Minggu, 25 Januari 2009

ANAK LAUT

Syarif Hidayatullah
http://www.surabayapost.co.id/

Ayahku bercumbu gelombang dan lautan, begitu mesra hingga malam-malamnya penuh dengan tarian ombak dan ikan-ikan yang ia tangkap melalui tebaran jala miliknya.

“Sekali waktu ajari aku mengaji,” ujarku padanya. Namun tak ada jawaban yang aku terima melainkan desis ombak yang mengetuk daun pintu rumahku.

Kemudian ia mulai merobek pekatnya malam dengan perahu Kencananya. Sesekali aku diajaknya, mengarungi lautan, ombak menjilati tubuh hingga garam begitu asin terasa di bibir.

“Ha-ha, ha-ha! Hadi tidak bisa baca Quran,” ejek teman-teman sekelasku.

“Sudah besar tidak bisa baca Al-Quran,” lanjut temanku yang lain.

Bukan main malunya aku, sampai-sampai aku menundukan wajahku di kursi tempatku duduk. Sepulang sekolah, aku meraung-raung kepada bapak yang sedang asyik beristirahat. Namun, tanpa menggubris tangisku ia berusaha memejamkan terus matanya. Bahkan ia malah memarahiku untuk diam. Mendapat perlakuan seperti itu tangisku semakin menjadi-jadi. Kemudian, sederas ombak ia menampar pipiku.

“Jangan berisik, Bapakmu ini lelah!”

Akupun kemudian berlari kecil di bibir pantai, duduk sendiri di perahu bapak, menikmati ayunan ombak yang terus menerus berdebur. Aku selalu mengenang ombak ini sebagai tubuh ibu yang membelaiku. Di saat aku sedih, ombak inilah yang meredakan segala kesedihanku.

Karena ibu, ya ibu selalu membawaku ke sini, menekuri hidup yang ombak, deras dalam perubahan dan akhirnya malabu pada keharibaan. Namun, aku selalu menyesali sesuatu. Kenapa kau begitu cepat meninggalkanku ibu? Kenapa kau lebih dulu mencapai keharibaan? Kenapa kau tak mengajakku ibu?

“Tuhan memberi kita ketentuan, kau memiliki jalan, Ibupun memilik jalan, segala pun berjalan,” kenangku akan nasihat ibu.

Dan aku begitu malu saat ini, ketika tak sepotong yasinpun kukirimkan kepadanya, padahal aku ingin menjadi anak shaleh seperti yang diimpikannya.

Akupun terus memaksa ayah. Namun sekali aku bicara, seribu debur ombak menjawabnya. Ia selalu sibuk dengan perahunya. Aku semakin merasa terkucil di sekolah itu. Aku satu-satunya orang yang tidak bisa membaca Al-Quran. Hampir setiap waktu mereka mengejekku, akhirnya aku memutuskan untuk berhenti dari sekolah.

Bahkan ketika aku berhenti bersekolah, ia tetap seperti samudra, tenang membawa perahu kemanapun tujuannya.

Kalau seperti ini, aku selalu memanggil-manggil ibu, karena harusnya ibulah yang mengajariku mengaji. Seperti teman-temanku di sekolah ini. Ayolah ibu, ajari aku mengaji!

Ombak pun berdebur, lautan menafsir rinduku...



***

“Bang, kapan Abang akan menikahiku?” ujar Harisah ketika aku baru saja menurunkan jangkar kapal Kemuning. Tampaknya ia telah menungguku begitu lama. Ah, menanti ombak sama saja menanti kepastian diri.

Aku menatap wajah Harisah, begitu banyak kenangan yang telah kuukir bersamanya. Bahkan untuk mendapatkannya, aku sangat bersusah payah. Karena Harisah bukanlah gadis yang mudah dirayu. Selain saja tentu karena ayahku yang tidak setuju, sebelumnya ia telah menentukan dengan siapa aku menikah. Namun aku bersikeras mempertahankan Harisah, aku selalu berkata pada ayah, aku tidak bisa hidup tanpa Harisah. Aku cinta padanya!

“Nak, tahu apa kau tentang cinta? Ibumu mati karena cinta,” nasehatnya. Ketika itu tubuhnya sudah terbatuk-batuk hingga aku harus menggantikannya berlayar. Aku memberikannya minuman, ketika itu penyakit demam benar-benar telah menarik ketegaran ombak dari dirinya. Sudah hampir sebulan ia tergolek lemah seperti itu.

“Maksud Bapak?”

“Kau itu anak laut, kau harus menikah dengan anak laut pula,” penjelasannya makin tak kupahami. Tapi aku mencoba menerkanya.

Yang kuingat ibu adalah gadis bukit, hampir mirip dengan Harisah. Sebab, ibu pernah menceritakan kerinduannya pada padi serta tetumbuhan yang hijau, ladang-ladang juga sapi yang membajak sawah. Ketika itu, aku begitu terkagum mendengarkan cerita ibu tentang kampung halamannya. Aku tidak pernah mengetahui rumah ibu, karena sejak kelahiranku kami tidak pernah menyempatkan diri untuk ke bukit. Bahkan di hari raya sekalipun. Tak ada biaya dan kendaraan, selalu menjadi alasan.

“Mereka tidak akan benar-benar mengerti laut,” kembali ayah berujar di sela batuknya.

Perkataan ayah benar-benar memancing nostalgia masa kanak-kanakku.

“Kenapa Ibu sering membawaku ke sini?” tanyaku pada ibu, ketika ia berada di perahu Kencana kami.

“Memahami laut,” jawabnya selalu.

Aku sekarang baru paham, kenapa dulu ibu hampir setiap sore membawaku ke tempat itu. Ayah terkadang keras pada ibu, aku pernah melihatnya. Ayah memarahi ibu hanya karena ibu memintanya untuk tidak sering berlayar.

“Kita itu butuh uang, kalau aku tidak melaut berarti aku tidak dapat uang, berarti kita juga tidak makan!”

Ah, inikah yang disebut mengerti laut?

Namun, cintaku benar-benar tidak terbendung untuk Harisah, bahkan ketika ia bertanya kepastianku, aku menganggukan kepalaku. Aku hanya perlu dua-tiga kali berlayar, untuk mendapat uang yang cukup demi menggelar acara pernikahan kami berdua. Tapi lagi-lagi aku memiliki kendala.

“Kau bisa mengaji?” tanya ayah Harisah.

Cintaku ditantang dengan satu syarat yang menurut temanku yang mengantarkanku sangatlah mudah. Tapi benarkah itu mudah? Bahkan untuk mengeja alif saja, aku sudah kepalang susahnya.

Teringat kembali aku pada ibu juga ayahku, berapa banyak yasin yang belum aku kirim pada mereka?

Belum sempat aku menuntaskan syarat itu, ayah Harisah sudah datang beberapa minggu kemudian dengan muka yang begitu berang.

“Kali ini kau harus menikahinya! Kau harus bertanggung jawab atas kehamilan anakku!”

Akupun mengiyakannya, tak perlu aku bahas tentang suatu kehamilan, karena itu hanya kebohongan. Harisah hanya berbohong pada keluarganya, karena dia tahu betapa aku begitu sukar untuk membaca Al-Quran.

Ayah, kata siapa bukit tidak bisa memahami lautan...?

***

Meninggalnya istriku membuat diriku benar-benar kesepian. Hanya tujuh tahun ia menemaniku. Cukup banyak hal yang telah terjadi pada kami, suka maupun duka. Adapun buah percintaan kami, seorang anak lelaki kini berumur enam tahun.

Aku sangat menyayangi anak itu. Makanya terkadang aku tidak enak meninggalkan dirinya sendirian di rumah. Acap kali aku membawanya ikut melaut. Sekaligus, aku ingin mengajarkan betapa kerasnya hidup, sekeras ombak yang mengombang-ambing perahu kami.

Setiap aku melabukan jangkar perahuku, teringat selalu wajah Harisah, kerinduan yang membumbung selalu membuat dirinya menanti. Kau adalah kanal jiwaku, bisikku selalu padanya. Ah, betapa mesra kami dulu, walau terkadang kami harus bertengkar untuk masalah laut.

“Anakmu ini masih kecil, sering-seringlah di rumah. Aku lelah seharian menjaganya. Siang aku merawatnya, memandikan, memberi makan menyusuinya, sementara malam harinya, aku harus mendengar tangisnya. Aku sungguh lelah Bang, sekali-kali bantulah aku!”

Mendengar kata-kata itu, seringailah diriku. Ia pikir aku tidak kerja apa?!

“Kau pikir aku melaut untuk bersenang-senang apa?! Aku harus menantang ombak, menjala ikan. Itu semua demi kita, kalau tidak seperti itu, bagaimana dengan makan kita nantinya?!”

Lalu kami saling beralasan satu sama lainya. Aku bersikukuh, begitupun dengan dirinya. Sementara ombak terus berdebur mengetuk-ngetuk pintu rumah kami yang rapuh.

Ayah teringat aku padamu, benarkah apa yang kau ucapkan dulu tentang anak laut?

Ketika aku baru merebahkan tubuhku di kasur untuk beristirahat setelah berlayar, entah kenapa anakku menangis, meraung-raung sejadi-jadinya sepulang dari sekolah.

“Ayah ajari aku mengaji,” disela tangisnya. Aku terdiam, selama ini keinginannya untuk diajariku mengaji tak juga kupenuhi, bukan karena apa, akupun tak bisa membaca Al-Quran.

Aku menutupinya dengan berusaha tak menghiraukannya. Namun, tangisnya semakin menjadi-jadi. Tubuhku yang lelah membuatku menjadi pemarah. Aku menjadi begitu dongkol, kupukul ia diselangi bentakanku yang cukup keras.

Ia terdiam, kemudian pergi entah ke mana. Aku kembali merebahkan tubuhku, teringat wajah ayah, apakah kau bisa mengaji?

Seperti biasa, tak ada jawaban yang aku terima melainkan desis ombak yang mengetuk daun pintu rumahku...

Mengenang pelayan Madura, Ombak mengajari kita bersembahyang

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati