Syarif Hidayatullah
http://www.surabayapost.co.id/
Ayahku bercumbu gelombang dan lautan, begitu mesra hingga malam-malamnya penuh dengan tarian ombak dan ikan-ikan yang ia tangkap melalui tebaran jala miliknya.
“Sekali waktu ajari aku mengaji,” ujarku padanya. Namun tak ada jawaban yang aku terima melainkan desis ombak yang mengetuk daun pintu rumahku.
Kemudian ia mulai merobek pekatnya malam dengan perahu Kencananya. Sesekali aku diajaknya, mengarungi lautan, ombak menjilati tubuh hingga garam begitu asin terasa di bibir.
“Ha-ha, ha-ha! Hadi tidak bisa baca Quran,” ejek teman-teman sekelasku.
“Sudah besar tidak bisa baca Al-Quran,” lanjut temanku yang lain.
Bukan main malunya aku, sampai-sampai aku menundukan wajahku di kursi tempatku duduk. Sepulang sekolah, aku meraung-raung kepada bapak yang sedang asyik beristirahat. Namun, tanpa menggubris tangisku ia berusaha memejamkan terus matanya. Bahkan ia malah memarahiku untuk diam. Mendapat perlakuan seperti itu tangisku semakin menjadi-jadi. Kemudian, sederas ombak ia menampar pipiku.
“Jangan berisik, Bapakmu ini lelah!”
Akupun kemudian berlari kecil di bibir pantai, duduk sendiri di perahu bapak, menikmati ayunan ombak yang terus menerus berdebur. Aku selalu mengenang ombak ini sebagai tubuh ibu yang membelaiku. Di saat aku sedih, ombak inilah yang meredakan segala kesedihanku.
Karena ibu, ya ibu selalu membawaku ke sini, menekuri hidup yang ombak, deras dalam perubahan dan akhirnya malabu pada keharibaan. Namun, aku selalu menyesali sesuatu. Kenapa kau begitu cepat meninggalkanku ibu? Kenapa kau lebih dulu mencapai keharibaan? Kenapa kau tak mengajakku ibu?
“Tuhan memberi kita ketentuan, kau memiliki jalan, Ibupun memilik jalan, segala pun berjalan,” kenangku akan nasihat ibu.
Dan aku begitu malu saat ini, ketika tak sepotong yasinpun kukirimkan kepadanya, padahal aku ingin menjadi anak shaleh seperti yang diimpikannya.
Akupun terus memaksa ayah. Namun sekali aku bicara, seribu debur ombak menjawabnya. Ia selalu sibuk dengan perahunya. Aku semakin merasa terkucil di sekolah itu. Aku satu-satunya orang yang tidak bisa membaca Al-Quran. Hampir setiap waktu mereka mengejekku, akhirnya aku memutuskan untuk berhenti dari sekolah.
Bahkan ketika aku berhenti bersekolah, ia tetap seperti samudra, tenang membawa perahu kemanapun tujuannya.
Kalau seperti ini, aku selalu memanggil-manggil ibu, karena harusnya ibulah yang mengajariku mengaji. Seperti teman-temanku di sekolah ini. Ayolah ibu, ajari aku mengaji!
Ombak pun berdebur, lautan menafsir rinduku...
***
“Bang, kapan Abang akan menikahiku?” ujar Harisah ketika aku baru saja menurunkan jangkar kapal Kemuning. Tampaknya ia telah menungguku begitu lama. Ah, menanti ombak sama saja menanti kepastian diri.
Aku menatap wajah Harisah, begitu banyak kenangan yang telah kuukir bersamanya. Bahkan untuk mendapatkannya, aku sangat bersusah payah. Karena Harisah bukanlah gadis yang mudah dirayu. Selain saja tentu karena ayahku yang tidak setuju, sebelumnya ia telah menentukan dengan siapa aku menikah. Namun aku bersikeras mempertahankan Harisah, aku selalu berkata pada ayah, aku tidak bisa hidup tanpa Harisah. Aku cinta padanya!
“Nak, tahu apa kau tentang cinta? Ibumu mati karena cinta,” nasehatnya. Ketika itu tubuhnya sudah terbatuk-batuk hingga aku harus menggantikannya berlayar. Aku memberikannya minuman, ketika itu penyakit demam benar-benar telah menarik ketegaran ombak dari dirinya. Sudah hampir sebulan ia tergolek lemah seperti itu.
“Maksud Bapak?”
“Kau itu anak laut, kau harus menikah dengan anak laut pula,” penjelasannya makin tak kupahami. Tapi aku mencoba menerkanya.
Yang kuingat ibu adalah gadis bukit, hampir mirip dengan Harisah. Sebab, ibu pernah menceritakan kerinduannya pada padi serta tetumbuhan yang hijau, ladang-ladang juga sapi yang membajak sawah. Ketika itu, aku begitu terkagum mendengarkan cerita ibu tentang kampung halamannya. Aku tidak pernah mengetahui rumah ibu, karena sejak kelahiranku kami tidak pernah menyempatkan diri untuk ke bukit. Bahkan di hari raya sekalipun. Tak ada biaya dan kendaraan, selalu menjadi alasan.
“Mereka tidak akan benar-benar mengerti laut,” kembali ayah berujar di sela batuknya.
Perkataan ayah benar-benar memancing nostalgia masa kanak-kanakku.
“Kenapa Ibu sering membawaku ke sini?” tanyaku pada ibu, ketika ia berada di perahu Kencana kami.
“Memahami laut,” jawabnya selalu.
Aku sekarang baru paham, kenapa dulu ibu hampir setiap sore membawaku ke tempat itu. Ayah terkadang keras pada ibu, aku pernah melihatnya. Ayah memarahi ibu hanya karena ibu memintanya untuk tidak sering berlayar.
“Kita itu butuh uang, kalau aku tidak melaut berarti aku tidak dapat uang, berarti kita juga tidak makan!”
Ah, inikah yang disebut mengerti laut?
Namun, cintaku benar-benar tidak terbendung untuk Harisah, bahkan ketika ia bertanya kepastianku, aku menganggukan kepalaku. Aku hanya perlu dua-tiga kali berlayar, untuk mendapat uang yang cukup demi menggelar acara pernikahan kami berdua. Tapi lagi-lagi aku memiliki kendala.
“Kau bisa mengaji?” tanya ayah Harisah.
Cintaku ditantang dengan satu syarat yang menurut temanku yang mengantarkanku sangatlah mudah. Tapi benarkah itu mudah? Bahkan untuk mengeja alif saja, aku sudah kepalang susahnya.
Teringat kembali aku pada ibu juga ayahku, berapa banyak yasin yang belum aku kirim pada mereka?
Belum sempat aku menuntaskan syarat itu, ayah Harisah sudah datang beberapa minggu kemudian dengan muka yang begitu berang.
“Kali ini kau harus menikahinya! Kau harus bertanggung jawab atas kehamilan anakku!”
Akupun mengiyakannya, tak perlu aku bahas tentang suatu kehamilan, karena itu hanya kebohongan. Harisah hanya berbohong pada keluarganya, karena dia tahu betapa aku begitu sukar untuk membaca Al-Quran.
Ayah, kata siapa bukit tidak bisa memahami lautan...?
***
Meninggalnya istriku membuat diriku benar-benar kesepian. Hanya tujuh tahun ia menemaniku. Cukup banyak hal yang telah terjadi pada kami, suka maupun duka. Adapun buah percintaan kami, seorang anak lelaki kini berumur enam tahun.
Aku sangat menyayangi anak itu. Makanya terkadang aku tidak enak meninggalkan dirinya sendirian di rumah. Acap kali aku membawanya ikut melaut. Sekaligus, aku ingin mengajarkan betapa kerasnya hidup, sekeras ombak yang mengombang-ambing perahu kami.
Setiap aku melabukan jangkar perahuku, teringat selalu wajah Harisah, kerinduan yang membumbung selalu membuat dirinya menanti. Kau adalah kanal jiwaku, bisikku selalu padanya. Ah, betapa mesra kami dulu, walau terkadang kami harus bertengkar untuk masalah laut.
“Anakmu ini masih kecil, sering-seringlah di rumah. Aku lelah seharian menjaganya. Siang aku merawatnya, memandikan, memberi makan menyusuinya, sementara malam harinya, aku harus mendengar tangisnya. Aku sungguh lelah Bang, sekali-kali bantulah aku!”
Mendengar kata-kata itu, seringailah diriku. Ia pikir aku tidak kerja apa?!
“Kau pikir aku melaut untuk bersenang-senang apa?! Aku harus menantang ombak, menjala ikan. Itu semua demi kita, kalau tidak seperti itu, bagaimana dengan makan kita nantinya?!”
Lalu kami saling beralasan satu sama lainya. Aku bersikukuh, begitupun dengan dirinya. Sementara ombak terus berdebur mengetuk-ngetuk pintu rumah kami yang rapuh.
Ayah teringat aku padamu, benarkah apa yang kau ucapkan dulu tentang anak laut?
Ketika aku baru merebahkan tubuhku di kasur untuk beristirahat setelah berlayar, entah kenapa anakku menangis, meraung-raung sejadi-jadinya sepulang dari sekolah.
“Ayah ajari aku mengaji,” disela tangisnya. Aku terdiam, selama ini keinginannya untuk diajariku mengaji tak juga kupenuhi, bukan karena apa, akupun tak bisa membaca Al-Quran.
Aku menutupinya dengan berusaha tak menghiraukannya. Namun, tangisnya semakin menjadi-jadi. Tubuhku yang lelah membuatku menjadi pemarah. Aku menjadi begitu dongkol, kupukul ia diselangi bentakanku yang cukup keras.
Ia terdiam, kemudian pergi entah ke mana. Aku kembali merebahkan tubuhku, teringat wajah ayah, apakah kau bisa mengaji?
Seperti biasa, tak ada jawaban yang aku terima melainkan desis ombak yang mengetuk daun pintu rumahku...
Mengenang pelayan Madura, Ombak mengajari kita bersembahyang
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Minggu, 25 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar