Sabtu, 02 Juni 2018

PAMERAN KEBEBALAN ZENG WEI JIAN

Remy Sylado
facebook.com/RemySylado23761

Menertawakan membaca tanggapan Zeng Wei Jian yang berjudul “Ngawurnya Remy Silado”. Menertawakan, sebab dengan itu Zeng Wei Jian telah membuat suatu pameran kebebalan dalam upayanya menyanjung Gubernur Anies Baswedan. Sekaligus kasihan pula, sebab maunya membela kesalahan bicara – bicara artinya kata-kata yang diucapkan secara lisan – tapi dengan alas prasangka, menyebabkan pembelaannya mengalir dalam ragam emosional, yaitu mencerca dengan cara menegakkan benang basah. Itu menunjukkan bahwa Zeng Wei Jian cuma seorang yang bebas buta huruf tapi tidak bebas membaca. Bayangkan, menulis nama saya saja keliru, harusnya Sylado dengan /y/ ditulisnya Silado dengan /i/.

Sebenarnya pokok masalah dalam tulisan saya ada dua, yaitu soal pernyataan Anies yang mengatakan bahwa hanya orang di Jakarta yang melihat Belanda dari jarak dekat dan mengalami penjajahannya, serta Indonesia yang baru ada pada 1934 sehubungan dengan berdirinya Partai Arab Indonesia. Ketika saya mengatakan bahwa perlawanan rakyat terhadap Belanda ada di antero Nusantara dengan menyebut pahlawan-pahlawannya, Zeng berkata, “Sesuatu yang sudah diketahui sejak kita SD.” Justru itu. Engkoh, anak SD saja tahu, tapi kenapa bekas Mendikbud yang dicopot oleh Presiden kok malah tidak tahu itu? Alasan itu gerangan yang membuat saya merasa terpanggil untuk menulis kritik sebagai adat menyatakan rasa masygul.

Pernyataan yang disimpulkan Zeng soal Jakarta menurut pikiran Anies terlihat memaksa diri. Dikaitkan dengan penduduk Jakarta yang paling merasakan penjajahan, lantas dikatakannya “Jakarta punya pengalaman khusus. Makanya jadi daerah khusus ibukota. Dia jadi khusus bukan cuma karena berfungsi sebagai pusat pemerintahan. Di aspek sejarah juga Jakarta punya cerita sendiri.” Tak jelas sejarah seperti apa yang dimaksudkannya. Bahkan Anies pun, ketika bicara tentang sejarah 1934 berdirinya Partai Arab Indonesia, maunya ia menyaji asrar ‘history’ tapi hasilnya cuma kekenesan ‘his story’, maksudnya ‘his own story’ karena tidak tuntas membaca tarikh Sumpah Pemuda.

Soal Jakarta, begini Engkoh, sebutan ‘khusus’ adalah urusan pemerintahan republik, baru dipakai pada 1961, dan yang mengubahnya adalah Presiden Soekarno, menggantikan sebutan Dati I dari sebutan Kotapraja sejak 1959. Sedangkan nama Djakarta sendiri baru dipakai mengganti nama Batavia yang dibuat pihak Jepang pada 1942.

Kedudukan Gubernur Jendral memang di Batavia. Tapi jangan lupa bahwa beberapa di antaranya memilih Bogor. Waktu itu mereka menyebut Bogor sebagai Buitenzorg. Harfiahnya, buiten = luar, zorg = pengawasan. Ketika akan terjadi Perang Jawa, Gubernur Jendral Van der Capellen memilih tinggal di Buitenzorg, dan di situ pengkhianat Danurejo dari Yogyakarta menemuinya untuk melapor tentang Diponegoro.

Catatan kecil itu menyimpulkan, bahwa banyak kejahatan kolonial terjadi justru karena pengkhianatan pribumi sendiri. Hal itu terlihat lebih jelas pada musabab Perang Kuning (yang akan saya kemukakan dalam tulisan lain tentang ‘gara-gara pribumi’ untuk menjawab tulisan Batara R. Hutagalung). Maksud saya, tidaklah dewasa secara ilmiah melihat Belanda hanya pada keburukannya sebagai penjajah. Dengan begitu kita menutup mata terhadap hal-hal bijak yang diperjuangkan Belanda untuk memajukan bangsa Indonesia. Misalnya kita toh tidak boleh mengabaikan peran Baron van Hoevell atas perjuangannya di parlemen Belanda membela Indonesia. Dokumen tentang itu pada ulangtahun proklamasi kemerdekaan yang ke-50 diserahkan pihak Belanda kepada Mensesneg Moerdiono.

Rasanya kita pun tak boleh menafikan kenangan bahwa adalah Belanda yang mengajarkan kita baca-tulis aksara Latin. Leijdecker, dokter militer di Malang, ditugaskan oleh VOC untuk menerjemahkan filologi Ibrani dan Yunani ke bahasa Melayu tulis Latin, terbit 1733, dan dengan itu kita belajar mengenal semua ilmu lewat membaca buku-buku beraksara Latin. Usaha itu dilanjutkan lagi pada abad ke-19 oleh guru-guru Jerman yang berwawasan Pietisme di bingkai etika tapi juga Aufklärung di bingkai budaya, sebutlah Brückner di Semarang, Kam di Ambon, Schwarz di Langowan, Klinkert di Batavia, dll. Kata kuncinya, di masa gelap penjajahan Belanda ada juga di situ terang yang langgeng hingga kini.

Menyangkut Belanda-Belanda jancuk, ada penjara yang dibangun bukan di Jakarta, tapi di Semarang, yaitu Centrale Gevangenis voor Europeanen untuk sipil, dan di Ngawi untuk militer yaitu Fort van den Bosch atau lebih dikenal oleh pribumi sebagai Benteng Pendem. Di penjara ini pesakitan biasa dipendem artinya dikubur hidup-hidup. Jadi, kejamnya tindakan Belanda yang disaksikan pribumi di Jakarta, setelah Erberveld yang dieksekusi 1722, adalah tiang gantung yang dipasang di Stadhuis (kini Museum Sejarah Jakarta) pada 1896 untuk mengeksekusi bandit Tionghoa Tjen Boen Tjeng. Sementara di Ngawi pribumi menyaksikan Nursalim, pengikut Diponegoro dipendem hidup-hidup pada 1829.

Perihal Belanda yang membangun negeri jajahannya ini, tiap waktu dapat disaksikan pula oleh pribumi di Bandung. Di kota ini ada lembaga bernama Bandoeng Vooruit yang membangun Bandung dengan model boulevard seperti di Paris, dan mempromosikannya sebagai “Parijs van Java” dengan nyanyian menggairahkan: /Het is zo fijn in kota Bandoeng/ Het is daar friesjes de wind/ Komt van de goenoeng/ Veel jongelui en nona wonen daar/ Kota Bandoeng is goed/ Voor pas getrouwde paar/. Tak heran Bandung sampai hari ini pun tetap memakai nama-nama Belanda yang berjasa bagi kotanya, misalnya Jl. Prof Eyckman, Jl Van Deventer, Jl Dr Otten, dll.

Mudah-mudahan catatan ini tidak membuat Zeng Wei Jian berprasangka kampungan seperti ketika saya mengatakan pihak Malaysia memberi penghargaan kepada J.R. Logan – yang membuatkan patungnya di Penang – lantas ia mengatai saya dengan kalimat bebal, bodoh, “saya saranin Remy Silado pindah saja ke Malaysia.” Lho? Ini pikiran sakau. Saya mendapat kesan, Zeng Wei Jian ini seorang chauvinis yang mabuk, sekaligus seorang oportunis yang menghasut untuk suatu pamrih tertentu.

Di pembukaan tulisannya sudah tampak kesan itu. Ia mengejek saya “budayawan ora jelas”. Padahal kalau ingin jelas bisa baca dulu Google seperti saya membaca tentang dirinya di situ. Adalah orang lain yang menyebut saya ‘budayawan’, bukan saya. Mungkin sebab orang itu membaca Google, bahwa pada 2004 Negara menganugrahkan Satyalencana Kebudayaan kepada saya karena dianggap telah bertanggungjawab terhadap pembangunan kebudayaan nasional. Sementara lewat Google pula kita bisa membaca perihal tindakan kriminil Zeng Wei Jian yang merusak Indonesia.

Sumber Google menyatakan bahwa Zeng Wei Jian dijebloskan di penjara pada 2013 karena kasus narkoba, pemakai dan bandar, dan dilepaskan pada 2015. Selama di dalam penjara ia bisa mengkases internet dengan membuat blog pribadi yang sekarang sudah tidak ada tapi berhasil diarsif, yaitu http://archive(dot)is/o7UU6. Kemudian setelah keluar dari penjara, melalui zengweijian(dot)blogspot(dot)com, ia menulis dengan dengki antaralain memaki Cina Kristen, Ahok, seraya mengaku dirinya Muslim, berfoto dengan Rizieq, lantas ikut dalam aksi 411, 212, 313, padahal aslinya ia pemuda Buddhis.

Maka ujungnya maaf, saya tidak tertarik melanjutkan polemik dengan manusia kelas kutuloncat. Jadi, kalau Zeng Wei Jian bicara lagi, silakan saja, saya tidak mau menanggapi. Memberi perhatian kepada petualang sama seperti memberi mutiara kepada babi-babi. Hayya, amsiong ah!

https://www.facebook.com/RemySylado23761/posts/1375932192515770

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati