Sabrank Suparno
http://forumsastrajombang.blogspot.com/
Kau bukan bidadari surga. Maka tubuhmu dilempar ke pintu pasar. Tugasmu hanyalah menolong pembelanja kesasar, bingung di tengah jubel dan hiruk pikuk pedagang, atau ibu ibu yang hendak membeli daging sapi. Daging yang dibantai para jagal malam hari, sebelum paginya dijajahkan di lapak lapak pedagang.*
Kau yang dulu mengesankan, lugu dan mempesona, tiba-tiba menjadi Leak betina yang menjelma seekor burung kedasih. Burung yang membuntuti gerak malamku sembari hinggap di rerimbunan carang bambu. Sorot matamu nanar. Berkilau setajam ujung belati. Sekilas pandang saja, dadaku tercabik beribu sayatan.
Andai santet atau tenun, tak sampai menyeberangi lautan. Tapi Leak..! Leak tak kenal seberangan. Rasanya ke pulau mana pun, tetap kau incar kematianku. Bukan kematian secara wajar dan mudah, melainkan sekaratku dalam sunyi, kelam, merasuk seutas jiwa, penuh bisikan, rintihan, konstan dan pasti. Kalapmu pun seperti tak mau tau, bahwa kematian akan mencuri hal berharga dalam hidupku.
Firda..! Waktu kecil, apa kau tak pernah digendong ibumu. Dibelai dan diayun-ayun sembari melelapkan nakalmu dengan tembang // tak lelo..lelo..lelo.. ledung // Jika pernah, kau pasti menyadari kalau kehidupan itu seperti mata dadu. Sekali kocok, akan wujud tatanan baru. Yang hokki hari ini, mungkin esok kartu mati.
Seribu abad lebih, luka ini meradang dalam tubuh. Rasanya, luapan itu ingin ku bredel dari dadaku. Ku congkel, lalu ku peras. Cairan nanah dan darah pekatnya akan kubasuhkan ke wajahmu. Agar mata, hidung, bibir dan alismu terbahak tawa. Yah.., terbahak hingar. Supaya dendam pada lelaki yang menyakitimu sepadan. Lelaki yang lalu lalang di gerbang cintamu. Atau, lelaki yang sekedar mengintip dari cela jendelanya. Para lelaki sebelum kedatanganku.
Kau ingat! Saat kita bertiga, aku, kau dan lelaki yang kau cintai. Apa yang kau lakukan tatkala kita bertiga? Kau memojokkan aku demi menggaet simpatinya. Kau ingat! Dua minggu sebelum lelaki yang kau harapkan bertahun-tahun itu hendak menikah? Aku ingin mengatakan pada lelakimu yang codet dan bebal, bahwa kau mencintanya. Dengan harapan ia mengurungkan pernikahannya dan menyadari kalau kau menyukainya sejak lama, dan lalu ia menggandengmu ke pelaminan yang sakral itu. Padahal saat itu kau resmi berpacaran denganku.
Firda. Kau memang bukan wanita surga. Tetapi wanita pasar. Wanita yang selalu menjual sampah pun hingga laku. Nganga luka ini adalah saat menjinakkanmu dengan busur runcing yang ku cecam racun asmara. Ku tanya, apa saat ini ada lelaki yang memilikimu? “Tidak,” jawabmu. Aku langsung mengatakan, bantulah aku bagaimana caranya agar aku bisa memilikimu. Sejak saat itulah aku selalu iri kepada hujan. Hujan yang selalu mengguyur tiap aku hendak menanam benih cintaku. Aku pun curiga pada gerimis. Gerimis yang selalu menyaput jaket lusuh dan rambut ikalku tiap hendak mengairi tumbuh dan kembangnya bunga-buah cintaku. Aku juga curiga pada petir. Yang kilatnya hendak menebas sesemian dahan dan ranting cintaku. Namun atas nama kemenangan cinta, segalanya menjadi irama pembebasan. Apalah arti hujan dan gerimis, petirnya pun hanya berondong petasan di hari raya.
Kau memang bukan wanita surga. Tidak. Kau katakana tidak. Kau tau! Tidak adalah konsekuensi keberanian. Tidak dan iya, adalah pilihan. Bahwa mengatakan tidak, harus meninggalkan yang iya. Begitu pula tuk berkata iya, dibutuhkan keberanian untuk menanggalkan yang tidak. Iya dan tidak itu pencarian. Bukan lelunturan gincu bibir wanita yang dilumat laki-laki di ruang cinta.
Mulanya aku membenci lelakimu yang budek dan sok pilih pilih itu. Kenapa ia tak memilihmu. Ternyata, kau yang memang binal. Kejalanganmu menjajahkan cinta obral ke tiap apa dan siapa yang kau kagumi di lapak pasar. Bukan apa yang kau butuhkan.
Meski cebol, lelakimu digandrungi banyak wanita. Bukan karena asmara. Tetapi lalakimu itu lihai menjajahkan dagangan di pasar. Bahkan, demi konsekuensi dia sebagai pedagang, ia rela bertransaksi narkoba hingga dikejar-kejar polisi. Tak cuma itu. Ia juga dikejar dirinya sendiri.
Atau memang kau tak pernah tau, bahwa kau bukan tipe lelaki itu. Sebab ia sering bercerita kepadaku, kalau kekasihnya wanita darah biru di Jogjakarta. Tentu bagi lelakimu, kau terlalu hina dipilihnya. Mestinya, lelakimu itu memberi kejelasan sikap kepadamu, kalau hubungan kalian sebatas kawan dagang. Dan bukan diam seperti mata kail yang umpannya ditarik ulur agar kau tetap bisa dimanfaatkan saat kesepian. Pedagang memang suka menggantungkan transaksi. Kalau pun tidak untung, jangan sampai rugi.
Firda. Kesalahanmu cuma satu. Karena kau wanita. Manusia yang punya cinta, tapi tak berhak menyinta. Kewanitaan wanita ialah ketika ia dicinta. Bukan menyinta. Sebagaimana kelaki-lakian lelaki ialah menyinta. Bukan mengobral cinta di lapak pasar wanita.
Kau memang bidadari pasar. Sejak berseliweran di pintu pasar, aku sering mengamatimu dari warung reot tepi sungai yang tak jauh dari pintu pasar. Aku juga melihat ketika kau harus kelayapan luar kota hingga basah kuyup mencari dagangan. Itulah kau. Yang aku pikir mengerti kehidupan di luar pasar. Untuk menjengukku saja yang hampir sekarat, kau tak peduli. Kau benar benar bulat menjadi bola dagangan. Tak lagi menjadi segumpal salju di gurun es. Salju yang menyejukkan pendakianku. Kenapa kau tak berguru pada pengemis berkaki buntung yang tiap pagi duduk di emperan pasar. Bahwa dibutuhkan orang lain untuk melengkapi kekurangan. Atau mengeja wanita tua yang selalu kesiangan sampai di pasar. Wanita yang harus berjalan kaki sejauh 17 km sambil menggendong ranting jelagar. Yah…, wanita pedagang kayu bakar. Karena di tempatnya tak ada yang bisa dijual kecuali ranting jelagar.
***
“Kau terlalu ego mas..! Tak demokratis. Anti gender. Tak ubahnya Datuk Maringgi yang membeli gadis-gadis belia sebagai pemuas selakangan. Bahkan kau tak ubahnya Ayah, yang menjaring Ibu sebagai tawanan sangkar madu. ” Keliatmu membela diri. Tapi jauh di balik aktingmu, kau tanggung tuk hidup bersamaku, setelah tak bersanding dengan lelaki yang kau idamkan. Padahal, berpoles sedikit saja, kau laku ditawar saudagar.
Firda. Sekarang bukan zaman Siti Nurbaya. Lelaki pun eggan menjadi Datuk Maringgi. Zaman siber, sms dan facebook, Datuk Maringgi pasti dikhianati. Tetapi memilih wanita pendamping hidup itu hak laki laki. Sebagaimana menolak adalah hak wanita. Untuk menetapkan pilihanku padamu, bagiku adalah pencarian hidup. Kau telah menyingkirkan milyatan wanita. Yang karena mereka wanita, bisa saja berpotensi menjadi istriku. Tapi aku tak memilih mereka. Aku memilihmu. Sebab aku percaya kau mampu menjaga anak dan keutuhan rumah tangga nantinya.
Pun juga demikian. Diam diam aku adalah lelaki istimewa bagimu. Sebab dari ribuan lelaki, akulah yang nyata pernah serius mengajakmu berumah tangga. Sedang yang lain, hanyalah mengajakmu bermain jarakte cinta. Sejak itulah aku mengerti, kau memang bukan bidadari surga. Tak ubahnya yang lain, wanita yang tak kunjung selesai dengan dirinya sendiri. Kau pikir, sebelum menikah, aku tak faham, bahwa cinta itu hanya ada sebelum pernikahan. Cinta tak bisa dimakan! Setelah menikah, cinta berganti menjadi tuntutan.
Firda. kau tak seperti istri kaisar yang membangun imperium di kota tua. Sebuah bangunan yang lekuk tekturnya diabadikan hingga berpuluh peradaban. Kau malah memilih tanah lapang. Dengan ribuan kawan sepermainan dan sibuk membikin bilik gubuk dari lembaran koran.
***
Firda. Sengaja umpatan ini ku pendam dalam dada. Walau Rendra berpesan “setiap ruang yang tertutup akan meledak. Karena tak akan mampu menghadang tenaga cinta dari waktu.” Sesungguhnya aku juga ingin lari darimu. Kau ingat! Saat aku dan pamanmu menganggapmu sebagai tali emas. Tangan kirimu ku tarik kuat, sendang tangan kananmu ditarik pamanmu lebih kuat. Lebih kuat. Tak sekedar ombang ambing. Tak. Tubuhmu pun letih dan sakit. Kau menjerit. Tidak padaku, juga pamanmu. Aku yang tak tega melihat lunglai tubuhmu, kemudian melepaskanmu. Pamanmu menang. Ia membawamu lari ke rumah idaman. Ia pun sudah mempersiapkan calon suami untukmu. Aku kalah. Aku tak mampu mempertahankan dirimu dalam dekapan hangat tulang rusukku. Aku lelaki tak seperti yang kau bayangkan.
Aku berharap beberapa detik kemudian, kau mengerti. Bahwa melepasmu setara membebaskan kau kala kesakitan. Dengan melepasmu, kau tak terombang ambing lagi. Padahal bagiku, serasa melepas separuh nyawaku. Aku kehilangan harta paling berharga dalam hidup. Ah. Kau memang dagangan pasar. Tak mengerti rumus bahwa yang mengalah dalam sebuah perhelatan, adalah yang menang.
Firda. Seperti yang sudah lalu, tiap tahun baru aku sibuk menghitung waktu. Tahun baru kemarin, kutulis di dinding facebookku, ”tiap tahun baru menjelang, usia makin berkurang. Kita kian tua. Sementara tak kunjung datang bidadari surga.” Menu di profil facebook, hanyalah bidadari pasar yang terpampang untuk dijual. For Sale.
Catatan: * serapan puisi Mardi Luhung.
Jarakte: sejenis permainan petak umpet.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Kamis, 15 September 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar