Rakhmat Giryadi
http://sastraapakah.blogspot.com/
Adzan Dhuhur terdengar sayup-sayup. Dokar yang ditumpangi Sanikem, tergoncang-goncang, karena jalan aspal yang bergelombang dan penuh lubang, persis seperti hidupnya yang penuh jebakan.
“Beginilah Neng kalau jalan dikorupsi itu,” kata kusir dokar.
Sanikem, hanya tersungging sedikit. Lesung pipinya tertutup kerudung hitam yang dikenakannya. Matanya melihat-lihat sekitar. Pikiranya juga masih mereka-reka, apakah orang tuanya masih ada atau tidak?
Kini Sanikem sudah berubah. Ia tidak sehitam dulu. Kini kulitnya sudah kuning langsat. Badanya terawat, dan kelihatan seperti Mulan Jamaela. Wajahnya polesan metropolitan. Rambutnya bergaya Krisdayanti. Tidak salah kalau kusir dokar tak mengenalinya.
Namun Sanikem masih merekam segala kenangan dengan desanya, meski kini telah berubah total. Apalagi wajah Paryono, laki-laki berkacamata tebal yang ambisinya menjadi lurah melebihi keinginannya untuk berumahtangga.
Begitu juga bapaknya, yang ambisinya menjadi lurah, melebihi cintanya pada istri dan anaknya. Ambisi itulah yang membuatnya menghalalkan segala cara. Bahkan Sanikem yang masih kencur, dijadikan taruhan.
“Kalau aku kalah, ambilah anakku, sebagai istri, Paryono,” kata Bapaknya, kala itu.
“Ya, itu artinya meskipun kamu tidak menjadi lurah, tapi punya Bu Lurah,” ledek Paryono.
Mendengar rencana Bapaknya itu, Sanikem merinding. Lebih merinding lagi, nasibnya ditentukan dalam suasana pesta minuman keras, di tengah dentuman musik dangdut koplo. Dan yang lebih menakutkan, rencana itu bukan basa-basi. Setelah dinyatakan menang di Pilkades, Paryono menagih janji.
“Sastrotomo, mana calon Bu Lurah, saya?”
Sanikem memberontak. Jelang Subuh, Sanikem nekat menerobos kabut dan hutan, minggat ke kota.
***
Dokar berhenti di depan rumah gedhong magrong-magrong bercat kuning. Pohon petai, rambutan, dan nangka tumbuh di pekarangan. Sanikem hanya ingat, pohon petai dan rambutan itulah, pohon yang pernah ditanam Bapaknya. Tetapi rumah itu rumah siapa?
“Apakah ini benar rumahnya, Pak Sastro?” tanya Sanikem, sembari memberikan uang pada kusir dokar.
“Sastrotomo, maksud, Neng?” Sanikem membenarkan. “Lo, dia kan sudah meninggal enam tahun yang lalu. Ini rumah mantan lurah sini, Pak Paryono,” lanjut kusir dokar itu.
Sanikem ragu-ragu melangkah ke rumah gedhong magrong-magrong itu. Dalam hatinya bertanya, apakah itu rumahnya yang dulu? Pintu dari kayu jati diketuknya. Seorang laki-laki berkacamata tebal muncul dari balik pintu. Kumisnya yang tebal, bertabur warna putih. Dahinya tiba-tiba berkerut. Ada sesuatu yang diingatnya. Berselang lima belas tahun, tak membuatnya lupa. Karena gadis itu masih melekat dalam hatinya.
“Kamu pasti Sanikem?” tanyanya tiba-tiba.
“Apakah ini benar rumahnya, Pak Sastro?” tanya Sanikem, tanpa menghiraukan pertanyaan, laki-laki setengah tua.
“Sudah aku duga, kamu Sanikem. Saya, Paryono. Silahkan masuk,” kata Paryono.
“Tidak. Saya ingin bertemu Ibu,” sahut Sanikem sambil mengangkati barangnya kemudian pergi begitu saja.
Paryono, tersenyum kecut. Ia masih terpikat betul dengan kecantikan Sanikem.
“Hai, Ibumu ada di belakang sana!” seru Paryono.
Sanikem segera menuju belakang rumah Paryono. Sebuah tempat mirip kandang sapi. Dari celah gedheg, ia mendengar dengus napas tersengal-sengal. Segera ia membuka pintu. Seorang perempuan tua, tengah berbaring di tikar butut, di atas amben reot.
“Ibu, ini aku. Sanikem, anakmu!”
Mendengar kata Sanikem seketika Ibunya bergairah. Tubuhnya yang menua segera bangkit memeluk anak satu satunya. Isak tangisnya, njujeh ati. Di dalam isak tangisnya itulah Ibunya menumpahkan segalanya.
“Nafsunya menjadi lurah, telah merubah semuanya,” kata Ibunya memulai kisah penderitaannya.
Setelah kalah taruhan saat menjadi lurah, hutang Bapaknya menumpuk. Sawah, dan rumah terpaksa dijual untuk menutup hutang taruhan.
“Yang belum terbayar, hanya balasan cintamu, Nduk,” kata Ibunya. “Untuk menebus cintamu itu, Paryono meminta rumah kita. Namun karena kamu tak juga pulang, Ibu dan Bapak diusir,” lanjut Ibunya.
Karena diusir, terpaksa Ibu dan Bapaknya menempati bekas kandang sapi yang berada tak jauh dari rumah Paryono. “Bapakmu, mati ngenes. Karena dimasa tuanya ia harus menderita seperti ini.”
Sementara Sanikem sendiri tak kuasa berbicara apa-apa. Kerudung hitam yang dikenakannya telah menjadi saksi perjalanannya selama menggelandang di Surabaya, Pontianak, Batam, dan Medan. Lima belas tahun, telah menjadi catatan panjang yang tak akan habis-habisnya untuk diceritakan. “Astafirullah. Jangan kau katakan itu pada Ibu,” bisik hatinya.
“Ehem!” tiba-tiba Paryono, nyelonong masuk. Laki-laki ini masih memendam bara cinta di hatinya. Meski sudah udzur ternyata cintanya pada Sanikem masih segar.
“Nak Paryono, dia baru pulang dari jauh, mungkin masih lelah, “ kata Ibu.
“Nanti mampir ke rumah, Kem,” kata Paryono, kemudian pergi begitu saja.
“Istrinya sudah meninggal setahun lalu. Kayaknya ia masih berharap padamu,” bisik Ibu.
Sampai malam, Sanikem bergeming. Ia duduk di kursi reot. Paryono hanya berdehem-dehem di luar gubuk. Ibunya mendorong Sanikem agar mau menemui Paryono. Namun, Sanikem telah menjadi batu.
“Nanti kita diusir!” bisik, Ibunya.
“Sebernarnya ia sudah membunuh kita!” sahut Sanikem.
Di luar terdengar deheman. Namun tak membuat hati Sanikem gentar. “Kalau kamu mau usir saya dan Ibu, usir saja!” serunya.
Paryono terdiam. Suara burung hantu membelah malam. Napas Paryono tersengal-sengal. “Kalau tidak mau, ya pergi sana!” kata Paryono. Suara dehemnya kini berganti batuk rejan.
***
Hidup yang keras, membuat Sanikem memilih kembali ke Surabaya bersama Ibunya. “Apa kamu sudah punya rumah, punya suami, atau punya anak, Nduk?” Tanya Ibu.
“Apakah perempuan kalau tidak punya suami, tidak disebut perempuan,” kata Sanikem.
Ibunya Sanikem tidak tahu apa yang dikatakan anaknya itu.
“Ini tempat apa, Nduk?” tanya Ibunya.
Sanikem tidak menjawab. Kerudung hitam, ia lepas. Rambutnya berwarna-warni. Kaca mata hitam ia kenakan. Ibunya linglung dengan perubahan penampilan anaknya.
“Mari Non, saya bawakan?” kata pemuda tinggi besar yang menghampiri Sanikem, yang baru turun dari taxi.
“Apa dia suamimu?” bisik Ibunya.
“Dedy, ini Mamaku, kenalkan?” kata Sanikem, yang dipanggil Nona Ike.
“Saya Dedy, anak buah Nona Ike.”
Sejenak Ibunya, mengerutkan kening. Bahkan sesampai di ambang pintu rumah yang gedhong magrong-magrong seperti kerajaan itu, air mukanya bertambah pucat pasi, karena puluhan pemuda, menyambut kedangatan Non Ike. Mereka semua memberi tabik.
“Sssttt…mereka semua bojomu, Nduk?”
“Mereka pengagum saya,” jawab Non Ike, sekenanya.
Jawaban anaknya itu membuatnya pusing. Lebih pusing lagi, setiap malam, ada saja tamu yang datang ke rumah anaknya itu. Mereka adalah perempuan-perempuan seusia anaknya.
Tapi yang tak kalah memusingkan setiap malam di rumah anaknya ini berdentum suara musik. Di lantai dansa perempuan-perempuan seusia anaknya berjoget bersama laki-laki kekar. Musik itu baru berhenti tengah malam. Kemudian rumah kembali sepi, Sementara laki-laki dan perempuan-perempuan itu menghilang seperti ditelan malam.
“Ah peduli amat dengan semuanya ini,” kata Ibu, yang kini sering dipanggil Mama.
“Ya, aku bisa!” Serunya.
Ibunya, memoles wajah dengan make up, sembari bergoyang ke kiri dan ke kanan. “Yah, aku bisa!”
“Selamat datang di kota buaya!” seru Nona Ike.
Musik berdentum keras, ditingkai suara manja. Malam semakin malam. Ibu dan Non Ike merasakan ada kunang-kunang di keningnya.
“Apa ini yang namanya mabuk, Nduk? Eh..Non…?”
“Iya, Bu…eh, maksudku, Ma…..”
Kerudung hitam itu membuka mesterinya.
Sidoarjo, Akhir Tahun 2007.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar