Jumat, 23 Februari 2018

Menyingkap Tumpukan Koran Medan 1919

Damiri Mahmud
Jurnal Nasional, 12 Mei 2013

BABAKAN Sastra Indonesia Modern lazim disebut baru dimulai awal 1920-an ketika roman "Siti Nurbaya" karya Marah Rusli terbit tahun 1922 dan "Percikan Permenungan" karya Rustam Efendi terbit tahun 1926. Salah satu syair Rustam Efendi yang sangat terkenal adalah "Bukan Beta Bijak Berperi" sebagai kredo yang menyatakan selamat tinggal kepada syair-syair lama dan dimulainya babakan sy air-syair baru yang mengandalkan kepada imajinasi individual. Demikian bunyinya:

Bukan beta bijak berperi
pandai menggubah madahan syair,
Bukan beta budak Negeri
musti menurut undangan mair

Sarat saraf saya mungkiri
untai rangkaian seloka lama,
beta buang beta singkiri,
sebab laguku menurut sukma

Susah sungguh saya sampaikan,
degup-degupan di dalam kalbu,
Lemah-laun lagu dengungan
matnya digamat rasaian waktu.

(...)

Apabila karya ini dikatakan sebagai awal babakan puisi Indonesia Modern, maka dapat kita amati bahwa yang modern atau yang baru dalam puisi ini hanyalah karya itu tidak lagi anonym; kemudian isinya yang berupa pernyataan penulis: Sarat saraf saya mungkiri/untai rangkaian seloka lama..dst. Sementara bentuknya masih yang lama atau yang beta buang beta singkiri itu.

Bahkan dengan kredo pembaruannya itu sangat mengejutkan juga di sini Rustam Efendi memasukkan begitu banyak kata-kata kuno bahkan arkais ke dalam sebuah syair yang terbilang singkat itu: madahan = lagu, syair; mair = jiran, kerabat; saraf = tatabahasa; laun = lembut; digamat = diraba, dibentuk; mamang = imajinasi.

Jadi, sebenarnya Rustam Efendi berseru atau berteriak untuk menyingkiri atau memungkiri untai rangkaian seloka lama itu justru dengan bentuk dan gaya lama itu sendiri! Ini tentu sesuatu yang paradoks yang menimbulkan kesan ironi. Ditambah lagi pada bait akhir yang seakan menidakkan atau mengingkari pernyataan atau kredo yang telah diteriakkannya di atas: Bukan beta berbuat baru. Seperti kita katakana di atas, karya ini hanya pada isinya boleh dikatakan baru, sementara bentuk dan gayanya masih terikat pada metrum lama: kombinasi syair dan pantun.

Tapi ada yang lebih ironi. Lebih mengejutkan! Sesuatu yang telah lama tersembunyi atau terpendam yang baru sekarang bisa terangkat ke permukaan. Adalah seorang sejarawan kita bernama Dr.Ichwan Azhari, dua tahun lalu, minta bertemu saya di Taman Budaya Medan dan berlanjut di kedai minum “Tip Top‘. Kami sudah lama sekali tidak bertemu. Dulu di masa remajanya dia sering saya bawa “menjual sastra" ke sekolah-sekolah. Atau nonton pilem di LIA.

Rupanya dia masih ingat saya. Dari sekian pembicaraan kami dia ngelantur ke suatu masalah bahwa Ichwan banyak mengumpul Koran-koran lama terbitan Medan awal abad dua-puluhan. Salah satu isinya, katanya, juga banyak memuat karya sastra berupa puisi, cerpen dan cerbung. “Tahun berapa itu tepatnya‘, sambut saya. “1918 dan 1919 Bang!‘ Jawabnya. Saya terkejut. “Kalau begitu sejarah Sastra Indonesia Modern harus ditulis ulang!"

Tanggal 2 Mei yang lalu, Ichwan kembali menelepon saya. Ada seorang bernama Pidia Amelia telah menyusun sebuah antologi puisi berisi karya-karya penulis perempuan yang berasal dari tumpukan Koran-koran lama itu. “Tolong, Bang! Diberi pengantar‘, sarannya. Saya menyanggupi namun minta tempo beberapa hari karena saya harus ke Tanjung Balai dulu. Ada pesan-pesan dari pertemuan di Makasar dan Bukittinggi yang saya hadiri yang mau saya sampaikan di sana.

Ternyata benar, di Medan telah terbit beberapa bahkan banyak Koran. Ada Koran Soera Ibu, Pelita Andalas, Pewarta Deli, Pedoman Masyarakat, Tjermin Karo, Asahana, Bintang Karo, Moetiara, Ichtiar, dan banyak lagi. Fenomena ini sungguh luar biasa dan tak menduga bahwa tempo-doeloe Medan telah begitu maju dan modern! Percaya diri ini dibangkitkan oleh “hanya‘ satu tumpukan Koran bekas yang dengan tekun dikumpulkan oleh seorang Ichwan Azhari.

Sebuah koran yang bernama Perempuan Bergerak juga tak ketinggalan memuat syair-syair. Salah satu syair itu ialah berjudul “Ajakan‘, karya Oepik Amin yang dimuat dalam Edisi 16 Mei 1919. Kita petikkan tiga bait di antaranya:

Adapun pada suatu hari
Sedang duduk seorang diri
Datanglah kawan menghampiri
Mevr Lhutan guru jauhari

Setelah dekat dia berkata
Hai Oepik Amin saudara beta
Perempuan Bergerak korannya kita
Sudah terbit di Medan kota

(...)

Apabila ditelisik, ternyata isi dan bentuk puisi atau syair ini sama sekali baru! Sungguh tidak biasa dalam sebuah syair diterakan nama seorang penggubah bahkan menuliskan nama dalam isi karangannya itu dengan begitu percaya diri. Biasanya dalam karya syair lama, nama pengarang disembunyikan bahkan dengan gaya merendah-rendah. Misalnya dalam "Syair Burung Pungguk" ini.

Dengarkan tuan mula rencana
Disuratkan oleh dagang yang hina
Karangan janggal banyak tak kena
Daripada faham belum sempurna

Dari segi bentuk pula puisi Oepik Amin ini menunjukkan kebaruan dan kepiawaian pengarangnya. Dia dengan berani memasukkan kosakata asing atau Belanda. Kata “Koran‘ dari bahasa Belanda itu hingga kini masih dikenal. Begitu juga kata “proef‘ dalam kalangan percetakan dan penerbitan masih disebut. Begitu juga kata “mevr‘ atau atau “mevrouw‘ masih ada atau dipakai dalam “kalangan atas‘.

Oepik Amin, pengarang syair ini, juga bisa “mengicuh‘ pembaca syair tradisional dari satu kebiasaan yang telah klise kepada satu kejutan yang baru. Cobalah kita lihat bait pembuka: Adapun pada suatu hari/ Sedang duduk seorang diri/ . Dalam syair-syair lama, ungkapan seperti itu selalu diikuti oleh peristiwa bersifat legenda, mitos, atau fabel. Misalnya dalam “Syair Bidasari‘, bait pembukanya berbunyi:

Dengarkan tuan suatu riwayat
Raja di desa Negeri Kembayat
Dikarang fakir dijadikan hikayat
Supaya menjadi tamsil ibarat

Adalah raja suatu negeri
Sultan halifah akas bestari
Asalnya baginda raja yang bahari
Melimpah ngadil dagang senteri

Tapi dalam syair Oepik ini justru menunjuk kepada satu realita bahkan bersifat pribadi!: datanglah kawan menghampiri/ Mevr Lhoetan guru jauhari. (dalam transkrip teks disebut “guru jauh hari‘, tapi dalam kopi teks asli memang disebut: “goeroe djauhari‘). Lagi pula diksi dan idiomnya selalu praktis dan tegas yang mengacu kepada ekonomi kata, tidak bertele-tele atau berpanjang-panjang yang dihiasi oleh banyak bunga kata sebagaimana umumnya dalam sebuah naskah syair lama. Dalam puisi ini pun kita mengetahui bahwa kata “perempuan‘ pada masa itu memang memuat makna yang bersifat ameliorasi. Lama sekali, terutama pada era Orde Baru, kata “wanita‘ yang bermakna seperti itu. Sementara “perempuan‘ harus menanggung beban peyoratif.

Sebuah syair selalu mengisahkan peristiwa (luar biasa) yang dapat menghabiskan beratus halaman dan beribu bait. Syair Bidasari di atas misalnya, berisi 1551 bait! Syair Ajakan ini juga berisi kisah (luar biasa) tentang telah hadirnya Koran Perempuan Bergerak. Ia mengisahkan atau mempromosikan kebagusan Koran ini kepada sahabat-sahabatnya supaya jangan ketinggalan membaca dan menulis di sana. Kalau syair-syair lama itu harus menghabiskan ribuan bait untuk satu peristiwa yang dikisahkan, Oepik Amin cukup membuat syairnya 20 bait saja!
Karangan Siti Alima Organ untuk Perempuan Bergerak juga menyambut terbitnya Koran Perempuan Bergerak, dimuat dalam Edisi 16 Mei 1919. Dia pun menunjukkan kebaruan dalam pengucapan dan lebih bernuansa “Melayu Medan‘.

Misalnya bait ini:

Lama sudah kami di kali
Entah bila pula mengedari
Harap kami minta tetapi
Sama perempuan gemari

Mungkin bisa diterjemahkan seperti ini:

Kami sudah lama sekali (berjuang)
Entah kapan pula bisa tercapai
Kami berharap supaya diakui
Terhadap perempuan harus dihormati

Emansipasi mencuat dalam karya ini. Yang dituntut dalam hal ini adalah persamaan hak dalam belajar atau menuntut ilmu. Kita berdecak, bahwa telah hampir satu abad yang silam, kaum perempuan kita di Medan telah begitu maju. Begitulah Koran-koran lama yang berisikan sejarah perjuangan dan pergerakan, dapat membuka cakrawala baru bagi kita dewasa ini.

*) Damiri Mahmud, sastrawan, berdomisili di Medan.
http://cabiklunik.blogspot.com/2013/05/menyingkap-tumpukan-koran-medan-1919.html

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati