Selasa, 20 April 2021

Cinta di Bulan Ramadhan

Denny Mizhar
Malang Post, 5 Sep 2010
 
Gadis, sudahlah. Jangan menangis. Tak ada gunanya. Lelaki yang kau cintai telah melukaimu. Apa pantas kau mengiba dan meratapinya, bahkan mengharapnya kembali? Mari, buka mata hatimu. Lalu tenggelamkan diri dengan do’a-do’a kepada Tuhan. Aku yakin. Segalanya akan baik-baik saja. Hidup itu sementara, jangan dibuat bersusah-susah. Mari, memaknai segala peristiwa pasti akan lebih indah. Mari, berfikir hal yang penting agar diri berguna buat sesama.
***
 
Gadis berhari-hari mengunci dirinya dalam kamarnya. Tak ada yang tahu apa yang sedang dilakukannya. Hanya pesan pendek, sering aku terima itupun kadang tak tuntas mengirimnya, putus di tengah percakapan.
 
Seorang temannya menemuiku, menanyakan perihal masalah yang menimpahnya. Hingga kenapa harus mengunci diri dalam kamarnya. Aku sendiri tak tahu. Maka kujawab sekenanya
 
“Ia sedang patah hati yang dalam dan ingin tenangkan diri. Supaya jadi baik-baik saja, ketika keluar kamar dan tak ada yang mengira ia sedang patah hati”
 
Temannya malah mendebatku
 
“Bahwa siapa yang tidak tahu! akan sakit hatinya, semua sudah tahu”.
 
Aku pun berlagak tidak tahu, permasalahan yang sedang dialami oleh Gadis dengan detail. “Memangnya kau tahu apa yang sedang terjadi pada Gadis?”
 
Temannya menjawab
 
“Kekasihnya telah menduakannya. Gadis sangat terpukul atas kejadian tersebut”.
 
Aku pun tersenyum dan menggerakkan kepala ke bawah agar terlihat mengamini apa yang dikatakannya, seakan-akan baru tahu permasalahan Gadis secara detail.
 
Temannya melangkahkan kaki menjauh dariku yang terus berfikir. Apa yang bisa aku perbuat untukknya sedang aku bukan apa-apanya. Hanya, baru saja kenal dan aku tertarik padanya. Ah, dasar naluri lelakiku muncul tiba-tiba saat bertemu dengannya pertama kali. Padahal sudah lama rasa cinta menghilang dari peredaran orbit hati.
 
Pada suatu malam ketika bulan purnama. Seorang lelaki datang padaku yang mengaku kekasih Gadis. Bercerita tentang perihal hubungannya sama Gadis. Bahwa ia sangat mencintainya. Tapi sayang, Gadis tak mampu memberikan apa yang diharapkan. Lalu ia bertemu dengan perempuan semasa SMA-nya yang pernah dicintainya. Sebab jarak yang jauh lalu ia meninggalkannya.
 
Kini, jaraknya sudah dekat maka ia pun kembali lagi pada perempuan yang semasa SMA dicintainya. Tetapi sebenarnya ia masih cinta pada Gadis. Berhubung Gadis tak dapat memenuhi apa yang diharapkannya, ia harus meninggalkan Gadis. Sesekali ia mengoda Gadis. Agar mau berubah dan ia pun akan kembali pada Gadis. Perubahan yang diharapkan pada Gadis adalah agar Gadis dapat masak, agar Gadis berjilbab, agar Gadis meninggalkan teman-teman mainnya, agar Gadis tak seperti anak kecil, agar Gadis Dewasa. Agar Gadis…
 
Sehabis ia bercerita panjang lebar kali tinggi, tentang hubungannya sama Gadis. Ia berpamitan pulang. Dan mengatakan padaku
 
“Tolong Mas, disampaikan pada Gadis, tentang apa yang aku ceritakan padamu!”.
 
Sungguh, lelaki macam apa itu? Memaksa kehendaknya untuk orang lain berubah. Padahal perubahan harusnya melewati kesadaran dari pelakunya. Bukan pemaksaan. Aku mengingat pemikir-pemikir positivisme, bahwa hubungan relasi antara diri dan diluar diri adalah subyek dan obyek. Sehingga apapun yang diluar dirinya adalah obyek yang dapat dirubah semaunya. Dengan adanya unsur paksaan dan ekploitasi. Ah, robotlah jadinya. Sudah sebegitu parahkan pemikiran positivisme masuk dalam alur logika kita?
 
Tiba-tiba poselku berbunyi.
 
“Kak telpon aku”.
 
Rupanya Gadis mengharap aku menelponnya. Sebagai manusia aku tak bisa membiarkan orang lain meminta tolong dan butuh bantuanku, aku biarkan begitu saja. Lalu aku pencet call Gadis. Masih terdengar nada terisak-isak. Habis menangis seharian, katanya. Lalu mengisahkan lelaki yang baru saja datang padaku. Bahwa ia mempermainkan hatinya. Aku pun bilang
 
“Kenapa kau mau dipermainkan?”
 
Gadis mengatakan bahwa dirinya sangat mencintai lelaki tersebut, hingga terkadang buta dirasakannya. Tak peduli berkali-kali disakiti, tetap saja mengharapkannya. Tetapi gadis kali ini sadar, bahwa ia harus memutuskan untuk melupakan. Akan tetapi, Gadis tidak bisa. Katanya.
 
Dengan sadar diri, aku bukanlah Gadis. Aku tak mengerti perihal perasaannya. Aku hanya membantu memecahkan kebuntuan-kebuntuan fikirannya yang gelap. Akibat perasaan cinta butanya. Aku katakanya padanya
 
“Gadis yang dilakukan kekasihmu itu bukanlah cinta tetapi penguasaan terhadap dirimu. Relakan saja ia pergi dan terimalah kenyataan yang terjadi. Bahwa ia telah mencintai orang lain. Bukan lagi dirimu”
 
Tiba-tiba telpon terputus.
 
Aku sebenarnya takut untuk memberikan solusi-solusi padanya. Apakah aku dengan tanpa tendensi atau punya tendensi untuk membantunya. Sebab aku mencintainya. Dan yang aku tahu. Bahwa, aku tak ingin serupa yang aku diskripsikan pada lelaki yang dicintai Gadis. Ada unsur penguasaan atas cinta, tetapi bukanlah cinta yang membebaskan yang mencari jalan kebenaran bagi dirinya sendiri.
 
Teringat buku yang aku baca tentang kekuasaan cinta dan keadilan karya Paul Tillich. Aku membelinya bersama Gadis ketika awal kita kenal. Gadis bertanya padaku perihal buku tersebut. Setelah aku buka dan baca, memang agak berat. Mungkin juga bagi Gadis yang tak pernah baca buku akan mengalami kesulitan. Lalu aku katakan
 
“Ini persoalan ontologis cinta kekuasaan dan keadilan”.
 
Gadis tidak paham apa itu ontologis. Aku pun bilang
 
“Kau tau filsafat. Nah, ontologis itu bagian pembahasan dalam filsafat. membahas tentang objek apa yang di telaah ilmu. Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut. Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia”.
 
Gadis malah bingung. Aku pun diam. Lalu gadis mengajak pulang. Aku mengantarkan gadis kerumahnya. Kenangan yang indah walau sesaat. Ketika itu, sehari sebelum puasa Ramadhan tiba.
***
 
Gadis, sudahlah. Jangan menangis. Tak ada gunanya. Lelaki yang kau cintai telah melukaimu. Apa pantas kau mengiba dan meratapinya, bahkan mengharapnya kembali? Mari, buka mata hatimu. Lalu tenggelamkan diri dengan do’a-do’a kepada Tuhan. Aku yakin. Segalanya akan baik-baik saja. Hidup itu sementara, jangan dibuat bersusah-susah. Mari, memaknai segala peristiwa pasti akan lebih indah. Mari, berfikir hal yang penting agar diri berguna buat sesama.
 
Aku kirimkan lagi pesan singkat pada Gadis, yang mulai bisa melupakan kekasihnya. Dengan seringnya kita berkomunikasi lewat telpon. Aku pun sedikit membuka kesadarannya. Bahwa hidup itu tak harus tengelam dalam permasalahn yang dangkal. Aku sering mengibaratkan cinta Tuhan pada manusia. Tak pernah pupus walau manusia selalu menjauhinya, ketika hendak mendekat tetap saja Tuhan menerima. Sebab Tuhan Maha Pema’af. Begitupun manusia yang di dalam dirinya ada pancaran roh Tuhan. Maka, paling tidak mendekati “serupa” Tuhan. Itulah kenyakinan terhadap kebertuhananku dan pemahamanan atas keberagamaanku.
 
Gadis sudah mulai tak menangis lagi, tapi masih teringat kekasihnya. Aku pun terus menghiburnya. Aku tak dapat mengatakan cinta padanya, sebab pernah ketika awal-awal bertemu aku mengatakan cinta padanya dan mengharap sebagai kekasihnya. Gadis hanya memberi jawaban, bahwa aku di anggapnya saudara. Tapi tak apalah. Aku yakin hati manusia bisa berubah, karena yang ada di dunia ini semuanya relatif kebenarannya kecuali kebenaran Tuhan.
 
Temannya masih sering bertanya padaku, ketika berpapasan betemu di gang sebelah rumahku. Lelaki itu, kekasih Gadis sudah jarang menghubunginya. Walau kadang-kadang masih mengirimkan pesan pendek pada Gadis. Tapi Gadis tidak menghiraukannya. Cerita gadis padaku.
 
Gadis pun pergi ke luar kota untuk mencari susana yang baru. Gadis berharap dapat melupakan dengan purnah jalinan cinta kasih yang pernah dilaluinya.
 
“Kak, Gadis pergi dulu. Tidak lama kok” pesan singkat masuk di ponselku.
***
 
Aku masih tetap berdo’a pada Tuhan. Agar Gadis membuka hati untukku. Malam-malam pada bulan Ramadhan aku lewati dengan khusuk beribadah pada Tuhan. Membaca Al-Qu’an. Membaca buku-buku agama. Ketika, tepat aku membaca surat Ar-Rahman, aku teringat Gadis. Surat ini adalah paling disuka, karena Gadis sering mendengar ketika menjelang subuh. Gadis pernah bercerita padaku tentang itu.
 
Suara ponselku berbunyi, tanda ada pesan singkat masuk. Aku menghentikan membaca sesampai perhentian ayat yang tak mengurangi arti utuhnya. Aku membuka ponselku, Gadis mengirimkan pesan singkat.
 
“Kak, besok bareng terawih ya?”
 
Dengan cepat aku membalasnya “Iya”.
 
Ah, Tuhan pertanda apakah ini. Tadi aku mengingatnya, lalu Gadis mengirimkan pesan padaku. Besok mengajakku berangkat terawih bareng.
 
Aku pun melewati waktu dengan sewajarnya, aku pasrahkan pada Tuhan apa yang terjadi nanti. Aku percaya, yang membolak-balikkan hati manusia adalah Dia.
***
 
Kita bareng berangkat terawih dengan jalan kaki. Rumah kita tidak jauh. Aku yang mendatanginya dan menjemputnya. Aku berusaha bersikap biasa tanpa tendensi apapun. Dalam kantong celanaku sudah aku persiapkan sebatang coklat dan Al-Qur’an kecil yang aku bungkus dengan kertas kado. Sehabis sholat terawih aku memberikan padanya. Gadis tersenyum dengan manis. Tak biasanya Gadis tersenyum dengan manis sejak betermu awal denganku. Gadis menerimanya dan mengucapkan terima kasih. Dalam berjalanan pulang, kita saling bercanda. Aku pun sesekali bercerita tentang masalah bangsa yang tak kunjung sirna. Gadis menikmatinya. Malahan bertanya-tanya masalah-masalah bangsa yang belum tuntas-tuntas untuk diselesaikan. Dari persoalan Lumpur Lapindo, masih banyaknya angka kemiskinan, politik yang kacau. Gadis semakin penasaran, mungkin saja Gadis jarang membincal hal-hal yang saban hari aku geluti meski masih dalam wacana belum banyak aksi. Persoalan yang baru saja terjadi dan masih hangat-hangatnya pun menjadi perbincangan kita. Yakni masalah, sikap bangsa atas Malaysia. Aku melihat wajah Gadis berseri-seri penuh arti.
 
Sesampai di rumahnya, gadis mempersilahkan aku duduk dulu. Gadis masuk ke dalam rumah dengan keluar kembali membawa secangkir kopi. Kopi belum aku minum, gadis mengagetkan aku. Bahwa gadis mengatakan cinta padaku.
 
“Kak, di bulan Ramadhan ini. Aku menemukan banyak arti setelah mengenal Kakak. Aku tak lagi berdiam diri dalam kamar, meratapi malasah-masalah cinta pada kekasihku yang menyakitiku. Kak, Gadis cinta Kakak.”
 
Dengan hati yang berseri, aku pulang sehabis menghabiskan secangkir kopi cinta di malam bulan Ramadhan. Yang ku harapkan dapat terwujud.
 
Gadis mulai berbenah diri, sering mengaji, sering membaca buku, sesekali mengajakku membagi makanan buat anak-anak jalanan dari sisa uang yang Gadis punya. Tanpa, aku memaksa tanpa aku menyuruh. Malahan kadang Gadis mengingatkan padaku, agar jangan sampai daya kritis yang kumiliki hilang. Gadis pun menjelma martil yang mengerakkan kesadaranku untuk terus menanjak. Pada keutuhan kemanusiaanku. Aku pun berdo’a atas segala kesadaran diri padaNya “Di hening malam Ramadhan, aku berserah diri padaMu”.
 
Malang, 21 Ramadhan 1431 H http://sastra-indonesia.com/2010/09/cinta-di-bulan-ramadhan/

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati