Senin, 05 Januari 2009

Kerudung Hitam Sanikem

Rakhmat Giryadi
http://sastraapakah.blogspot.com/

Adzan Dhuhur terdengar sayup-sayup. Dokar yang ditumpangi Sanikem, tergoncang-goncang, karena jalan aspal yang bergelombang dan penuh lubang, persis seperti hidupnya yang penuh jebakan.

“Beginilah Neng kalau jalan dikorupsi itu,” kata kusir dokar.

Sanikem, hanya tersungging sedikit. Lesung pipinya tertutup kerudung hitam yang dikenakannya. Matanya melihat-lihat sekitar. Pikiranya juga masih mereka-reka, apakah orang tuanya masih ada atau tidak?

Kini Sanikem sudah berubah. Ia tidak sehitam dulu. Kini kulitnya sudah kuning langsat. Badanya terawat, dan kelihatan seperti Mulan Jamaela. Wajahnya polesan metropolitan. Rambutnya bergaya Krisdayanti. Tidak salah kalau kusir dokar tak mengenalinya.

Namun Sanikem masih merekam segala kenangan dengan desanya, meski kini telah berubah total. Apalagi wajah Paryono, laki-laki berkacamata tebal yang ambisinya menjadi lurah melebihi keinginannya untuk berumahtangga.

Begitu juga bapaknya, yang ambisinya menjadi lurah, melebihi cintanya pada istri dan anaknya. Ambisi itulah yang membuatnya menghalalkan segala cara. Bahkan Sanikem yang masih kencur, dijadikan taruhan.

“Kalau aku kalah, ambilah anakku, sebagai istri, Paryono,” kata Bapaknya, kala itu.
“Ya, itu artinya meskipun kamu tidak menjadi lurah, tapi punya Bu Lurah,” ledek Paryono.

Mendengar rencana Bapaknya itu, Sanikem merinding. Lebih merinding lagi, nasibnya ditentukan dalam suasana pesta minuman keras, di tengah dentuman musik dangdut koplo. Dan yang lebih menakutkan, rencana itu bukan basa-basi. Setelah dinyatakan menang di Pilkades, Paryono menagih janji.

“Sastrotomo, mana calon Bu Lurah, saya?”
Sanikem memberontak. Jelang Subuh, Sanikem nekat menerobos kabut dan hutan, minggat ke kota.
***

Dokar berhenti di depan rumah gedhong magrong-magrong bercat kuning. Pohon petai, rambutan, dan nangka tumbuh di pekarangan. Sanikem hanya ingat, pohon petai dan rambutan itulah, pohon yang pernah ditanam Bapaknya. Tetapi rumah itu rumah siapa?

“Apakah ini benar rumahnya, Pak Sastro?” tanya Sanikem, sembari memberikan uang pada kusir dokar.
“Sastrotomo, maksud, Neng?” Sanikem membenarkan. “Lo, dia kan sudah meninggal enam tahun yang lalu. Ini rumah mantan lurah sini, Pak Paryono,” lanjut kusir dokar itu.

Sanikem ragu-ragu melangkah ke rumah gedhong magrong-magrong itu. Dalam hatinya bertanya, apakah itu rumahnya yang dulu? Pintu dari kayu jati diketuknya. Seorang laki-laki berkacamata tebal muncul dari balik pintu. Kumisnya yang tebal, bertabur warna putih. Dahinya tiba-tiba berkerut. Ada sesuatu yang diingatnya. Berselang lima belas tahun, tak membuatnya lupa. Karena gadis itu masih melekat dalam hatinya.

“Kamu pasti Sanikem?” tanyanya tiba-tiba.
“Apakah ini benar rumahnya, Pak Sastro?” tanya Sanikem, tanpa menghiraukan pertanyaan, laki-laki setengah tua.
“Sudah aku duga, kamu Sanikem. Saya, Paryono. Silahkan masuk,” kata Paryono.
“Tidak. Saya ingin bertemu Ibu,” sahut Sanikem sambil mengangkati barangnya kemudian pergi begitu saja.

Paryono, tersenyum kecut. Ia masih terpikat betul dengan kecantikan Sanikem.
“Hai, Ibumu ada di belakang sana!” seru Paryono.

Sanikem segera menuju belakang rumah Paryono. Sebuah tempat mirip kandang sapi. Dari celah gedheg, ia mendengar dengus napas tersengal-sengal. Segera ia membuka pintu. Seorang perempuan tua, tengah berbaring di tikar butut, di atas amben reot.

“Ibu, ini aku. Sanikem, anakmu!”

Mendengar kata Sanikem seketika Ibunya bergairah. Tubuhnya yang menua segera bangkit memeluk anak satu satunya. Isak tangisnya, njujeh ati. Di dalam isak tangisnya itulah Ibunya menumpahkan segalanya.

“Nafsunya menjadi lurah, telah merubah semuanya,” kata Ibunya memulai kisah penderitaannya.

Setelah kalah taruhan saat menjadi lurah, hutang Bapaknya menumpuk. Sawah, dan rumah terpaksa dijual untuk menutup hutang taruhan.

“Yang belum terbayar, hanya balasan cintamu, Nduk,” kata Ibunya. “Untuk menebus cintamu itu, Paryono meminta rumah kita. Namun karena kamu tak juga pulang, Ibu dan Bapak diusir,” lanjut Ibunya.

Karena diusir, terpaksa Ibu dan Bapaknya menempati bekas kandang sapi yang berada tak jauh dari rumah Paryono. “Bapakmu, mati ngenes. Karena dimasa tuanya ia harus menderita seperti ini.”

Sementara Sanikem sendiri tak kuasa berbicara apa-apa. Kerudung hitam yang dikenakannya telah menjadi saksi perjalanannya selama menggelandang di Surabaya, Pontianak, Batam, dan Medan. Lima belas tahun, telah menjadi catatan panjang yang tak akan habis-habisnya untuk diceritakan. “Astafirullah. Jangan kau katakan itu pada Ibu,” bisik hatinya.

“Ehem!” tiba-tiba Paryono, nyelonong masuk. Laki-laki ini masih memendam bara cinta di hatinya. Meski sudah udzur ternyata cintanya pada Sanikem masih segar.
“Nak Paryono, dia baru pulang dari jauh, mungkin masih lelah, “ kata Ibu.
“Nanti mampir ke rumah, Kem,” kata Paryono, kemudian pergi begitu saja.
“Istrinya sudah meninggal setahun lalu. Kayaknya ia masih berharap padamu,” bisik Ibu.

Sampai malam, Sanikem bergeming. Ia duduk di kursi reot. Paryono hanya berdehem-dehem di luar gubuk. Ibunya mendorong Sanikem agar mau menemui Paryono. Namun, Sanikem telah menjadi batu.

“Nanti kita diusir!” bisik, Ibunya.
“Sebernarnya ia sudah membunuh kita!” sahut Sanikem.
Di luar terdengar deheman. Namun tak membuat hati Sanikem gentar. “Kalau kamu mau usir saya dan Ibu, usir saja!” serunya.

Paryono terdiam. Suara burung hantu membelah malam. Napas Paryono tersengal-sengal. “Kalau tidak mau, ya pergi sana!” kata Paryono. Suara dehemnya kini berganti batuk rejan.
***

Hidup yang keras, membuat Sanikem memilih kembali ke Surabaya bersama Ibunya. “Apa kamu sudah punya rumah, punya suami, atau punya anak, Nduk?” Tanya Ibu.
“Apakah perempuan kalau tidak punya suami, tidak disebut perempuan,” kata Sanikem.
Ibunya Sanikem tidak tahu apa yang dikatakan anaknya itu.

“Ini tempat apa, Nduk?” tanya Ibunya.

Sanikem tidak menjawab. Kerudung hitam, ia lepas. Rambutnya berwarna-warni. Kaca mata hitam ia kenakan. Ibunya linglung dengan perubahan penampilan anaknya.

“Mari Non, saya bawakan?” kata pemuda tinggi besar yang menghampiri Sanikem, yang baru turun dari taxi.
“Apa dia suamimu?” bisik Ibunya.

“Dedy, ini Mamaku, kenalkan?” kata Sanikem, yang dipanggil Nona Ike.
“Saya Dedy, anak buah Nona Ike.”

Sejenak Ibunya, mengerutkan kening. Bahkan sesampai di ambang pintu rumah yang gedhong magrong-magrong seperti kerajaan itu, air mukanya bertambah pucat pasi, karena puluhan pemuda, menyambut kedangatan Non Ike. Mereka semua memberi tabik.

“Sssttt…mereka semua bojomu, Nduk?”
“Mereka pengagum saya,” jawab Non Ike, sekenanya.

Jawaban anaknya itu membuatnya pusing. Lebih pusing lagi, setiap malam, ada saja tamu yang datang ke rumah anaknya itu. Mereka adalah perempuan-perempuan seusia anaknya.

Tapi yang tak kalah memusingkan setiap malam di rumah anaknya ini berdentum suara musik. Di lantai dansa perempuan-perempuan seusia anaknya berjoget bersama laki-laki kekar. Musik itu baru berhenti tengah malam. Kemudian rumah kembali sepi, Sementara laki-laki dan perempuan-perempuan itu menghilang seperti ditelan malam.

“Ah peduli amat dengan semuanya ini,” kata Ibu, yang kini sering dipanggil Mama.
“Ya, aku bisa!” Serunya.
Ibunya, memoles wajah dengan make up, sembari bergoyang ke kiri dan ke kanan. “Yah, aku bisa!”
“Selamat datang di kota buaya!” seru Nona Ike.

Musik berdentum keras, ditingkai suara manja. Malam semakin malam. Ibu dan Non Ike merasakan ada kunang-kunang di keningnya.

“Apa ini yang namanya mabuk, Nduk? Eh..Non…?”
“Iya, Bu…eh, maksudku, Ma…..”

Kerudung hitam itu membuka mesterinya.

Sidoarjo, Akhir Tahun 2007.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati