Jumat, 09 Januari 2009

Kebangsaan, Keberaksaraan, dan Kesusastraan

Tjahjono Widarmanto*
http://www.surabayapost.co.id

Sejarah mencatat bahwa setiap kebangkitan bangsa di manapun di muka bumi ini selalu berawal dari gerakan intelektualitas. Itu berarti kebangkitan suatu bangsa selalu bermula dari kebudayaan. Dan setiap kebangkitan intelektualitas selalu dimulai dari sebuah keterpesonaan kepada “tanda”. Tanda baru inilah yang berwujud sebagai bahasa yang menjadi pemantik api bagi kegandrungan pada harapan masa depan.

Tanda baru berupa bahasa ini disabdakan oleh Martin Heidegger sebagai “Language is the house of being”. Bahasa sebagai sebuah ‘rumah tanda’-house of being- tentu saja tak hanya sekedar dimaknai sebagai alat verbal komunikasi baik lisan maupun tulis, melainkan harus dimaknai sebuah wacana keberaksaraan yang diperdebatkan dalam opini public.

Melalui bahasalah, melalui keberaksaraanlah, sebuah wacana diekspresikan, ditawarkan, diperdebatkan dan diusung dalam ruang public kegiatan intelektualitas. Sehingga benar kata Yudhi Latif (2008) bahwa upaya perjuangan dan kebangkitan harus bermula dari bebenah kata, bahasa dan susastra; dengan jalan merebut dan menghidupkan kembali darah kata. Dengan kata lain, melalui keberaksaraanlah perjuangan dan kebangkitan dirumuskan.

Berkait dengan itu Partha Chatterjee seorang pemikir nasionalis India dan Reynaldo Ileto dari Filipina menegaskan bahwa kebangkitan sebuah nasionalisme tidak (hanya) bergantung pada mesiu, diplomasi, dan gerakan revolusi, namun juga pada emosi Dionysian (passion) dan keterpikatan pada pancaran puisi dan daya kata. Sejarah kebangkitan kebangsaan merupakan sebuah gelombang sejarah yang melalui fase permulaan (persiapan), fase pembentukan, dan fase pematangan. Di sepanjang fase-fase itu peran bahasalah yang menjadi panglimanya.

Jurgen Harbemas menegaskan bahwa pembentukan tradisi intelektulitas modern di Eropa Barat merupakan penanda dari kemunculan ruang public yang berawal berpusar di sekitar wacana kritis mengenai karya sastra yang berorientasi pada penikmatnya yang berlangsung di lembaga-lembaga social yang baru bermunculan seperti jurnal, kedai kopi, majalah, dan komunitas-komunitas tertentu. Ruang public ini merupakan sebuah wahana bagi komunitas para kaum intelektual. Dalam ruang public itulah individu-individu berdebat, berbincang, dan menimbang bahkan mempertentangkan secara bebas berbagai wacana yang rasional. Dari perjumpaan dan perdebatan kritis itulah mereka menyatu menjadi sebuah kelompok yang memiliki kekuatan kohesif yang kelak melahirkan pemikiran dan kekuatan politik yang tangguh. Ternyata hal yang sama terjadi juga di belahan dunia manapun termasuk Indonesia dengan kelahiran Budi Utomo, Indische Party, Sarikat Islam, dan sebagainya.

Di Indonesia kebangkitan kebangsaan tidak bisa dilepaskan dari kelompok intelektual (dalam hal ini di saat itu peran profesi guru sangat menonjol karena dalam profesi inilah bibit-bibit intelegensia bermunculan) yang mempromosikan wacana kebangsaan dan kemajuan. Kelompok inteletual ini menyebarkan dan memperdebatkan pandangan dan pemikiran mereka pada majalah-majalah seperti Soeloeh Pengadjar (terbit 1887) , Taman Pengadjar (1899-1914), Bintang Hindia (1902), Sinar Djawa (1914), sampai pada kemunculan Balai Pustaka.

Kemunculan Balai Pustaka (1920-an) pada awalnya bersifat apolitis dengan nota Rinkes-nya untuk meredam bahan bacaan yang bersifat menentang kolonialisme, justru memunculkan perlawanan dan tandingan dengan bermunculan genre kesusastraan politik yang menemukan medium ekspresinya dalam koran-koran atau majalah-majalah nonpemerintah. Contoh yang jelas genre kesusastraan politik yang lahir dari ‘arus bawah’ ini adalah kemunculan novel Student Hidjo karya Mas Marco Kartodikromo dan Hikajat Kadiroen karya Semaun, yang kedua-duanya diterbitkan ole Koran Sinar Hindia Semarang di tahun 1918 dan 1920. Hal itu menunjukkan peran penting kesusastraan dan media dalam menssosialisasikan nasionalisme dan kebangsaan. Itu juga menunjukkan bahwa imajinasi kesusastraan tentang kemerdekaan justru mendahului dan menginspirasi gerakan-gerakan perjuangan kemerdekaan.

Tampaklah, bahwa melalui kerja bahasalah perjuangan kebangsaan selalu bermula. Bahasa berperan utama dalam mengarahkan perjuangan. Sejarah juga mencatat bahwa melalui kerja jurnalistik, kelompok, dan kesastraanlah pilar kebangsaan dibangun. Mohamad Hatta sejak tahun 1924 membuat jurnal Indonesia Merdeka sambil menulis puisi-puisi patriotik, di antaranya yang terkenal berjudul Beranta Indera dan Hindania. Di tahun 1926, Soekarno membuat jurnal perjuangan Indonesia Moeda dan bersama-sama kawan seperjuangan Sarekat Islam juga menerbitkan Majalah Bendera Islam, juga menulis beberapa naskah drama bertema kebangsaan. Syahrir menerbitkan Daulat Rakyat dan merupakan pemain drama yang baik dan selera dan minatnya terhadap sastra sangat tinggi.

Menulis merupakan kerja mencipta dan mencipta mensyaratkan keberaksaraan. Menulis adalah mata rantai pertama dalam keberaksaraan yang akan terangkai dengan mata rantai lainnya yaitu membaca. Semakin banyak menulis semakin banyak yang membaca, semakin kaya seseorang membaca semakin kaya cakrawalanya. Dalam konteks kebangsaan, keberaksaraan merupakan pembangun kesadaran eksistensial. Melalui keberaksaraanlah identitas kebangsaan diimajikan.

Oleh karena itu, tak heran bahwa tak mungkin sebuah bangsa dapat eksis dan maju tanpa memuliakan keberaksaraan dan kesusastraan. Tradisi tulis (keberaksaraan) merupakan instrumen ketepatan dan kekuatan. Keberaksaraan merupakan ukuran keberadaban dan puncak pencapaian tertinggi daslam evolusi budaya. Sekaligus, keberaksaraan merupakan instrumen dan organ kemajuan sosial. Pada posisi inilah keberaksaraan berfungsi sebagai instrumen budaya dan sarana perkembangan saintifik. Melalui keberaksaraanlah titik sentral perubahan dalam masyarakat dimulai.

Untuk menjadi bangsa yang mampu berkompetitif dan eksis dalam pertarungan global saat ini, mau tidak mau harus dibangun masyarakat keberaksaraan atau reading society. Namun, itu bukan persoalan yang mudah karena keberaksaraan saat ini mendapat ancaman dari berbagai penjuru. Ancaman itu antara lain berupa terpaan dari multimedia khususnya televisi. Televisi merupakan bentuk kelisanan dengan wajah baru yang menenggelamkan literasi. Yang tak kalah hebat adalah ancaman vokasionalisme baru (new focationalism) yaitu konsep dari lembaga pendidikan yang menekankan keterampilan teknis. Frank Fueredi menyebutkan ancaman ini sebagai the cult of philistinism –pemujaan terhadap budaya kedangkalan oleh perhatian yang berlebihan terhadap interes-interes material dan prfaktis.

Kalau mengaca sejarah, bisa diketahui pada masa lalu kebangkitan kebangsaan dicanangkan melalui tanda keberaksaraan, dan itu merupakan gerakan kebudayaan. Saat ini diperlukan lagi gerakan kebudayaan karena dalam kenyataannya reformasi sosial tak akan muncul hanya mengandalkan reformasi politik dan ekonomi. Dengan kata lain reformasi harus berjejak pada reformasi budaya. Gerakan kebudayaan dengan lokomotif keberaksaraan menjadi salah satu alternatif menjaga kewarasan publik. Melalui keberaksaraan dan kesastraanlah cita-cita kebangsaan dan cita-cita reformasi bisa bertahan dalam memori kolektif. Gerakan kebudayaan harus secara konstan dikembangkan sebagai sesuatu—meminjam istilah Edward Said—worldliness yaitu keterlibatan konstan para intelektual-sastrawan dalam mengaitkan tekstualitas dengan dunia sebagai perwujudan moral kesusastraan di tengah gebalau krisis jatidiri kebangsaan bahkan kemanusiaan. **

*) Penulis adalah penyair dan esais yang tinggal di Ngawi.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati