau menyukainya sejak lama, dan lalu ia menggandengmu ke pelaminan yang sakral itu. Padahal saat itu kau resmi berpacaran denganku.

Firda. Kau memang bukan wanita surga. Tetapi wanita pasar. Wanita yang selalu menjual sampah pun hingga laku. Nganga luka ini adalah saat menjinakkanmu dengan busur runcing yang ku cecam racun asmara. Ku tanya, apa saat ini ada lelaki yang memilikimu? “Tidak,” jawabmu. Aku langsung mengatakan, bantulah aku bagaimana caranya agar aku bisa memilikimu. Sejak saat itulah aku selalu iri kepada hujan. Hujan yang selalu mengguyur tiap aku hendak menanam benih cintaku. Aku pun curiga pada gerimis. Gerimis yang selalu menyaput jaket lusuh dan rambut ikalku tiap hendak mengairi tumbuh dan kembangnya bunga-buah cintaku. Aku juga curiga pada petir. Yang kilatnya hendak menebas sesemian dahan dan ranting cintaku. Namun atas nama kemenangan cinta, segalanya menjadi irama pembebasan. Apalah arti hujan dan gerimis, petirnya pun hanya berondong petasan di hari raya.

Kau memang bukan wanita surga. Tidak. Kau katakana tidak. Kau tau! Tidak adalah konsekuensi keberanian. Tidak dan iya, adalah pilihan. Bahwa mengatakan tidak, harus meninggalkan yang iya. Begitu pula tuk berkata iya, dibutuhkan keberanian untuk menanggalkan yang tidak. Iya dan tidak itu pencarian. Bukan lelunturan gincu bibir wanita yang dilumat laki-laki di ruang cinta.

Mulanya aku membenci lelakimu yang budek dan sok pilih pilih itu. Kenapa ia tak memilihmu. Ternyata, kau yang memang binal. Kejalanganmu menjajahkan cinta obral ke tiap apa dan siapa yang kau kagumi di lapak pasar. Bukan apa yang kau butuhkan.

Meski cebol, lelakimu digandrungi banyak wanita. Bukan karena asmara. Tetapi lalakimu itu lihai menjajahkan dagangan di pasar. Bahkan, demi konsekuensi dia sebagai pedagang, ia rela bertransaksi narkoba hingga dikejar-kejar polisi. Tak cuma itu. Ia juga dikejar dirinya sendiri.

Atau memang kau tak pernah tau, bahwa kau bukan tipe lelaki itu. Sebab ia sering bercerita kepadaku, kalau kekasihnya wanita darah biru di Jogjakarta. Tentu bagi lelakimu, kau terlalu hina dipilihnya. Mestinya, lelakimu itu memberi kejelasan sikap kepadamu, kalau hubungan kalian sebatas kawan dagang. Dan bukan diam seperti mata kail yang umpannya ditarik ulur agar kau tetap bisa dimanfaatkan saat kesepian. Pedagang memang suka menggantungkan transaksi. Kalau pun tidak untung, jangan sampai rugi.

Firda. Kesalahanmu cuma satu. Karena kau wanita. Manusia yang punya cinta, tapi tak berhak menyinta. Kewanitaan wanita ialah ketika ia dicinta. Bukan menyinta. Sebagaimana kelaki-lakian lelaki ialah menyinta. Bukan mengobral cinta di lapak pasar wanita.

Kau memang bidadari pasar. Sejak berseliweran di pintu pasar, aku sering mengamatimu dari warung reot tepi sungai yang tak jauh dari pintu pasar. Aku juga melihat ketika kau harus kelayapan luar kota hingga basah kuyup mencari dagangan. Itulah kau. Yang aku pikir mengerti kehidupan di luar pasar. Untuk menjengukku saja yang hampir sekarat, kau tak peduli. Kau benar benar bulat menjadi bola dagangan. Tak lagi menjadi segumpal salju di gurun es. Salju yang menyejukkan pendakianku. Kenapa kau tak berguru pada pengemis berkaki buntung yang tiap pagi duduk di emperan pasar. Bahwa dibutuhkan orang lain untuk melengkapi kekurangan. Atau mengeja wanita tua yang selalu kesiangan sampai di pasar. Wanita yang harus berjalan kaki sejauh 17 km sambil menggendong ranting jelagar. Yah…, wanita pedagang kayu bakar. Karena di tempatnya tak ada yang bisa dijual kecuali ranting jelagar.
***

“Kau terlalu ego mas..! Tak demokratis. Anti gender. Tak ubahnya Datuk Maringgi yang membeli gadis-gadis belia sebagai pemuas selakangan. Bahkan kau tak ubahnya Ayah, yang menjaring Ibu sebagai tawanan sangkar madu. ” Keliatmu membela diri. Tapi jauh di balik aktingmu, kau tanggung tuk hidup bersamaku, setelah tak bersanding dengan lelaki yang kau idamkan. Padahal, berpoles sedikit saja, kau laku ditawar saudagar.

Firda. Sekarang bukan zaman Siti Nurbaya. Lelaki pun eggan menjadi Datuk Maringgi. Zaman siber, sms dan facebook, Datuk Maringgi pasti dikhianati. Tetapi memilih wanita pendamping hidup itu hak laki laki. Sebagaimana menolak adalah hak wanita. Untuk menetapkan pilihanku padamu, bagiku adalah pencarian hidup. Kau telah menyingkirkan milyatan wanita. Yang karena mereka wanita, bisa saja berpotensi menjadi istriku. Tapi aku tak memilih mereka. Aku memilihmu. Sebab aku percaya kau mampu menjaga anak dan keutuhan rumah tangga nantinya.

Pun juga demikian. Diam diam aku adalah lelaki istimewa bagimu. Sebab dari ribuan lelaki, akulah yang nyata pernah serius mengajakmu berumah tangga. Sedang yang lain, hanyalah mengajakmu bermain jarakte cinta. Sejak itulah aku mengerti, kau memang bukan bidadari surga. Tak ubahnya yang lain, wanita yang tak kunjung selesai dengan dirinya sendiri. Kau pikir, sebelum menikah, aku tak faham, bahwa cinta itu hanya ada sebelum pernikahan. Cinta tak bisa dimakan! Setelah menikah, cinta berganti menjadi tuntutan.

Firda. kau tak seperti istri kaisar yang membangun imperium di kota tua. Sebuah bangunan yang lekuk tekturnya diabadikan hingga berpuluh peradaban. Kau malah memilih tanah lapang. Dengan ribuan kawan sepermainan dan sibuk membikin bilik gubuk dari lembaran koran.
***

Firda. Sengaja umpatan ini ku pendam dalam dada. Walau Rendra berpesan “setiap ruang yang tertutup akan meledak. Karena tak akan mampu menghadang tenaga cinta dari waktu.” Sesungguhnya aku juga ingin lari darimu. Kau ingat! Saat aku dan pamanmu menganggapmu sebagai tali emas. Tangan kirimu ku tarik kuat, sendang tangan kananmu ditarik pamanmu lebih kuat. Lebih kuat. Tak sekedar ombang ambing. Tak. Tubuhmu pun letih dan sakit. Kau menjerit. Tidak padaku, juga pamanmu. Aku yang tak tega melihat lunglai tubuhmu, kemudian melepaskanmu. Pamanmu menang. Ia membawamu lari ke rumah idaman. Ia pun sudah mempersiapkan calon suami untukmu. Aku kalah. Aku tak mampu mempertahankan dirimu dalam dekapan hangat tulang rusukku. Aku lelaki tak seperti yang kau bayangkan.

Aku berharap beberapa detik kemudian, kau mengerti. Bahwa melepasmu setara membebaskan kau kala kesakitan. Dengan melepasmu, kau tak terombang ambing lagi. Padahal bagiku, serasa melepas separuh nyawaku. Aku kehilangan harta paling berharga dalam hidup. Ah. Kau memang dagangan pasar. Tak mengerti rumus bahwa yang mengalah dalam sebuah perhelatan, adalah yang menang.

Firda. Seperti yang sudah lalu, tiap tahun baru aku sibuk menghitung waktu. Tahun baru kemarin, kutulis di dinding facebookku, ”tiap tahun baru menjelang, usia makin berkurang. Kita kian tua. Sementara tak kunjung datang bidadari surga.” Menu di profil facebook, hanyalah bidadari pasar yang terpampang untuk dijual. For Sale.

Catatan: * serapan puisi Mardi Luhung.
Jarakte: sejenis permainan petak umpet.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati