Minggu, 28 September 2008

CINTA, MERAMBAH TUBUH DI KEDALAMAN JIWA

Nurel Javissyarqi*

Inikah kerjanya cinta? Dalam tubuh di kedalaman jiwa. Semacam sugesti suci, atau uap yang didatangkan dari pegunungan paling tinggi. Inikah bayu yang berasal dari dataran Himalaya? Yang mengaduk-aduk relung terdalam, mencipta rindu dan rindu. Bagaimana dirinya bisa masuk? Melewati keraguankah? Kecurigaankah? Atau melalui lorong keimanan?

Ilmu pengetahuan pun berasal dari sumbernya. Ia sumber segala sumber, inspirasi murni lagi tak terabai. Bagaimana kerjanya cinta sanggup menembus batas estetik? Intelektual serta spiritual? Maka perlu diselidik ke dalam intinya, bahwa segalanya dihasilkan dari terompetnya.

Cinta menggetarkan dunia, cinta pulalah yang mensejajarkan sesama. Ia berada di luar batas serta di kedalamannya, namun bukan batasannnya. Ia isi memaknai segala sesuatu, tetapi bukan isinya. Ia adalah ruh senyawa. Siapa yang sanggup menangkapnya? Ia bukan perwujudan, muka hanyalah topeng-bopeng. Ia yang menjalankan setiap rencana dan barisan kelicikan juga.

Saudara perlu hawatir, jika kerjanya melenceng dari yang diinginkan. Juga harus lihai saat-saat mengembangkan potensinya. Ini bukan jenis ketidaksetiaan, tapi keberlangsungan akan kerjanya.

Janganlah bersandar terlebih dulu, sebelum menemukan formula penempatan cinta saudara. Ini kerja amat berat yang kudu ditanggung. Sebab selangkah saja keliru, akan melukai jiwa cinta.

Memang ada saat-saat penyembuhan atau obat. Dan sebaiknya saudara menanggulangi sebelum sia-sia. Petiklah hikmah dari percintaan, walau sangat mendasar. Sebab itu akan mengangkat percintaan luar biasa, pengalaman yang tidak ternilai harganya.

Mungkin sedikit bisa dimengerti, cinta sanggup melapangkan segala urusan, menyegarkan alam fikiran, menyuburkan perasaan dari kesempitan. Atau waktu-waktu genting itu sanggup terpegang, jika tidak tanggung, tetapi ke dasar kesetiaan.

Sebanding itu, kita menemukan pula bagaimana cinta sanggup mencelakai, mencederai si pecinta atau yang dicintai. Saudara kudu ingat, ia semacam bayu atau grojogan banyu yang siap menerjang, menghantam. Maka buatlah tanggul sebaik mungkin, agar alirkannya tidak salah atau kebablasana, dan yang tertinggal berupa mangfaat-manfaat.

Menjadi bijak kiranya, kalau tidak dikelompakkan dalam ruang-ruang waktu bidang penelitian serta kajian. Sebab dirinya universalitas lagi bertanggung jawab. Ia ibarat kaca memantulkan segala yang saudara geluti. Ia bukan gula-gula setelah manisnya hilang bersama sirnanya tubuh.

Ia bukan mawar kering karena layu angin. Cinta ialah ruh yang menghadirkan kerja kehidupan manusia. Bagi si pragmatis pun sebenarnya ada kerjanya. Hanya saja berupa potongan-potongan yang menyakitkan, dan tentu ini tidak menyehatkan jiwa.

Tengoklah prosesi hujan, dan cinta sebagaimana demikian. Ini tidak terkira yang sebenarkan bisa diperhitungkan. Cinta secara sadar atau tidak mengambil kemungkinan yang tidak terpikirkan, sejenis lintasan penghubung antara imaji dan realitas. Maka sarang ruh daripada cinta kudu dilaksanakan, agar pengambilan reranting-dahannya menjadi kongkrit tercerahkan.

Ini bukanlah kemandekan menunggu datangnya pulung. Hisaplah kekuatannya lalu simpan, sebab suatu ketika ia akan melahirkan sang anak burung bersayap kemerdekaan berfikir. Kebebasan menentukan pilihan, tidak terpenjara aliran pun keyakinan diri yang membuta.

Sungguh maskulin kalau cinta dipertontonkan di pertokoan. Adakah sesuatu yang mencederai dirinya? Tentunya ada. Sebab cinta berawal dari kejujuran, bukannya berasal polesan yang diada-adakan. Cinta bukan pengadaan suatu barang atau jiwa, tetapi sanggup mengadakan segalanya.

Ini semangat bertubi, tetapi bukan seruduk banteng. Di sini perhitunga harus dilewati, sebelum menanjaki keyakinan kepada yang dicintai, sedurung meluncurkan sebuah roket bernama hasrat.

Begitu indah jikalau cinta diasah, ia sehalus pisau tajam yang menghunus setiap lipatan penipuan. Memang ada memangfaatkan kerjanya dengan kelicikan, tetapi siapa yang sanggup menanggung umurnya? Sebab keculasan tidak memiliki umur sama sekali di matanya.

Cinta memandang dengan tatapan lembut walau pada mega, ia mengerti isyarat alam raya dirinya. Ia penjala lihai dalam melemparkan jala, namun pribadinya bukanlah jala itu, dan bukan penangkap tersebut. Ia serupa hasrat yang mengumpulkan ikan-ikan, sehingga yang didapat dalam setiap ayunan jalanya, berupa keikhlasan.

Syukurlah jikalau tengah memasukinya, sedikit demi sedikit akan kerjanya. Bagaimana kalau cintanya ditolak? Ini pertanyaan amat mendasar akan kerjanya. Di sini ada pemilikan dua jalan, terbunuh oleh cinta, atau membunuh dengan cinta.

Sementara di antara keduanya, ada pekabutan yang melenakan, semacam keputusasaan berkepanjangan. Memang ada saat-saat bagaimana cinta itu hadir, dan pergi secara tiba-tiba. Benarkah ini cinta? Atau sekadar menggurit-gurit kata hati bertuliskan cinta? Maka penantian amatlah perlu, sebagai salah satu unsur daripada kerjanya.

Pada kedua jalan di atas, saudara jangan mengalihkan pandangan kepada yang tercinta, tetapi ramulah teknik-tekniknya. Kalau awalnya mencintai serupa perhatian langsung di depan, maka kini alihkan. Dan cinta merupakan salah satu jalan menuju keikhlasan.

Di sini saudara bisa ikhlas mencintai tanpa mengganggu yang dicinta. Semisal mencintai pelajaran fisika, maka alihkan rumusan-rumusan itu dalam ajaran filsafat atau di bidang lain, hasilnya nanti tentunya sama. Saudara tetap mencinta sepenuh jiwa, mencapai apa yang saudara cintai. Ini sejenis soal tubuh, dan cinta tidak membahas tubuh begitu njelimet.

Cinta itu spiritualitas yang bergesekan dengan materialitas. Ini permusuhan abadi yang setiap insan menaggung resikonya. Karena itu, menjadi layak penelitian ini diangkat ke muka, di sebuah meja perjamuan tengah malam.

Setelah saya perhatikan seksama, kerjanya cinta sungguhlah luar biasa, mendominasi pernik-pernik kehidupan. Terkadang kerjanya tidak kentara, tetapi begitu jelas bila terkuak. Secara kebendaan atau perwujudan, cinta sering dikalahkan, namun benarkah demikian? Saya fikir hanya berputusasa yang demikian. Ini berhubungan langsung dengan makna kenikmatan dari hasil kerjanya.

Rasa nikmat itu salahsatu unsur yang ditawarkannya, ia sanggup mempercepat daya rangsang tanpa kebablasan. Ia merupakan sambungan kabel telepon perasaan dari kedua zat, yang dicintai dan mencintai, atau bermakna bercinta.

Cinta itu kekuasaan yang tidak menguasai, inilah kesahajaan dari padanya. Bedakan hasrat cinta dengan hasrat berkuasa? Cinta yang membatu namun bukanlah batu. Cinta melebur ke segenap unsur, tetapi bukan menutupi unsur-unsur. Ia sanggup bersenyawa dengan siapa saja. Mampu menyadari kesalahan-kesalahan secepat datangnya. Ia ingatan sekaligus bahan kehilafan.

Cinta itu pemaafan yang tidak terhingga. Kesan yang tidak terlupakan sejarah, walau ada perubahan musim dan jamannya. Ia benteng tidak jebol adanya serbuan betubi-tubi atau gerilyawan. Ia sanggup mengangkat sesuatu yang remang menjadi kejelasan. Tetapi bukannya mengkaburkan yang jelas menjadi keremangan. Atau keremangnya itu, wujud pengendalian daripada yang diselewengkan.

Cinta bukanlah mitos yang semua dapat menungganginya, tetapi jenderal perang yang memiliki ribuan tentara terlatih. Hanya berpenerimaan cinta, kita bisa memiliki segalanya di kedalaman diri, tubuh serta jiwa, hadir dari setiap kerjanya. Sedangkan dendam merupakan topeng yang harus disingkirkan. Akan berkurang tentara-tentaranya kalau pemimpinnya terlena, sebab cinta itu suatu yang berjalan terus-menerus, tanpa ada kemandekan.

Siapa yang mengistirahatkannya, saya fikir bukan cinta. Apakah kekecewaan atau kepikunan yang diembannya? Kekecewaan bukanlah efek dari padanya, namun efek daripada hasrat yang berlebihan. Maka timbullah pertanyaan di benak saudara; apakah cinta menumpah segala yang dikandung, dari dalam diri demi yang dicintai? Atau melewati perhitungan waktu dan tempat?

Jika pertanyaan itu dijawab, akan terjadi kecurigaan cinta di dalam diri. Karenanya, rasakanlah dalam diri, tetapi jangan mencari-cari cinta pada diri yang gulita. Sebab cinta itu sesuatu yang memancar, namun bukannya mudah diketemukan. Sebab setiap hati ada yang berkarat, ada nan bening pula. Olehnya, secepat keadaan hatilah hendaknya menemukan cinta. Ini pangkasan pada teyeng-teyeng yang menutupi pencayahaannya. Bukannya penggelembungan yang menyempitkan unsur-unsur lain.

Menjadi persis sejalan, ruh daripada kerja ialah cinta. Di sini saudara kudu merelakan menguliti kejiwaan diri. Merelakan sesuatu yang tak pantas masuk ke dalam bidang pemikiran dan perasaan saudara. Sebab penempatan tidak ada gunanya, pada rak yang sudah tertata. Malah akan mengotori, menyibukkan kerja tanpa dilandasi cinta.

Cinta, sanggup menyulap sesuatu yang tidak bermakna menjadi mulia. Di sini penciptaan formula kejujuran ditarik, sehingga bimbang terbuang, dan was-was menjelma kehendak mutlak. Dalam pada itu, bukannya was-was kegaduhan, yang dihasilkan dari mencla-menclenya lidah. Maka perlu adanya pengulangan, sejenis latihan-latihan kecil, membaca ayat-ayat kehidupan, sehingga tidak lupa tujuan.

Inilah was-was yang dihasilkan cinta, bukan was-was sebelum kedatangannya. Bisakah ditebak jujukan cinta, kapan dan dimana tempatnya? Pertanyaan ini menjadi panjang kalau tidak merasakan kerjanya. Sekali lagi, rasakanlah kerjanya dalam diri. Materi-materi di atas dihasilkan dari endapan, perenungan panjang, namun tidak meninggalkan unsur lain.

Adakah unsur-unsur hidup selain cinta? Segalanya dari cinta, dan akan kembali kepadanya pula. Maka bisa dikatakan, di sini pengerucutan cahaya yang dituju kembangkan demi menciptakan kesan, yang mengharapkan pesan-pesan dari yang tercintai.

Menjadi sempit, kalau saudara memaknai ini sesuatu mengada atau tak berguna. Sebab ini benang-benang halus yang berpandangan teliti lagi jitu, jangan sampai luput-tercerabut dari akarnya. Cinta menjadi lebih bermakna, bilamana dilandasi keyakinan diripada yang dicintainya.

Ini ngeranggehnya sukma cinta pada sesuatu di luar kebendaan, di luar batas ruang-waktu yang masih menggunakan ruang-waktu dalam diri kehidupan. Atau bisa diibaratkan mencintai sesuatu yang telah tiada. Kalau telah tiada, berarti pernah ada dan itu benang yang jelas lagi mudah tarikannya.

Tetapi, kalau mencintai sesuatu yang belum terlihat ada, atau belum tahu juntrungnya. Maka keyakinan yang harus tampil. Sebab cinta tanpa keyakinan itu kosong. Cinta sanggup hadir seperti keyakinan pun mampu menghadirkan dirinya. Maka seiring-sejalan kemantapan, keduanya menyerbu ke dataran nyata, menjangkau hakekatnya.

Terlihat gagasan seronok, kalau tidak dimengerti keberadaannya. Maka, pesan paling mendasar itu sebuah kemisterian harus digali. Di sini ada melewati pembukaan misteri, untuk menemukan hakekat misteri, ada pula yang langsung mengkaji kerjanya cinta dari misteri.

Pembuatan misteri lebih terangnya saat melemparkan dadu. Misteri yang terkandung; angka berapa yang keluar? Tetapi ini sudah selesai bagi para ahli. Di benak mereka pun, mempercayai adanya kemungkinan. Inilah kerjanya cinta yang lain, yang begitu jelas bagi pecinta.

Dan makna pecinta berdekatan dengan kembara. Adalah bukan kesimpangsiuran dibuat-buat bagi kembara, atau terbolak-baliknya hati si kembara. Ini didasari jiwa pengelana, yang selalu haus mencari dan sudih menguliti hakikat hidup dari kemisteriannya.

Sungguh kiranya menapak menyebandingkan misteri dengan keraguan. Kesamaan pada lakunya, rabahan pensuasanaan yang diharapkan dari keraguan dan misteri. Mengintriki dirinya menjadi sekutu dalam kerjasama.

Dalam keraguan memasuk bidang kepala, lantas misteri mengikuti. Sebab bersama keyakinan yang ada pun, jiwa saudara masih ragu. Maka jelaslah, saudara adalah anak tangan keraguan diri sendiri. Ini bidang lain yang harus digarap, agar mencapai hakekat ragukan. Misteri yang dimisterikan untuk dihadirkan sebagai kekongkritan. Inikah permainan garis tangan nasib dengan kesungguhan?

Bagaimana bisa masuk ke rumah? Apalagi ke pekarangan orang lain? Disini keraguan akan mendukungmu meloloskan segala permasalahan cinta. Ini pintu lain demi menghadirkan yang dicintai. Dengan keraguan berani menanggung resiko, bukan resiko jahat atau buruk, tetapi resiko senyuman. Karena siapapun marah atau kesal, dalam masa tertentu ia akan mempertimbangkan.

Dan jika diteruskan keraguan, keyakinan akan hadir menolong, melumpuhkan kecurigaan. Ini serupa teknik akrobat di hadapan penonton. Tetapi bukan bermain licik dalam hal tersebut. Kita hanya pertajam sikap senyawa, untuk dihadirkan ke pentas. Pertunjukan mendebarkan ini, menguliti perasaan bersama misteri. Oh cinta.

*) Pengelana yang menyukai dunia sastra dari Lamongan, JaTim.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati