Maman S. Mahayana
http://mahayana-mahadewa.com/
Di antara para sastrawan, barangkali Bahrum Rangkuti, termasuk sastrawan dan sekaligus juga birokrat yang pernah memegang pekerjaan dan jabatan yang seolah-olah tidak saling berhubungan; sastrawan, seorang militer, rohaniawan, penerjemah, dan bela-kangan sekjen Departemen Agama. Sesungguhnya semua jabatan dan pekerjaan itu ber-asal dari satu sumber dan kemudian bertemu dalam satu muara, yaitu agama. Kecintaan dan pengalamannya terhadap agama, yang langsung atau tidak langsung, membawa Bahrum Rangkuti menduduki pekerjaan dan jabatan itu.
Lahir di Galang, Sumatra Timur (kini masuk wilayah Provinsi Riau), tanggal 7 Agustus 1919 dengan nama Bahrum Azaham Syah Rangkuti Pane Al Paguri. Ayahnya, M. Tosib Rangkuti termasuk penganut tarekat dan ibunya, Siti Hanifah Siregar adalah salah seorang pengagum tasawuf. Maka, Bahrum kecil itupun telah sejak masa anak-anak hidup dalam suasana keagamaan yang kental.
Sebelum masuk sekolah umum, ia belajar agama dan bahasa Arab di sebuah madrasah di kampungnya. Dalam usia tujuh tahun Bahrum memulai pendidikan umumnya di Hollandsche Inlands School (HIS) tahun 1926. Karena masa penyelesaian di sekolah itu tujuh tahun, pada tahun 1933 Bahrum menamatkan HIS dan kemudian melanjutkan lagi ke Hogere Burger School (HBS) di Medan. Selepas menamatkan HBS tahun 1937, ia diterima di Algemene Middelbare School (AMS) Yogyakarta dan diselesaikannya tahun 1940. Selanjutnya Bahrum masuk Faculteit der Lettern yang kemudian menjadi Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Pada zaman Jepang, aktivitas Bahrum di bidang kesastrawanan, sama sekali tidak ia hentikan. Ia sempat menjadi Hoso Kanrikyoku. Pernah pula menjadi staf redaksi majalah Indonesia dan kemudian aktif dalam harian Jawa Hokokai; sebuah media yang waktu itu menjadi corong pemerintah Jepang. Menjelang keruntuhan Jepang, ia ber-gabung dengan gerakan pemuda yang sedang mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Saat itulah pemerintah pendudukan Jepang menuduhnya hendak melakukan pemerontakan. Bersama Basuki Resobowo, Chairil Anwar, dan B.M. Diah, Bahrum ditangkap dan dipenjarakan.
Pengalaman semasa di penjara sama sekali tidak menyurutkan perjuangannya. Maka, segera setelah Indonesia merdeka dan Bahrum dibebaskan dari penjara, ia langsung bergabung dengan Barisan Keamaan Rakyat (BKR), kemudian Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Tentara Republik Indonesia (TRI) yang belakangan menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Memasuki masa revolusi (1945--1950), Bahrum tidak mau tinggal di belakang meja di dalam keterlibatannya mempertahankan kemerdekaan. Pada tahun 1947, kembali Bahrum ditangkap karena usahanya melarikan sebuah kendaraan Tentara Belanda. Belanda kemudian menjebloskannya ke penjara Glodok.
Di Fakultas Sastra inilah Bahrum banyak mempelajari bahasa-bahasa Timur sam-pai tingkat sarjana muda. Sebelum itu, sejak lepas sekolah madrasah, Bahrum sudah belajar bahasa Arab kepada Hamka di Medan selama enam bulan. Jadi, bahasa Arab serba sedikit sudah dikuasainya sejak masa remaja. Sementara itu, kesempatan untuk memperdalam bahasa-bahasa Timur, lebih luas menyangkut juga kebudayaan dan filsafatnya, terbuka lebar bagi Bahrum ketika ia dipercaya menjadi sekretaris dan juru bicara bahasa Urdu dan bahasa Inggris di Kedutaan Besar Indonesia di Karachi, Pakistan.tahun 1950--1951. Saat itulah ia memanfaatkan kesempatan untuk belajar di Jamiatul Mubasheren (Islamic Studies), Rabwah, Pakistan. Selama setahun ia belajar dan mendalami Islam di sana. Pengalamannya di Pakistan kemudian ia tulis yang lalu dimuat majalah Zenith edisi April, Mei, dan Juli 1951. Lebih dari itu, Bahrum pun dapat menyerap langsung pemikiran para filsuf Pakistan, khususnya Muhammad Zafrullah Khan dan tentu tidak ketinggalan Mohammad Iqbal.
Pulang dari Pakistan, Bahrum kembali ke kampus Fakultas Sastra Universitas Indonesia dan bermaksud menyelesaikan studinya yang tertinggal. Ketika itu, ia ditawari untuk menjadi Atase Kebudayaan di Mesir, tetapi ditolaknya karena ia ingin menyelesaikan dulu studinya itu.
Apa yang dilakukan Bahrum Rangkuti sekembalinya dari Pakistan, selain menyelesaikan studinya di FSUI? Inilah komentar H.B. Jassin dalam suratnya kepada Dolf Verspoor, 14 Mei 1951. “Bahrum Rangkuti sudah kembali ke Indonesia dan barangkali tidak akan ke Pakistan lagi. Dia sekarang bekerja di Pakistan Embassy Jakarta sebagai Kepala Publicity. Dia memperkenalkan dengan intensif penyair dan filosof Iqbal kepada Indonesia melalui radio, pidato di rapat-rapat, dan banyak tulisannya tentang Iqbal (di Siasat dan Zenith). Dia juga sekarang salah satu pembantu Zenith yang produktif.”
Demikianlah, sambil bekerja Bahrum berusaha menyelesaikan studinya. Dan pada tahun 1960, ia merampungkan studinya di FSUI dengan skripsi “Pramoedya Ananta Toer dan Karya Seninya” yang kemudian diterbitkan Gunung Agung tahun 1963. Ketika itu, suhu politik di tanah air mulai memanas. Walaupun demikian, saat Bahrum menyelesaikan skripsinya, Pramoedya Ananta Toer, belum terlibat secara intensif dalam kegiatan Lekra PKI. Jadi, pertimbangan Bahrum memilih Pramoedya Ananta Toer sebagai bahan kajian skripsinya, semata-mata didasarkan pada alasan-alasan ilmiah. Boleh jadi karena itu pula, maka ketika Pramudya ditahan karena keterlibatannya dalam Lekra/PKI, karya Bahrum sama sekali tidak ada yang mempersoalkannya.
Meskipun ketika ia kuliah di FSUI, Bahrum lebih menyenangi mempelajari bahasa-bahasa Timur, ia juga ternyata mendalami bahasa-bahasa Barat. Oleh karena itulah, ia menguasai enam bahasa asing, yaitu Inggris, Prancis, Jerman, Belanda, Arab, dan Urdu. Penguasaannya dalam bahasa Urdu yang membuat komandannya pada tahun 1947, meminta Bahrum membuat semacam propaganda dalam bahasa Urdu yang dialamatkan kepada tentara Gurkha.
***
Selepas zaman revolusi dan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, Bahrum diminta untuk menjadi Ketua Dinas Perawatan Rohani Islam Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) dengan pangkat kolonel tituler; sebuah pangkat kehormatan tanpa harus menjalani jabatan sesuai dengan pangkat yang bersangkutan. Tentu saja jabatan itu sesuai dengan kecintaannya kepada agama (Islam). Pada tahun 1975, Bahrum memperoleh kenaikan pangkat menjadi laksamana pertama tituler.
Boleh jadi lantaran kecintaannya kepada agama itu pula, selepas menjadi anggota DPRGR (1969--1971), ia diangkat menjadi Sekjen Departemen Agama (1971--1976). Setelah pensiun tahun 1976, Bahrum diminta pula untuk mengajar di IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, untuk memberikan kuliah Ilmu Sejarah dan Kebudayaan Islam. Tidak lama setelah itu, tanggal 18 Desember 1976, ia dikukuhkan sebagai guru besar perguruan tinggi itu. Sebelumnya, H.B. Jassin memperkirakan bahwa Doktor Honoris Causa (Doktor Kehormatan) akan diberikan oleh Fakultas Sastra Universitas Indonesia kepada Bahrum Rangkuti, sebagaimana dikatakan Jassin dalam suratnya, 29 April 1975, kepada Liaw Yock Fang di Singapura berikut ini: “Profesor Teeuw juga akan diberi Doctor Honoris Causa oleh UI. Sesudah itu, Bahrum Rangkuti yang mempunyai pengetahuan luas dan dalam mengenai kesusastraan Islam dan sudah matang serta berjasa dalam usaha-usaha kemasyarakatan.”
Entah mengapa UI ternyata tidak memberikan gelar Doktor Honoris Causa kepada Bahrum Rangkuti. Tetapi pernyataan Jassin akan wawasan Bahrum dalam kesusastraan Islam, memperlihatkan perkembangan intelektual sosok laksamana tituler itu. Sebab, dalam surat Jassin yang ditujukan kepada Trisno Sumardjo, 28 September 1949, Paus Sastra itu justru mengecamnya sebagai tukang salin-menyalin: “dengan sendirinya membikin dia tidak akan pernah jadi berarti dalam lapangan kesusastraan.” Dan dua windu kemudian, Jassin memberi pujian kepada Bahrum sebagai orang yang berpengetahuan luas dan sudah matang. Gelar guru besar yang diberikan IAIN Syarif Hidayatullah, merupakan bukti luasnya wawasan Bahrum Rangkuti.
***
Meskipun berbagai jabatan di kemiliteran dan pemerintahan tidak ada hubungannya secara langsung dengan bidang kesusastraan, Bahrum sama sekali tidak meninggalkan jiwa kesastrawanannya. Pada tahun 1976, misalnya, ia memberikan ceramah tentang Iqbal di TIM. Di luar aktiivitas itu, satu sikap hidup yang menonjol pada diri Bahrum Rangkuti adalah kesederhanaan serta kepeduliannya terhadap orang-orang kecil. Oleh karena itu, bersama istrinya, ia mendirikan sebuah yayasan untuk menampung orang-orang terlantar. Satu sikap hidup yang lahir dari tanggung jawabnya sebagai umat beragama.
Pada tanggal 13 Agustus 1977, Bahrum Rangkuti meninggal dunia dalam usia 58 tahun. Mengingat pangkatnya dalam kemiliteran sebagai laksamana, almarhum kemudian dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar