Kamis, 23 Februari 2012

MENJADI ORANG URAPAN, MENJADI SANG KHARISMATIK

Suryanto Sastroatmodjo
http://sastra-indonesia.com/

1.
Sadarkah Pangeran Puger bahwa dia tengah mengemban Sabda Sejarah? Suatu pewartaan dari “Babad Tanah Jawa” mengungkapkan, tatkala jenazah Sri Sunan Amangkurat II tengah dikafani menjelang pemakaman agung. Puger menyaksikan sorot vertikal ke langit, berwarna putih kebiru-biruan, keluar dari batang kemaluan raja yang ereksi.
Dengan kekuatan saktinya, Puger mengucup sorot tersebut hingga wajah dan seluruh tubuhnya mengambil alih Wahyu Kraton dari raja pendahulunya, yang juga adalah sang kakak. Ini dikisahkan, kenapa suatu hari, Pangeran Puger memberanikan diri untuk mengadakan kudeta melawan kemenakannya, Amangkurat, yang waktu itu masih jadi raja yang sah. Pengangkatannya berlangsung di ibukota Semarang (tempat kedudukan Gubernur VOC), yang merestuinya, seterusnya dia mengambil gelar baru : Susuhan Pakubuwono I. di sini, bagai tebal gambarannya, Puger alias Pakubuwono I memang jadi “orang urapan Tuhan”, tokoh kharismatik yang memegang babak baru dalam singgasanaTanah Jawa, dengan pusat pemerintahan di Kartasura. Warna pergantian dinasti yang diantar oleh peristiwa gaib(yang mungkin hanya rekaan pujangga istana, atau hanya cerita dari mulut ke mulut), mungkin masih diimbuhi dengan hadirnya Nyai Rara Kidul pada upacara jumenengan sang narendra akbar. Keabsahan profil pelungguh dampar kencana mesti dilekati kharisma yang sulit dilukiskan agung-indahnya, disaksikan para dewa, kharisma yang terlahir pada jabaan aktualnya, tetap teka-teki.

2.
Sebuah telaah yang hidup tentang superpower alias maha adikara yang menyangkut kekuasaan yang nirwatas, kiranya sudah perlu membuat kita terjaga, kendatipun jelas, hal ini bukanlah ikhwal baru. Secara klasik, pada hakikatnya manusia adalah seteru bagi manusia yang lain, jikalau dia sendiri ogah untuk memberikan telempap sebelah kamarnya kepada pihak lain. Akan tetapi, dia bakal menjadi rekan seikhwan bagi keluarga besar humaniora, jikalau dia relakan tikarnya yang berlebih sejengkal, untuk ditiduri jirannya, atau bahkan seseorang tanpa nama yang baru dikenal tadi sore di tengah jalan. Persoalan sekarang, tatkala kita beranggapan, bahwa keamanan diri sendiri menjadi inti pokok dari perekadayaan budaya—tiada meleset dari dugaan, bahwa memberikan rasa aman (atau semacamnya) kepada oranglain juga merupakan kewajiban luhur.Di sebelah itu, penjagaan terhadap “rasa hati untuk diberi pengjormatan sewajarnya” juga tak bisa dipandang remeh, karena, langsung menyangkut hari esok kita semua.Alhasil, pada pensifatan yang terang tentang pemiliki kekuasaan, dalam hakikatnya, yang tiada lebih daripada penyumbang setapak batu-merah kepada pembikinan fondasi hidup kelayakan Hari Ini.Tak seorangpun boleh mengelak.

3.
Pilar-pilar buana, umumnya disebutkan sebagai empat hal ini—realistis sajalah, pembaca!—yaitu, pertama: pengedepanan sebuah figur yang dihormati sebagai unsur terkuat dari masyarakat patembayan ini. Kalau sekarang orang berbicara tentang konglomerat, maka asosiasi atau grup-grup yang bernama bisnis luar biasa harap dipanggil untuk menjadi pionir dari pembukaan riap-rimbun yang sulit diduga ini. Kedua, pembekalan orang-orang yang secara langsung mempunyai kepentingan tehadap daerah yang punya riwayat unik dalam sejarah Tanah Air.Pendekatan atas ini merupakan kunci dari usaha memanggil putra-putra daerah yang merantau ke berbagai kawasan. Kehadiran serta persembahan sumbangan mereka akan merupakan semen-semen perekat bagi perumahan yang dimaksudkan. Ketiga, penghimpunan kekuasaaan bagi masa datang, lebih ditekankan pada landasan semangatnya, karena secara ekonomis, tiada yang perlu dirisaukan lagi. Keempat, dari lingkaran berapi yang menjanjikan Kasih yang Lebih Hangat, perlulah diperhitungkan kharisma dari para pembangun daerah, terlebih–lebih mereka yang berada pada jalur aristokrasi. Dengan memandang realitas begini, diperoleh kesan, betapa ragam-ragam wadag ini harus dimanfaatkan. Di samping itu, partai-partai politik, yang secara berkala dapat menampilkan tenaga kader yang telah tergembleng, kiranya wajar bila mereka berkharisma pula sebagai pemimpin masa datang. Dari lingkungan golongan karya, banyak juga ditemukan kader pemuda hari kini, dan pemimpin bangsa hari nanti.Sayang, beberapa hal sekitar penampilan tokoh-tokoh ini, masih belum banyak yang melalui kaderisasi yang demokratis.Tapi soal ini toh dapat dibenahi di hari-hari mendatang.

4.
Nimbus, aura, danregalia sebagai perangkat kelihatan dan tak Nampak, dalam masyarakat Jawa harus diperhitungkan sebagai isyarat Yang Maha Baik, bagi manusia yang mendewakan sang pemimpin digdaya. Haruslah disebut, bagaimana pengaruh kekuatan sinar sakti dari langit, bolaantariksa, dan perada dari kerajaan surgawi, senantiasa menjadi pertimbangan utama, bila Maharaja yang diidamkan itu lahir, bahkan mengangkat tongkat kepemimpinannya. Demikian pula hingga hari ini, tatkala orang berfikir tentang fokus ke-dewata-an sang adikuasa, masuk akal juga, bahwa sumber ilmiah yang dimiliki berasal dari ruh-ruh mahaluhur. Kongkritnya, corak kesaktiannya berasal dari setrum kulturalnya yang berasal dari salah satu Kraton berpengaruh di Jawa!

Kisah Ken Arok sendiri, yang kemudian hari menjadi Raja Singhasari dengan gelar Ranggah Rajasa Sang Amurwabhumi alias Oaduka Mpungku Bathara Guru ternyata diliputi juga oleh pembikinan misteri di balik tahta, yang dirawitkan oleh para penjilatnya semasa itu. Bukan hanya pribadi kedewataan yang dilukiskan, namun juga perlukisan dalam “Serat Pararaton”, di mana Ken Arok seolah-olah telah diramalkan sedari bayi, bakal menjadi Maharaja Diraja kemudian hari. Ia putra Bathara Brahma, dan “menyamar” sebagai penggembala dan maling berandal, agar “lebih terdidik dan terlatih sebagai rakyat”. Malahan pernah terlukis, bagaimana dari kepalanya muncul ribuan kelelawar suatu hari, tatkala ia tengah tarabrata di bawah pohon, di sebuah pertapaan. Demikian pula kedahsyatan Raden Mas Sahid alias Pangeran Sambernyawa, yang pernah didatangi Ajar (pendeta) kembar Adirasa-Adisara, dari alam Sonyaruri, yang memberikan wasiat-wasiat suci. Pendiri dinasti Kasultanan Yogyakarta, Pangeran mangkubumi (HB I), dilukiskan pernah bewawan-sabda dengan nagaraja bernama Kyai Agengn Jagarumeksa, yang menitipkan hutan Beringin kepadanya. Inipun sepenggal kisah kharisma jaman kuno, mengikut imajinasi sastrawan masa itu, yang merindukan seorang penganjur yang cerdas, tegar, dan—diurapi. Sekalipun jelas, urapan-urapan ini hanya kata lain untuk charisma terindah.

5.
Sekitar Upacara Jumeneng para raja jawa, dapat kita saksikan arak-arakan gadis-gadis remaja berbusana pengantin, yang membawa serangkaian regalia yang dikeramatkan, yakni : banyak dihalang sawunggaling ardhawalika, kacumas, damar, larbadhak, kacapangilon, tameng, dan lain-lain yang sebenarnya merupakan harta rampasan dari beberapa dinasti terdahulu. Dengan kata lain, raja yang baru dilantik itu “merasa mewarisi sah” perangkat upacarayang jadi andalan kekuasaan ini (secara magis), termasuk diantaranya tombak, keris, jubah, trisula, kitab-kitab, surban, kendil dan berbagai peninggalan kerajaan-kerajaan yang telah tengge;am. Di sini, susuran panjang tentang kharisma masih harus dirakit sedari penentuan para pinisepuh yang membacakan japa-mantra pewisudan, bagimana argumentasinya secara tradisional, bagaimana bobot para pendukungnya yang hadir sebagai ningrat-ningrat baru di hadapan baginda, dan sudah barangtentu, bagaimana sang tokoh “ bersikap” dalam menghadapai jaman yang berubah. Karangan bisa dibuat, demikian pula tatanilai keupacaraan, yang nampak pada ubarampe depan mata hadirin. Namun begitu, apakah kharisma juga bisa ditayangkan sebagai regukan-regukan nan membawa rahmat-sedemikian hingga pribadi yang jumeneng itu tak tercela?

6.
Kendatipun daya tarik diperlihatkan oleh pemimpin kharismatik dalam hal tertentu dapat berasal dari kemampuannya memusatkan dan menyalurkan rasa ketidakpuasan dan kepentingan yang saling berbeda ke arah pendekatan bersama, mempersatukan penduduk yang terpecah-belah dalam mengejar suatu sasaran yang sama, hal ini tak cukup menjelaskan dapat diterimanya seorang pemimpin tertentu. Itupun belum menjelaskan, bagaimana seorang pemimpin mempertahankan kharisma dalam keadaan yang tanpa kepastian, dan pengkotak-kotakansetelah tercapainya tujuan meraih kemerdekaan. Pada tingkat lebih dalam, mungkin nampak, kharisma seorang pemimpin justru terikat, bahkan mungkin tergantung pada bersatunya pemimpin ini pada pikiran dan perasaan penduduk, terhadap tokoh-tokoh sucinya, dewa-dewanya, pahlawan-pahlawannya. Tindakan-tindakan mereka, dan hal-hal yang berkaitan dengannya, yang dikisahkan secara panjang lebar dalam mitologi dan legenda, menyatakan nilai-nilai hakiki sesuatu kultur, termasuk penggolongan pokok dalam mengorganisasi pengalaman dan usaha guna mengatasi dilema kebudayaan dan kemanusiaan. Dalam pada itu, buah pikir dan tindakan manusia mencapai puncak tertinggi sebagai hasil dari sekian bentrokan dengan pemikiran yang ada dan pemikiran mengujinya. Melalui bentrokan-bentrokan pemikiran, seseorang berusaha terus menerus menyempurnakan pemikirannya—istilah khususnya, brain stroming. Tanpa lewat bentrokan, tidak akan terasah dan menjadi tajam, atau melahirkan alternatif arah jalan keluar dari problema yang melingkari hayat ini. Sikap terobosan dan pemikiran hanya bakal lahr nila kita berani untuk berkonflik dengan situasi, dengan sang kala. Kalau perlu, pikiran dibenturkan pada tempok pemikiran yang ada (suatu masa), sebagai langkah awal untuk menguji keampuhan pikir, yang dicobakan, agarjadi pemikiran terobosan…. !

7.
Strategi-strategi tertentu dari pribadi pemimpin-pemimpin kharismatik merupakan bahan penelitian yang cukup menarik, terutama segi empirisnya. Uusur-unsur dalam strategi ini dapat dipisah dalam pembagian kata dan gaya indah(retorik) dalam pidato-pidato, penggunaan persamaan(simile) dan kiasan(metaphor) seraya mengkaitkan hal itu dengan bundelan purbawi sahibul hikayat. Dukungan rakyat antara lain diperoleh, berkat upaya menjadikan dirinya sebagai sumber “kepentingan seluruh tubuh nation”, yang didesakkan secara halus, sebegitu rupa, sehingga warga bangsa pun merasa terikat secara emosional dengan sang pribadi. Nampaknya kepemimpinan kharismatik tumbuh subur sedari tiga dasawarsa ini, terutama di Negara-negara baru merdeka dari pemerintahan kolonial. Dalam lapisan perlepasan diri dari terungku, dapat dikaji sistem tradisional sebelum masa penjajahan efektif, yang unsur kemapanannya diteruskan oleh penguasa kolonial untuk menciptakan loyalitas tunggal kepada kelompok embtenar pribumi yang mendukung admisitrasi penjajahan. Di situ, lapisan elit harus dipandang sebagai kader-kader kharismatik yang diinginkan oleh kolonialisme, untuk terus mengawetkan sistem tadi. Di samping itu, pemerintahan tak langsung dari pemerintah kolonial yang makin jauh memasukkan perangkat penguasa-penguasa swapraja (yang toh dikendalikan oleh team pengontrol yang masih menjaga wibawa), lantaran akar tradisi yang lekat padanya), pada pola kepemimpinan kharismatik. Kedua, sifat-sifat archais yang masih terus merkayat, lepas dari itu bersumber dari sinar Kraton atau telah dimodofikasikan dengan pandangan dunia kerakyatan yang berlangsung selama fase-fase adikuasa raja-raja. Bila andaran semacam ini kita kaji, semakin terasa, bahwa hak ilahiah sering kudu mengalah kepada hak rakyat!

* Tanggungjawab posting atas PuJa [PUstaka puJAngga]

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati