Minggu, 11 Januari 2009

SASTRAWAN ITU LAKSAMANA DAN ROHANIAWAN

Maman S. Mahayana
http://mahayana-mahadewa.com/

Di antara para sastrawan, barangkali Bahrum Rangkuti, termasuk sastrawan dan sekaligus juga birokrat yang pernah memegang pekerjaan dan jabatan yang seolah-olah tidak saling berhubungan; sastrawan, seorang militer, rohaniawan, penerjemah, dan bela-kangan sekjen Departemen Agama. Sesungguhnya semua jabatan dan pekerjaan itu ber-asal dari satu sumber dan kemudian bertemu dalam satu muara, yaitu agama. Kecintaan dan pengalamannya terhadap agama, yang langsung atau tidak langsung, membawa Bahrum Rangkuti menduduki pekerjaan dan jabatan itu.

Lahir di Galang, Sumatra Timur (kini masuk wilayah Provinsi Riau), tanggal 7 Agustus 1919 dengan nama Bahrum Azaham Syah Rangkuti Pane Al Paguri. Ayahnya, M. Tosib Rangkuti termasuk penganut tarekat dan ibunya, Siti Hanifah Siregar adalah salah seorang pengagum tasawuf. Maka, Bahrum kecil itupun telah sejak masa anak-anak hidup dalam suasana keagamaan yang kental.

Sebelum masuk sekolah umum, ia belajar agama dan bahasa Arab di sebuah madrasah di kampungnya. Dalam usia tujuh tahun Bahrum memulai pendidikan umumnya di Hollandsche Inlands School (HIS) tahun 1926. Karena masa penyelesaian di sekolah itu tujuh tahun, pada tahun 1933 Bahrum menamatkan HIS dan kemudian melanjutkan lagi ke Hogere Burger School (HBS) di Medan. Selepas menamatkan HBS tahun 1937, ia diterima di Algemene Middelbare School (AMS) Yogyakarta dan diselesaikannya tahun 1940. Selanjutnya Bahrum masuk Faculteit der Lettern yang kemudian menjadi Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Pada zaman Jepang, aktivitas Bahrum di bidang kesastrawanan, sama sekali tidak ia hentikan. Ia sempat menjadi Hoso Kanrikyoku. Pernah pula menjadi staf redaksi majalah Indonesia dan kemudian aktif dalam harian Jawa Hokokai; sebuah media yang waktu itu menjadi corong pemerintah Jepang. Menjelang keruntuhan Jepang, ia ber-gabung dengan gerakan pemuda yang sedang mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Saat itulah pemerintah pendudukan Jepang menuduhnya hendak melakukan pemerontakan. Bersama Basuki Resobowo, Chairil Anwar, dan B.M. Diah, Bahrum ditangkap dan dipenjarakan.

Pengalaman semasa di penjara sama sekali tidak menyurutkan perjuangannya. Maka, segera setelah Indonesia merdeka dan Bahrum dibebaskan dari penjara, ia langsung bergabung dengan Barisan Keamaan Rakyat (BKR), kemudian Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Tentara Republik Indonesia (TRI) yang belakangan menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Memasuki masa revolusi (1945--1950), Bahrum tidak mau tinggal di belakang meja di dalam keterlibatannya mempertahankan kemerdekaan. Pada tahun 1947, kembali Bahrum ditangkap karena usahanya melarikan sebuah kendaraan Tentara Belanda. Belanda kemudian menjebloskannya ke penjara Glodok.

Di Fakultas Sastra inilah Bahrum banyak mempelajari bahasa-bahasa Timur sam-pai tingkat sarjana muda. Sebelum itu, sejak lepas sekolah madrasah, Bahrum sudah belajar bahasa Arab kepada Hamka di Medan selama enam bulan. Jadi, bahasa Arab serba sedikit sudah dikuasainya sejak masa remaja. Sementara itu, kesempatan untuk memperdalam bahasa-bahasa Timur, lebih luas menyangkut juga kebudayaan dan filsafatnya, terbuka lebar bagi Bahrum ketika ia dipercaya menjadi sekretaris dan juru bicara bahasa Urdu dan bahasa Inggris di Kedutaan Besar Indonesia di Karachi, Pakistan.tahun 1950--1951. Saat itulah ia memanfaatkan kesempatan untuk belajar di Jamiatul Mubasheren (Islamic Studies), Rabwah, Pakistan. Selama setahun ia belajar dan mendalami Islam di sana. Pengalamannya di Pakistan kemudian ia tulis yang lalu dimuat majalah Zenith edisi April, Mei, dan Juli 1951. Lebih dari itu, Bahrum pun dapat menyerap langsung pemikiran para filsuf Pakistan, khususnya Muhammad Zafrullah Khan dan tentu tidak ketinggalan Mohammad Iqbal.

Pulang dari Pakistan, Bahrum kembali ke kampus Fakultas Sastra Universitas Indonesia dan bermaksud menyelesaikan studinya yang tertinggal. Ketika itu, ia ditawari untuk menjadi Atase Kebudayaan di Mesir, tetapi ditolaknya karena ia ingin menyelesaikan dulu studinya itu.

Apa yang dilakukan Bahrum Rangkuti sekembalinya dari Pakistan, selain menyelesaikan studinya di FSUI? Inilah komentar H.B. Jassin dalam suratnya kepada Dolf Verspoor, 14 Mei 1951. “Bahrum Rangkuti sudah kembali ke Indonesia dan barangkali tidak akan ke Pakistan lagi. Dia sekarang bekerja di Pakistan Embassy Jakarta sebagai Kepala Publicity. Dia memperkenalkan dengan intensif penyair dan filosof Iqbal kepada Indonesia melalui radio, pidato di rapat-rapat, dan banyak tulisannya tentang Iqbal (di Siasat dan Zenith). Dia juga sekarang salah satu pembantu Zenith yang produktif.”

Demikianlah, sambil bekerja Bahrum berusaha menyelesaikan studinya. Dan pada tahun 1960, ia merampungkan studinya di FSUI dengan skripsi “Pramoedya Ananta Toer dan Karya Seninya” yang kemudian diterbitkan Gunung Agung tahun 1963. Ketika itu, suhu politik di tanah air mulai memanas. Walaupun demikian, saat Bahrum menyelesaikan skripsinya, Pramoedya Ananta Toer, belum terlibat secara intensif dalam kegiatan Lekra PKI. Jadi, pertimbangan Bahrum memilih Pramoedya Ananta Toer sebagai bahan kajian skripsinya, semata-mata didasarkan pada alasan-alasan ilmiah. Boleh jadi karena itu pula, maka ketika Pramudya ditahan karena keterlibatannya dalam Lekra/PKI, karya Bahrum sama sekali tidak ada yang mempersoalkannya.

Meskipun ketika ia kuliah di FSUI, Bahrum lebih menyenangi mempelajari bahasa-bahasa Timur, ia juga ternyata mendalami bahasa-bahasa Barat. Oleh karena itulah, ia menguasai enam bahasa asing, yaitu Inggris, Prancis, Jerman, Belanda, Arab, dan Urdu. Penguasaannya dalam bahasa Urdu yang membuat komandannya pada tahun 1947, meminta Bahrum membuat semacam propaganda dalam bahasa Urdu yang dialamatkan kepada tentara Gurkha.
***

Selepas zaman revolusi dan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, Bahrum diminta untuk menjadi Ketua Dinas Perawatan Rohani Islam Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) dengan pangkat kolonel tituler; sebuah pangkat kehormatan tanpa harus menjalani jabatan sesuai dengan pangkat yang bersangkutan. Tentu saja jabatan itu sesuai dengan kecintaannya kepada agama (Islam). Pada tahun 1975, Bahrum memperoleh kenaikan pangkat menjadi laksamana pertama tituler.

Boleh jadi lantaran kecintaannya kepada agama itu pula, selepas menjadi anggota DPRGR (1969--1971), ia diangkat menjadi Sekjen Departemen Agama (1971--1976). Setelah pensiun tahun 1976, Bahrum diminta pula untuk mengajar di IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, untuk memberikan kuliah Ilmu Sejarah dan Kebudayaan Islam. Tidak lama setelah itu, tanggal 18 Desember 1976, ia dikukuhkan sebagai guru besar perguruan tinggi itu. Sebelumnya, H.B. Jassin memperkirakan bahwa Doktor Honoris Causa (Doktor Kehormatan) akan diberikan oleh Fakultas Sastra Universitas Indonesia kepada Bahrum Rangkuti, sebagaimana dikatakan Jassin dalam suratnya, 29 April 1975, kepada Liaw Yock Fang di Singapura berikut ini: “Profesor Teeuw juga akan diberi Doctor Honoris Causa oleh UI. Sesudah itu, Bahrum Rangkuti yang mempunyai pengetahuan luas dan dalam mengenai kesusastraan Islam dan sudah matang serta berjasa dalam usaha-usaha kemasyarakatan.”

Entah mengapa UI ternyata tidak memberikan gelar Doktor Honoris Causa kepada Bahrum Rangkuti. Tetapi pernyataan Jassin akan wawasan Bahrum dalam kesusastraan Islam, memperlihatkan perkembangan intelektual sosok laksamana tituler itu. Sebab, dalam surat Jassin yang ditujukan kepada Trisno Sumardjo, 28 September 1949, Paus Sastra itu justru mengecamnya sebagai tukang salin-menyalin: “dengan sendirinya membikin dia tidak akan pernah jadi berarti dalam lapangan kesusastraan.” Dan dua windu kemudian, Jassin memberi pujian kepada Bahrum sebagai orang yang berpengetahuan luas dan sudah matang. Gelar guru besar yang diberikan IAIN Syarif Hidayatullah, merupakan bukti luasnya wawasan Bahrum Rangkuti.
***

Meskipun berbagai jabatan di kemiliteran dan pemerintahan tidak ada hubungannya secara langsung dengan bidang kesusastraan, Bahrum sama sekali tidak meninggalkan jiwa kesastrawanannya. Pada tahun 1976, misalnya, ia memberikan ceramah tentang Iqbal di TIM. Di luar aktiivitas itu, satu sikap hidup yang menonjol pada diri Bahrum Rangkuti adalah kesederhanaan serta kepeduliannya terhadap orang-orang kecil. Oleh karena itu, bersama istrinya, ia mendirikan sebuah yayasan untuk menampung orang-orang terlantar. Satu sikap hidup yang lahir dari tanggung jawabnya sebagai umat beragama.

Pada tanggal 13 Agustus 1977, Bahrum Rangkuti meninggal dunia dalam usia 58 tahun. Mengingat pangkatnya dalam kemiliteran sebagai laksamana, almarhum kemudian dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati