Damiri Mahmud
Jurnal Nasional, 12 Mei 2013
BABAKAN Sastra Indonesia Modern lazim disebut baru dimulai awal 1920-an ketika roman "Siti Nurbaya" karya Marah Rusli terbit tahun 1922 dan "Percikan Permenungan" karya Rustam Efendi terbit tahun 1926. Salah satu syair Rustam Efendi yang sangat terkenal adalah "Bukan Beta Bijak Berperi" sebagai kredo yang menyatakan selamat tinggal kepada syair-syair lama dan dimulainya babakan sy air-syair baru yang mengandalkan kepada imajinasi individual. Demikian bunyinya:
Bukan beta bijak berperi
pandai menggubah madahan syair,
Bukan beta budak Negeri
musti menurut undangan mair
Sarat saraf saya mungkiri
untai rangkaian seloka lama,
beta buang beta singkiri,
sebab laguku menurut sukma
Susah sungguh saya sampaikan,
degup-degupan di dalam kalbu,
Lemah-laun lagu dengungan
matnya digamat rasaian waktu.
(...)
Apabila karya ini dikatakan sebagai awal babakan puisi Indonesia Modern, maka dapat kita amati bahwa yang modern atau yang baru dalam puisi ini hanyalah karya itu tidak lagi anonym; kemudian isinya yang berupa pernyataan penulis: Sarat saraf saya mungkiri/untai rangkaian seloka lama..dst. Sementara bentuknya masih yang lama atau yang beta buang beta singkiri itu.
Bahkan dengan kredo pembaruannya itu sangat mengejutkan juga di sini Rustam Efendi memasukkan begitu banyak kata-kata kuno bahkan arkais ke dalam sebuah syair yang terbilang singkat itu: madahan = lagu, syair; mair = jiran, kerabat; saraf = tatabahasa; laun = lembut; digamat = diraba, dibentuk; mamang = imajinasi.
Jadi, sebenarnya Rustam Efendi berseru atau berteriak untuk menyingkiri atau memungkiri untai rangkaian seloka lama itu justru dengan bentuk dan gaya lama itu sendiri! Ini tentu sesuatu yang paradoks yang menimbulkan kesan ironi. Ditambah lagi pada bait akhir yang seakan menidakkan atau mengingkari pernyataan atau kredo yang telah diteriakkannya di atas: Bukan beta berbuat baru. Seperti kita katakana di atas, karya ini hanya pada isinya boleh dikatakan baru, sementara bentuk dan gayanya masih terikat pada metrum lama: kombinasi syair dan pantun.
Tapi ada yang lebih ironi. Lebih mengejutkan! Sesuatu yang telah lama tersembunyi atau terpendam yang baru sekarang bisa terangkat ke permukaan. Adalah seorang sejarawan kita bernama Dr.Ichwan Azhari, dua tahun lalu, minta bertemu saya di Taman Budaya Medan dan berlanjut di kedai minum “Tip Top‘. Kami sudah lama sekali tidak bertemu. Dulu di masa remajanya dia sering saya bawa “menjual sastra" ke sekolah-sekolah. Atau nonton pilem di LIA.
Rupanya dia masih ingat saya. Dari sekian pembicaraan kami dia ngelantur ke suatu masalah bahwa Ichwan banyak mengumpul Koran-koran lama terbitan Medan awal abad dua-puluhan. Salah satu isinya, katanya, juga banyak memuat karya sastra berupa puisi, cerpen dan cerbung. “Tahun berapa itu tepatnya‘, sambut saya. “1918 dan 1919 Bang!‘ Jawabnya. Saya terkejut. “Kalau begitu sejarah Sastra Indonesia Modern harus ditulis ulang!"
Tanggal 2 Mei yang lalu, Ichwan kembali menelepon saya. Ada seorang bernama Pidia Amelia telah menyusun sebuah antologi puisi berisi karya-karya penulis perempuan yang berasal dari tumpukan Koran-koran lama itu. “Tolong, Bang! Diberi pengantar‘, sarannya. Saya menyanggupi namun minta tempo beberapa hari karena saya harus ke Tanjung Balai dulu. Ada pesan-pesan dari pertemuan di Makasar dan Bukittinggi yang saya hadiri yang mau saya sampaikan di sana.
Ternyata benar, di Medan telah terbit beberapa bahkan banyak Koran. Ada Koran Soera Ibu, Pelita Andalas, Pewarta Deli, Pedoman Masyarakat, Tjermin Karo, Asahana, Bintang Karo, Moetiara, Ichtiar, dan banyak lagi. Fenomena ini sungguh luar biasa dan tak menduga bahwa tempo-doeloe Medan telah begitu maju dan modern! Percaya diri ini dibangkitkan oleh “hanya‘ satu tumpukan Koran bekas yang dengan tekun dikumpulkan oleh seorang Ichwan Azhari.
Sebuah koran yang bernama Perempuan Bergerak juga tak ketinggalan memuat syair-syair. Salah satu syair itu ialah berjudul “Ajakan‘, karya Oepik Amin yang dimuat dalam Edisi 16 Mei 1919. Kita petikkan tiga bait di antaranya:
Adapun pada suatu hari
Sedang duduk seorang diri
Datanglah kawan menghampiri
Mevr Lhutan guru jauhari
Setelah dekat dia berkata
Hai Oepik Amin saudara beta
Perempuan Bergerak korannya kita
Sudah terbit di Medan kota
(...)
Apabila ditelisik, ternyata isi dan bentuk puisi atau syair ini sama sekali baru! Sungguh tidak biasa dalam sebuah syair diterakan nama seorang penggubah bahkan menuliskan nama dalam isi karangannya itu dengan begitu percaya diri. Biasanya dalam karya syair lama, nama pengarang disembunyikan bahkan dengan gaya merendah-rendah. Misalnya dalam "Syair Burung Pungguk" ini.
Dengarkan tuan mula rencana
Disuratkan oleh dagang yang hina
Karangan janggal banyak tak kena
Daripada faham belum sempurna
Dari segi bentuk pula puisi Oepik Amin ini menunjukkan kebaruan dan kepiawaian pengarangnya. Dia dengan berani memasukkan kosakata asing atau Belanda. Kata “Koran‘ dari bahasa Belanda itu hingga kini masih dikenal. Begitu juga kata “proef‘ dalam kalangan percetakan dan penerbitan masih disebut. Begitu juga kata “mevr‘ atau atau “mevrouw‘ masih ada atau dipakai dalam “kalangan atas‘.
Oepik Amin, pengarang syair ini, juga bisa “mengicuh‘ pembaca syair tradisional dari satu kebiasaan yang telah klise kepada satu kejutan yang baru. Cobalah kita lihat bait pembuka: Adapun pada suatu hari/ Sedang duduk seorang diri/ . Dalam syair-syair lama, ungkapan seperti itu selalu diikuti oleh peristiwa bersifat legenda, mitos, atau fabel. Misalnya dalam “Syair Bidasari‘, bait pembukanya berbunyi:
Dengarkan tuan suatu riwayat
Raja di desa Negeri Kembayat
Dikarang fakir dijadikan hikayat
Supaya menjadi tamsil ibarat
Adalah raja suatu negeri
Sultan halifah akas bestari
Asalnya baginda raja yang bahari
Melimpah ngadil dagang senteri
Tapi dalam syair Oepik ini justru menunjuk kepada satu realita bahkan bersifat pribadi!: datanglah kawan menghampiri/ Mevr Lhoetan guru jauhari. (dalam transkrip teks disebut “guru jauh hari‘, tapi dalam kopi teks asli memang disebut: “goeroe djauhari‘). Lagi pula diksi dan idiomnya selalu praktis dan tegas yang mengacu kepada ekonomi kata, tidak bertele-tele atau berpanjang-panjang yang dihiasi oleh banyak bunga kata sebagaimana umumnya dalam sebuah naskah syair lama. Dalam puisi ini pun kita mengetahui bahwa kata “perempuan‘ pada masa itu memang memuat makna yang bersifat ameliorasi. Lama sekali, terutama pada era Orde Baru, kata “wanita‘ yang bermakna seperti itu. Sementara “perempuan‘ harus menanggung beban peyoratif.
Sebuah syair selalu mengisahkan peristiwa (luar biasa) yang dapat menghabiskan beratus halaman dan beribu bait. Syair Bidasari di atas misalnya, berisi 1551 bait! Syair Ajakan ini juga berisi kisah (luar biasa) tentang telah hadirnya Koran Perempuan Bergerak. Ia mengisahkan atau mempromosikan kebagusan Koran ini kepada sahabat-sahabatnya supaya jangan ketinggalan membaca dan menulis di sana. Kalau syair-syair lama itu harus menghabiskan ribuan bait untuk satu peristiwa yang dikisahkan, Oepik Amin cukup membuat syairnya 20 bait saja!
Karangan Siti Alima Organ untuk Perempuan Bergerak juga menyambut terbitnya Koran Perempuan Bergerak, dimuat dalam Edisi 16 Mei 1919. Dia pun menunjukkan kebaruan dalam pengucapan dan lebih bernuansa “Melayu Medan‘.
Misalnya bait ini:
Lama sudah kami di kali
Entah bila pula mengedari
Harap kami minta tetapi
Sama perempuan gemari
Mungkin bisa diterjemahkan seperti ini:
Kami sudah lama sekali (berjuang)
Entah kapan pula bisa tercapai
Kami berharap supaya diakui
Terhadap perempuan harus dihormati
Emansipasi mencuat dalam karya ini. Yang dituntut dalam hal ini adalah persamaan hak dalam belajar atau menuntut ilmu. Kita berdecak, bahwa telah hampir satu abad yang silam, kaum perempuan kita di Medan telah begitu maju. Begitulah Koran-koran lama yang berisikan sejarah perjuangan dan pergerakan, dapat membuka cakrawala baru bagi kita dewasa ini.
*) Damiri Mahmud, sastrawan, berdomisili di Medan.
http://cabiklunik.blogspot.com/2013/05/menyingkap-tumpukan-koran-medan-1919.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar