Senin, 11 Juni 2018

DENNY JA BAGAI TUPAI TERGELINCIR

Remy Sylado
facebook.com/RemySylado23761

DENNY JA yang bersyahwat besar untuk dibilang dirinya ‘penyair’, tapi dengan puisi kelas kriya atau kerajinan-tangan – berhubung puisinya tidak puitis dan esainya tidak desertatif – berkata dengan congkak bahwa kesalahan saya adalah kesalahan logika, maka dia menuntut saya untuk merespon pernyatannya itu.

Kesalahan logika? Eh alah, anake sopo iki? Entah di mana anak ini belajar logika. Dia mengalirkan frustrasinya secara terbuka: mengira bahwa logika sebagai ilmu itu hanya satu jurus. Dia tidak tahu, bahwa logika yang dirumus Aristoteles melalui kumpulan tulisan dalam ‘Organon’, telah berkembang menjadi jamak, artinya bukan hanya tunggal, yaitu bahwa dalil-dalil dalam logika sebagai ilmu mengandung lebih dari dua makna antara yang pasti dan takpasti, dan semuanya valid. Logika jamak, plural, majemuk bukan satu jurus itu diingatkan oleh filsuf Polandia Jan Lukasiewics. Bukunya ‘On three-valued logic’, versi Inggris dalam Borkowski ‘Selected works by Jan Lukasiewics’, 1970.

Pandangan tentang logika majemuk itu sendiri berbeda-beda khazanah dan itu menyangkut komposisi faalnya di kasad substansi. Lebih jauh logika yang dimaksud ini dikawal dengan sistem-sistem teknik ke wilayah keilmiahan pada prayojana umum di satu pihak dan prayojana khusus di lain pihak, menjadi simpai konkret bangunannya, namun bersifat sementara kesahihannya. Penelitian ini dilakukan oleh filsuf kontemporer Rusia Sergey Yablonsky. Bukunya yang sering dibahas adalah ‘Introduction to discrete mathematics’, 1989.

Menyangkut ‘three-valued logic’, adalah D.A. Bocvar melalui eksperimen-eksperimen pengkajian analisis sisi mekanika quantum dalam ‘On a three-valued logical calculus and its application to the analysis of contradictions’, telah mengurai pelbagai paradoks logika yang asasnya berhakikat plural antara pasti dan tidak.

Orang yang belajar logika, niscaya mudeng bahwa sebagai ilmu, logika memiliki sugesti berprogres. Dari sistem Lukasiewics berkembang ‘logika modalitas’. Di situ tampil Clarence I. Lewis yang mengacu peri ‘logika modal’ sebagai alternatif atas ‘logika nonmodal’ pada Bertrand Russel. Ladang logika yang lain, dan berbeda-beda, misalnya ‘logika induktif’ pada John Stuart Mill, berlainan dengan ‘logika deduktif’ pada Bacovan Verulam, dan beda pula dengan ‘logika matematika’ pada Gottlob Frege. Tapi, jangan lupa awal penalaran logika yang berpangkal pada Aristoteles itu, diperkenalkan oleh Willem van Ockham, yang notabene menjadi model ideal guru-guru Belanda di Indonesia dalam pengajaran soal ilmu berpikir pasca-Politik Etis Van Deventer. Darinya orang Indonesia sekarang membeo kata-kata guru Belanda soal takrif logika.

Padahal di abad pertama Masehi, perkara Logos yang dalamnya Aristoteles merupakan Bapa Metafisika, sudah digurui oleh seorang nelayan dari Galilea, Yehohanan ben Zabdi – dieja secara Yunani: Ioannes Zebedaios – bahwa sesuai dengan nas yang maktub dalam filologinya ‘Kata Ioannen’ “En archi en ho Logos...” – lanjutannya sudah saya sertakan dalam tulisan kemarin – dikunci sekarang dengan nas “Kai ho Logos sarx egeneto kai eskenosen en eimin.” Justru dari nas kunci ini, karuan membuka ladang diskusi baru yang kelak berkembang lagi menjadi widya teologi apologetika yang tetap aktual sampai hari ini.

Bicara soal logika harusnya dimulai dari Aristoteles lewat ‘Organon’ tersebut. Kalau Denny JA mau sedikit rendah hati untuk belajar dari awal, saya punya ‘Organon’ yang asli dalam bahasa dan aksara Yunani. Jika tidak bisa membaca huruf dan bahasa Yunani, saya siap mengajarnya. Sebab, betapapun pintu ilmu pengetahuan sudah terbuka lebar, tapi bicara soal genesis filsafat, maka memang elok mempelajari kebudayaan Yunani dan Hellenisme dengan mempelajari aksara dan bahasanya. Ini untuk menghindar peluang kesalahkaprahan literasi.

Denny JA masih mengejek saya, mengatakan saya melakukan ‘false generalization’, ‘logical fallacy’, ‘faulty generalization’. Saya kuatir Denny JA salah baca buku. Ini seperti tukang kacang di pesawat yang berdebat tentang estetika, lantas mengaku banyak membaca buku, tapi salah baca buku: bukan buku filsafat keindahan yang kaidahnya berubah di sepanjang masa, tapi ia membaca buku pedoman tentang “bagaimana cara beternak bebek” yang di semua masa, bebek tetap bebek. Akibatnya ia hanya pandai meleter seperti bebek. Sori bro, saya ingin bilang Denny JA meleter seperti bebek. Sebentar lagi kita akan melihat bagaimana ia menelanjangi diri sebagai tupai yang tergelincir.

Soal ‘faulty generalization’, baiknya baca buku D.H. Fischer yang bagus ini, ‘Historious Fallacies: Toward a Logic of Historical Thoughts’, dan bacalah dengan moral bersih. Kalau sudah, tilik mukabalahnya dalam buku Douglas Walton ‘Rethinking the Fallacy of Hasty Generalization’. Tapi, jangan lupa kritik Alex Slack yang mengacu istilah ‘secundum quid fallacy’, yaitu kesalahan dalam alih kesimpulan. Jika mundur lebih ke belakang, Sam Richardson memakai istilah ‘faulty morals’. Lalu, dengan sangat kena melihat soktau Denny JA, dengan memakai acuan Buford L. Nichols, yang menyimpulkan, bahwa dasarnya ‘faulty morals’ itu akibat prejudis memandang diri paling benar dan orang lain semua salah, membangun kepribadian di bawah jisim yang diselaputi korup dan manipulasi karena hati yang cemar menunggangi akalnya. Lebih asasi, keadaan ini diistilahkan oleh Jean Cauvin sebagai ‘radix cordix’, bahwa akal dirusak oleh hati yang keras, sombong, soktau, suka merendah-rendahkan orang.

Mau lihat bagaimana Denny JA melakukan manipulasi dan korup? Dalam tulisannya yang menyerang saya, 2 Juni 2018, di alinea ke-12 dia berkata, “ Dalam tulisan yang kedua, yang merespon tulisan saya, Remy tak membahas...” Lalu di alinea ke-30, dia berkata, “Dalam tulisan Remy yang kedua, kesalahan itu masih diulangi.”

Masya Allah! Si Denny JA ini punya masalah dengan kejujuran. Terbukti, dia korup, gandrung manipulasi, kulina ngibul. Bagaimana bisa dia bilang saya sudah menulis dua kali? Wong saya baru menulis satu kali, dan itu adalah tangkisan atas tulisan yang songong mencela-cela saya. Di sinilah buktinya dia menjadi tupai: sepandai-pandai tupai melompat, tetap saja tupai itu bajing, diimbuh akhiran /an/ menjadi bajingan, tergelincir dengan gampang. Dengannya maka runtuhlah istana Si Denny Boy yang mengaku pandai bermetodologi riset dan berpikir tertib. Lha, ini lho bukti nyata, di kepalanya bermukim kecurangan, sehingga berhitung saja dikelirukan. Makanya, kalau ada yang masih percaya pada tukang ngibul ini, dan memujinya karena dikasih uang, mereka itu semua yang dalam istilah logika di gugus filsafat Karl Barth disebut sebagai “solidaritas dalam kebersalahan” kayak Yahudi-Yahudi pukimaknya itu.

Walau sudah hilang rasa percaya saya pada tukang ngibul, toh saya merasa terpanggil untuk menanggapi ejekannya. Yang pertama di alinea ke-13. Tulisnya, “Remy malah menghabiskan banyak kata menunjukkan aneka penghargaan yang ia terima. Tak pula saya tahu apa relevansinya.” Relevansinya? Begini, Adinda. Saya bermaksud menyadarkan manusia, bukan beruk, bahwa yang memberi penghargaan kepada seseorang atas karyanya adalah orang lain di bawah lembaga tertentu, karena apresiasi atas capaiannya, dan bukan dari dirinya kepada dirinya. Agaknya hanya bangsa beruk-kera-yakis yang tidak paham tamadun cantik ini. Dengan menunjuk ‘aneka penghargaan’ itu, maka saya sedang menginsyafkan Denny JA, bahwa penghargaan yang benar adalah bukan dari dirinya kepada dirinya dengan memposisikan dirinya itu sebagai tokoh berpengaruh di antara 33 nama. Itulah yang kemarin saya sebut onani.

Sekadar catatan panambih, kata onani berasal dari bahasa Prancis ‘onanisme’, mewakili kelakuan tukang rancap bernama Onan, dikisahkan dalam filologi Ibrani yang sudah diterjemahkan di Prancis dengan pengantar doktor teologi Louis Segond, tentang lakilaki yang bangkit syahwat hendak menyetubuhi istri kakaknya tapi memuncratkan spermanya di luar vagina. (Onan sachant que cette postérité ne serait pas à lui, se souillait à terre lorsqu’il allait vers la femme de son frère, à fin de ne pas donner de postérité à son frère).

Di alinea ke-26 Si Denny menulis tentang Charles Dickens: “Karyanya acap dimasukkan ke dalam list 100 karya terbesar dalam sejarah. Tentu saja dalam list tidak ada karya Remy Sylado.” Memang tidak ada. Tapi demi Tuhan saya sukacita. Yang membuat saya dukacita adalah dalam 33 penyair berpengaruh, nama saya masuk dalam list. Di acara sastra di TIM 2015 saya sudah menyatakan di depan publik, bahwa saya ingin nama saya dikeluarkan dari buku itu. Dan sekarang, setelah konangan bahwa buku itu merupakan kolusi Denny JA, maka sumpah disambar geledeg, saya jijik berada di dalam buku itu, disejajarkan dengan tukang ngibul dan tukang onani. Ini ibarat: sudah jatuh dihimpit tangga masih digigit monyet pula.

Jelas siasatnya, bahwa untuk membuktikan dirinya berpengaruh, ada rayuan uang pemikat supaya orang mau menulis ‘puisi esai’. Terkumpul 250 ‘penyair’, 40+34 buku dari 34 propinsi. Dikiranya penyair itu sama dengan domba-domba yang memerlukan gembala. Padahal penyair itu seperti harimau, siap berjalan sendiri, tidak bergerombol. Berpikir bahwa penyair bisa dibingkai dengan uang lewat pemeo “senasib sepenanggungan” & “sama rata sama rasa” itu adalah politik PKI yang jelas-jelas mengingkari kerahmanan & kerahiman Tuhan. Ingat, generasi kedua manusia, putra-putra Adam & Hawa, bertikai, dan Qabil membunuh Habil, karena bakat, kodrat, dan takdir masing-masing didesain Tuhan secara berbeda-beda.

Gampangnya menyimak hukum alam itu adalah melihat peta sastra Amerika kiwari. Di sana sastrawannya pating klumpruk. Rezekinya berbeda-beda. Misalnya John Locke melalui novel dalam e-book “Saving Rachel” terjual lebih satu juta eks. Penyusulnya Stieg Larsson asal Swedia dengan “The girl with the dragon tattoo” terjual jutaan dolar. Lalu Nora Roberts dijuluki pada 2018 ini sebagai “Number One Best Selling New York Author” karena ia menulis sampai 238 judul.

Dari situ kita melihat bahwa yang menarik dari kehidupan ini adalah ketaksamaan-ketaksamaan dalam bakat, kodrat, takdir, nasib. Perbedaan adalah anugerah Tuhan. Jangan mengambil inisiatif untuk mengubahnya. Jangan sampai manusia berubah jadi iblis.

Nah, gitu, Adinda. Makanya tak usah terlalu bernafsu menyalah-nyalahkan orang yang mengkritik kau. Tak usah pula kau pikir dirimu sarjana maka dengan sendirinya kau intelektual. Sekarang ini betapa banyak sarjana yang kehilangan rasa malu, sebaliknya ketambahan hobi mengelus-elus kemaluannya. Ronggowarsito pada abad ke-19 dengan bagus dalam puisi macapatnya “Serat Kalatidha” – mudah-mudahan kau bisa bahasa Jawa, kalau tidak, saya pun siap mengajari kau bahasa kebudayaan paling dibya di Nusantara ini, sekaligus mewuruk cara membuat resitatif dalam skala pelog terhadap tembang ini – mengatakan betapa sarjana terbingungkan oleh temptasi duniawi: Mangkya darajating praja / Kawuryan wus sunyaruri / Rurah pangrehing ukara / Karana tanpa palupi / Atilar silastuti / Sujana sarjana kelu / Kalulun kala tidha / Tidhem tandhaning dumadi / Ardayengrat dene karoban rubeda. Kau di situ, Adinda. Maka bercerminlah. Kritik kepadamu itu mustahak, sebab kritik dapat membangun kearifan. Terimalah kritik orang-orang, supaya orang-orang hormat kepadamu. Sekarang ini orang-orang enggan hormat kepadamu, sebab kau ini, sudah keliru tapi malah ngotot & ngeyel, menegakkan benang basah, berbelit-belit memanjang-manjangkan jarak kesombongan karena kau pikir punya uang banyak. Sikap begitu dalam ungkapan Jawanya “dowo-dowo ulo: soyo dowo soyo mbulet”. Untuk itu serapahnya orang di Surabaya tempattinggalnya Budi Darma: “jancuk kon!” Serapahnya orang di Semarang kampunghalamannya Nh. Dini: “telembokne!” Serapahnya orang di Solo kampunghalamannya Arswendo Atmowiloto: “panjenengan lak boten purun kula arani segawon to?”

Sekian. Tabik. 8 Juni 2018
https://www.facebook.com/RemySylado23761/posts/1561980193910968

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati