Senin, 01 Februari 2021

Nyai Ontosoroh: Hikayat Perlawanan Sanikem

dari novel BUMI MANUSIA karya Pramoedya Ananta Toer

Rakhmat Giryadi
 
BABAK I
 
Setting : Dekat Pabrik Gula Tulangan
 
ADEGAN 1
Orang-orang sedang bekerja, hilir mudik, membawa karung-karung (gula) dan juga batangan tebu dengan geledekan. Mereka bertelanjang dada. Tubuhnya hitam. Ada yang kekar. Tetapi ada juga yang kurus kering.
 
ADEGAN 2
Seorang Juragan (Mandor), dikawal oleh dua budaknya. Dengan berkacak pinggang, Mandor itu menuding-nuding, bahkan terkadang menendang para budak. Sementara di tempat yang berbeda anak-anak perempuan yang masih remaja, berlarian. Ibunya, mengikuti dengan isak tangisnya. Seorang laki-laki dengan kasar menangkap satu di antara mereka yang melarikan diri. Anak itu meronta-ronta. Tak ada yang berani melawan. Mereka hanya bisa menyaksikan dengan sedih. Laki-laki kasar itu itu menyerahkan anak itu kepada seorang Mandor. Dengan imbalan seketip dua ketip, mereka melepaskan anak itu dibawa Mandor, entah kemana?
 
ADEGAN 3
Upacara menjadi dewasa. Sanikem meronta-ronta, ketika Sastrotomo, menyeretnya.
 
1. Sastrotomo
(Menyeret Sanikem) Kamu sekarang sudah dewasa, sudah saatnya nasibmu berubah. Hari ini akan datang orang yang membawa nasibmu lebih baik dari sekarang. Maka bersucilah, agar kemelaratanmu menjadi cambuk masa depanmu.
 
Ibunya Sanikem hanya bisa tersedu. Ia menggayung air bercampur bunga tujuh macam, dari genthong. Sanikem diam terpaku ketika air bunga tujuh macam mulai membasahi tubuhnya.
 
2. Sanikem
Sejak saat itu, nama Sanikem, sedikit-demi sedikit luntur oleh kemauan keras orang tuanya.
 
Dua orang datang membawa pakaian dan tikar pandan. Sanikem telah berganti ujud menjadi perawan. Kemudian dia tidur terlentang di atas tikar pandan. Ibunya kemudian melangkahinya tiga kali.
 
3. Istri Sastrotomo
Tabahkan hatimu, Nak. Usiamu sudah 14 tahun. Kau sudah haid. Tidak baik kau dikatakan perawan kaseb. Maka relakan hari mudamu ini.
 
4. Sanikem
Betul, saya sudah dewasa, tetapi saya punya hak untuk menentukan pilihan.
 
5. Sastrotomo
Tak ada kata pilihan! Pemuda-pemuda melarat dan kampungan, tak patut untuk dipilih. Yang ada sekarang kau dipilih untuk menjadi istri seorang yang kaya raya. Siapapun orangnya!
 
Sastrotomo menyeret Sanikem. Sanikem meronta. Ibunya membuntut dengan hati yang meronta. Ia membawa sekopor pakaian anaknya yang kumal. Sementara di tempat lain para budak menerima upah, Sastrotomo muncul dengan hati riang. Di belakangnya ada Sanikem. Ibunya yang kelihatan renta, hanya bisa tertunduk lesu meratapi nasib anaknya. Di sudut lain, Tuan Besar Mellema berdiri tegak, angkuh dan sombong.
 
6. Sastrotomo
Betul, saya akan jadi Juru Bayar, Tuan? Ah, saya senang sekali. Juru Bayar adalah pekerjaan yang sudah sayaimpikan bertahun-tahun. Bertahun-tahun! Sebagai penggantinya, terimalah persembahan saya. Ini anak saya, Tuan Besar Mellema. Terimalah. (Kepada Sanikem) Sanikem, mendekatlah, Nak. Dia adalah Tuan Besar.
 
7. Istri Sastrotomo
Jangan, Pak, jangan! Kenapa Ikem, kau serahkan kepada laki-laki raksasa itu? Oh, Pak, Pak. Kenapa kau tega, Pak?
 
8. Tuan Besar Mellema
Jadi ini anakmu? Bagus, bagus. Kowe, pintar? (Tertawa).
 
Tuan Besar Mellema pergi bersama dua pengawalnya, membawa Sanikem tanpa perlawanan. Sementara Istri Sastrotomo, terisak melihat anaknya dibawa Tuan Besar Mellema.
 
9. Sastrotomo
(Tertawa girang) Akhirnya saya jadi Juru Bayar!
 
10. Istri Sastrotomo
Sampeyan menjadi Juru Bayar, tetepi sampeyan harus membayar mahal, dengan mengorbankan masa depan Sanikem. Dia darah daging kita. Tetapi sampeyan tega menjual untuk menjadi gundik, demi ambisi sampeyan, Pak.
 
11. Sastrotomo
Kamu jangan banyak omong. Saya telah memperjuangkan anak saya untuk menjadi wanita terhormat. Istri Tuan Besar. Tuan Besar di Tulangan yang sangat kaya raya dan terhormat. Sanikem akan terhormat. Dan kita akan terhormat, karena Sanikem akan menjadi kaya raya dan tidak menjadi gelandangan bersama pemuda-pemuda kampung yang tidak berpendidikan.
 
12. Istri Sastrotomo
Buat apa harta benda, kalau hatinya terpenjara. Hidupnya terkerangkeng dalam genggaman, seorang laki-laki. Kita sudah kehilangan segalanya, Pak. Kamu lebih memilih sekeping Golden dan jabatan palsu. Tetapi sampeyan telah mengorbankan segalanya yang telah kita miliki dan telah kita rawat bertahun-tahun.
 
Anak-anak kampung yang dengan tulus memberikan cintanya, tetapi sampeyan tolak. Sementara dia yang datang dengan membawa segerobak kepalsuan sampeyan terima dengan tangan terbuka. Sampeyan telah mengadu nasib itu menjadi tidak menentu, Pak?
 
13. Sastrotomo
Diamlah. Saya punya rencana lain untuk Ikem. Rencana ini pasti akan mengubah hidup kita. Dan tidak ada urusannya dengan lamaran pemuda-pemuda kampung yang pada gudhikan itu. Apa mau kamu hidup melarat, dan hanya mengandalkan dari penghasilan saya sebagai Juru Tulis? Saya ini, sebentar lagi akan naik pangkat jadi Juru Bayar. Kedudukan yang lebih tinggi dari sekedar Juru Tulis. Jabatan lebih tinggi akan lebih memudahkan segala urusan. Apalagi Juru Bayar.
 
Ikem telah mendapatkan laki-laki yang pantas. Mulai saat ini Sanikem tidak boleh keluar rumah. Tidak boleh memandang ke laki-laki yang berkeliaran dan tidak jelas itu. Ah, saya senang sekali. Juru Bayar adalah pekerjaan yang sudah saya impikan bertahun-tahun. Bertahun-tahun!
 
Hehe..he..he..Juru Bayar. Saya akan jadi Juru Bayar. Semua orang di Pabrik Gula itu akan tunggu saya berderet-deret. Harus tunggu uang dari tangan saya. He..he-he..Saya akan jadi kasir. Bertumpuk-tumpuk uang di jari-jari saya. Semua orang akan berurusan dengan saya, Si Juru Bayar! Mereka harus datang ke saya. Harus ambil uang dari tangan saya dengan membubuhkan cap jempol. Para buruh, pedagang, akan bungkuk-bungkuk di depan saya. Tuan Totok, Peranakan, akan beri tabik pada saya. Guratan pena saya berarti uang. Saya akan masuk golongan penguasa di pabrik. Mereka harus dengar kata-kata saya : ?Hei! Tunggu kau, disitu! Tunggu kau, disitu! He..he? Kalian akan berderet antri tunggu uang dari tangan saya?!?
 
Kemarilah istriku. Kau harus ikut senang, suamimu ini akan jadi Juru Bayar! Berpakaianlah yang pantas, selayaknya istri orang terpandang. Kamu jangan bersedih. Ikem akan lebih terhormat kawin dengan laki-laki kaya. Dia akan menghuni rumah besar. Kita bisa diundang ke sana sewaktu-waktu. Ayo istriku kita songsong kehidupan yang lebih baik.
 
Istri Sastrotomo terpaku. Ligting meremang. Out Stage. Disudut lain, Mellema sedang memandang Sanikem yang bongsor dan kelihatan cantik. Beberapa pembantu jalan jongkok, menyediakan minum dan buah-buahan. Sanikem hanya berdiri terpaku di pojok ruang, Tuan Besar Mellema.
 
14. Tuan Besar Mellema
Kowe sudah 14. Kowe sudah besar dan cantik, seperti bunga di Tulangan atau seperti mawar dari Surabaya. Kowe jangan takut dengan saya. (Kepada Sastrotomo). Sastrotomo! Ini berisi 25 golden. Kelak, setelah kowe lulus dalam pemagangan selama dua tahun, kowe akan jadi Juru Bayar.
 
15. Sastrotomo
(On stage) Terimakasih Tuan Besar. Saya jamin Ikem sangat penurut. (Kepada Sanikem) Ikem anggap saja ini rumahmu yang baru. Kau tidak boleh keluar rumah ini tanpa ijin Tuan Besar Kuasa. Kau juga tidak boleh kembali ke rumah tanpa seijin Tuan dan seijin Bapakmu.
 
Sastrotomo meninggalkan panggung. Lighting meremang biru. Tirai menurun pelan-pelan. Percintaan di balik tirai. Dua penari karonsih/tayub menari dengan lembut. Tetapi isak tangis jelas terdengar dari ibu Sanikem. Lighting semakin temaram. Penari karonsih menghilang di balik tirai. Di sudut yang lain, Nyai Ontosoroh berdiri kokoh.
 
16. Nyai Ontosoroh
Kini, Sanikem telah lenyap. Hilang untuk selama-lamanya. Sekarang, saya adalah Nyai Boerderij Buiternzorg. Orang-orang memanggil saya Nyai Ontosoroh. Hidup menjadi Nyai terlalu sulit. Dia Cuma seorang budak belian yang kewajibannya hanya memuaskan tuannya. Dalam segala hal!
 
Sewaktu-waktu Nyai harus siap dengan kemungkinan Tuannya sudah mersa bosan, untuk dicampakan kembali, menjadi kere, tanpa hak perlawanan sedikitpun. Salah-salah, bisa badan diusir dengan semu anak-anaknya sendiri. Atau bahkan dengan tangan kosong. Ya, mereka telah membikin saya jadi Nyai begini. Maka saya harus jadi Nyai, jadi budak belian yang baik, Nyai yang sebaik-baiknya.
 
Mang, Mbok, ke sini kalian semua. (4 pelayan laki-laki dan 3 pelayan perempuan on stage). Dengar mulai saat ini kalian tidak usah kerja di sini. Kalian pasti sudah tahu saya adalah Nyai rumah ini sekarang. Saya tidak ingin ada saksi atas kehidupan saya sebagai Nyai di rumah ini. Kalian lebih berharga dari pada saya. Kalian kerja di sini, sedangkan saya, hina dina tanpa harga, tanpa kemauan sendiri berada di rumah ini.
 
Semua pekerjaan rumah biar saya kerjakan sendiri. Tetapi jangan kuatir, kalian akan pergi dengan membawa bekal. Lagi pula, di lain tempat pasti kalian akan bisa memburuh atau apa saja, karena kalian merdeka. Kecuali kau Darsam, tetaplah di sini. Jagalah saya!
 
Baiklah kalian berkemas, beresi barang-barang kalian. Kau Darsam, siapkan bekal secukupnya buat mereka.
 
Mereka out stage. Tuan Mellema on stage.
 
17. Tuan Besar Mellema
Nyai, kenapa kau mengusir semua Bujang dan Mbok? Pekerja-pekerja itu harus disewa untuk menjalakan usaha susu ternak rumah ini. Mulai saat ini kaupun harus mulai mengurusi semua urusan usaha. Satu hal yang harus kau ingat, majikan mereka adalah penghidupan mereka. Majikan penghidupan mereka adalah kau! Jadi kau harus jadi majikan yang baik, yang tahu bagaimana mengurus pekerjaannya.
 
Nyai, bacalah majalah-majalah itu selalu. Juga buku-buku itu akan membawamu kepada dunia yang maha luas. Dengan begitupun, bahasa melayu dan Belandamu akan terus maju dan Nyai akan semakin menguasai berbagai bidang dan pengetahuan.
 
18. Nyai Ontosoroh
Ya, saya akan menjalankan semua tugas sebaik-baiknya. Akan saya kerahkan seluruh tenaga dan perasaan yang ada di diri saya untuk Tuan. Sebaik-baiknya. Karena itulah tugas saya, sebagai Nyai Tuan. Apakah wanita Eropa diajar sebagaimana saya diajar sekarang ini, Tuan? Sudahkan saya seperti wanita Belanda?
 
19. Tuan Besar Mellema
Ha..ha..ha..tak mungkin kau seperti wanita Belanda. Juga tidak perlu. Kau cukup seperti sekarang. Kau lebih mampu dari rata-rata mereka, apalagi yang peranakan. Kau lebih cerdas dan lebih baik dari mereka semua. Tapi kau juga harus selalu kelihatan cantik, Nyai. Muka yang kusut dan pakaian yang berantakan juga pencerminan perusahaan yang kusut dan berantakan?.
 
Darsam, masuk panggung (on stage) bersama Sastrotomo dan Istrinya datang dengan berjalan jongkok.
 
20. Darsam
Tuan, maaf Tuan, ada orang tua Nyai datang, Tuan. Mereka menunggu di depan.
 
21. Nyai Ontosoroh
Katakan kepada mereka, bahwa Sanikem tidak ada sekarang.
 
22. Tuan Besar Mellema
Temuilah?
 
23. Nyai Ontosoroh
Kalau saya menemuinya, berarti Tuan telah mengembalikan saya kepada pemiliknya semula. Apakah saya harus pergi dari sini? Bakal jadi apa kalau saya tidak sanggup bersikap keras. Luka terhadap kebanggaan dan harga diri tak jua mau menghilang. Bila teringat kembali bagaimana terhinannya saya dijual kepada Tuan. Saya tak mampu mengampuni kerakusan Ayah saya dan kelemahan Ibu saya. Sekali dalam hidup kita meski menentukan sikap. Sudahlah, biar semua putus sudah terhadap masa lalu. Itu sudah sebaik-baiknya yang saya bisa lakukan. Suruh mereka pulang atau Tuan akan kehilangan sapi-sapi dan pabrik susu itu?? Saya telah menjadi telor yang jatuh dari petarangan. Pecah. Bukan telor yang salah.
 
24. Tuan Besar Mellema
(Pause) Kau terlalu keras Nyai? Temui Ayahmu!
 
25. Nyai Ontosoroh
Saya memang ada ayah, dulu. Sekarang tidak. Kalau dia bukan tamu Tuan, sudah saya usir!
 
26. Tuan Besar Mellema
Jangan?! (Memberi kode pada Darsam). Darsam beritahu mereka?
 
27. Darsam
Nyai bilang?Di rumah ini tidak ada orang bernama Sanikem. Pergilah!
 
Suasana hening. Sastrotomo dan istinya beringsut pergi. Wajahnya penuh duka. Sastrotomo beringsut terus, seperti menapaki nasibnya yang tak berujung.
 
ADEGAN 4
Orang-orang sedang mengusung karung. Ada juga yang mengusungnya dengan gledekan. Suasana begitu sibuk. Nyai Ontosoroh, Tuan Besar Mellema, Annelise, Robert Mellema, dan Darsam, seperti bersiap-siap hendak mau pergi.
 
28. Nyai Ontosoroh
Kami harus pindah ke Wonokromo, karena kontrak perusahaan gula tidak memperpanjang jabatan Tuan Besar. Kami pindah ke Surabaya. TB Mellema membeli tanah luas di Wonokromo, penuh semak belukar dan dekat rumpun-rumpun hutan muda. Sapi yang dibeli dari Australia dipindahkan kemari.
 
Segala yang saya pelajari selama hidup bersama TB Mellema, telah sedikit mengembalikan harga diri saya. Tetapi sikap saya tetap, mempersiapkan diri untuk tidak akan lagi tergantung pada siapapun. Tentu saja sangat berlebihan seorang perempuan Jawa bicara tentang harga diri, apalagi, orang seperti saya yang masih begitu muda untuk berkeluarga.
 
Begitulah akhirnya saya mengerti, saya tidak tergantung pada TB Mellema. Sebaliknya dia sangat tergantung pada saya. Saya telah bisa mengambil sikap untuk ikut menentukan perkara. Tuan tidak pernah menolak. Bahkan ia sangat memaksa saya untuk terus belajar. Dalam hal ini ia seorang guru yang keras tetapi baik, saya seorang murid yang taat dan juga baik. Saya tahu, apa yang diajarkan oleh TB Mellema kelak akan berguna bagi diri saya dan anak-anak saya, kalau TB pulang ke Nederland.
 
Para buruh bergerak bersama-sama, mengikuti tuan mereka. Mereka membawa barang-barang pindahan. Darsam berjalan di depan. Musik. Lighting fide out.
 
***
http://teaterapakah.blogspot.com/

http://sastra-indonesia.com/2010/01/nyai-ontosoroh-hikayat-perlawanan-sanikem/

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati