Dewi Sri Utami
http://www.gatra.com/
SEBUAH ruang dosen Universitas Paramadina Mulya, di Gedung Bidakara, kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa sore pekan lalu tampak sesak. Paket-paket dalam kardus besar memenuhi ruangan seluas 6 x 5 meter. Di tepi tumpukan kardus, tampak pria setengah baya sedang duduk sambil membaca buku Hikmah dari Timur, karya Idries Shah.
Pembawaannya sederhana, dan tenang. Jari-jemarinya tak pernah berhenti memainkan batang rokok yang sesekali diisapnya. Setiap kali habis, ia sambung dengan menyulut batang rokok berikutnya.
Abdul Hadi Wiji Muthari, penyair yang pernah menobatkan dirinya sebagai wakil presiden penyair Indonesia itu, hanya tersenyum sejenak ketika diminta bercerita tentang kiprahnya sebagai penyair. ”Ah, itu masa lalu saya yang tak perlu digembar-gemborkan lagi,” katanya merendah.
Lebih dari 10 tahun memang, Abdul Hadi WM –demikian nama populernya– sudah tak aktif membaca dan menulis puisi. Saat ini, ia lebih banyak berkutat dengan buku-buku yang berhubungan dengan sastra, agama, dan juga penelitian. Abdul Hadi telah mengabdikan dirinya sebagai dosen di beberapa universitas, termasuk Paramadina Mulya. Di sini ia mengajar mata kuliah falsafah dan agama serta ilmu agama Islam.
”Sepulang dari Malaysia, 1997, saya terjun di dunia akademisi dan jadi ilmuwan,” katanya. Pilihan tersebut merupakan putusan yang cukup berat bagi pria kelahiran Sumenep, Madura, 24 Juni, 55 lima tahun lalu ini. ”Saya salut pada teman-teman yang punya naluri seni kuat, hidup dalam tradisi dan kreativitas,” katanya.
Menurut pengakuannya, menulis puisi makin hari justru kian sulit. ”Kalau nggak penting-penting amat, saya males nulis puisi,” kata peraih Hadiah Sastra untuk Puisi Terbaik majalah Horison pada 1969 ini. Setiap ada ide dan pemikiran di benaknya untuk membuat puisi, selalu saja didahului penyair lain. Abdul Hadi enggan menulis puisi dengan tema sama. ”Sekarang makin sulit mencari tema yang spesifik,” ia menambahkan. Sebab, setiap sudut kehidupan sudah tersoroti oleh karya penyair lain.
Abdul Hadi tak pernah menyesali putusannya, karena pilihan jalur yang diambilnya punya manfaat lebih. ”Dampaknya, lebih banyak waktu untuk membaca dan tak tenggelam dalam dunia penulisan,” katanya. Tak mengherankan jika hampir setiap tahun ia menulis buku sastra bernapaskan Islam.
Di dunia sastra, Abdul Hadi cukup dikenal sebagai salah satu pendukung kebangkitan sastra yang memperhatikan dunia Islam pada awal 1970-an, bersama sastrawan lain, seperti Kuntowijoyo, Sutardji Calzoum Bachri, dan Danarto. Dan pada 1980-an, secara terbuka ia sudah menganjurkan tentang sastra bercorak sufi atau transendental.
Sufi dinilainya sebagai kekayaan khazanah sastra yang merupakan warisan sangat berharga dalam sastra Melayu di zaman Islam. ”Kalau tak dipelihara dan dikembangkan, akan lenyap dari sejarah,” ujarnya. Dalam pandangannya, sastra sufi punya peran ganda: sebagai pembangkit kesusastraan serta sebagai jembatan antara tradisi dan kehidupan masyarakat kosmopolitan.
Abdul Hadi mengaku telah menemukan pencerahan lewat ajaran sastra sufi. ”Hidup beragama saya tidak kering, dan saya menemukan diri saya yang hilang,” katanya. Hidupnya terasa menjadi lebih berwarna, ketika kehidupan beragamanya didukung dengan membaca sastra, dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. ”Karya sastra sufi tidak hanya mengungkap masalah kerohanian atau cinta transendental,” tuturnya.
Banyak hal yang bisa diambil, karena beberapa karya sastra sufi mengandung kritik sosial, serta memberikan contoh kehidupan individu dan masyarakat. Kisah burung beo yang dicukur gundul dalam Matsnawi, karya Rumi, merupakan salah satu cerita yang disukainya. Ceritanya sebagai berikut:
Diceritakan seorang pedagang memiliki burung beo yang pandai bicara. Suatu hari tuannya pergi untuk salat lohor. Burung itu disuruh menjagai kedai. Karena merasa bebas, si burung bermain sesuka hati dan menumpahkan botol minyak goreng hingga pecah. Sebagai ganjaran, kepala burung beo dicukur sampai gundul. Keesokan harinya, si beo melihat profesor botak melintas di depan kedai majikannya. Merasa menemukan teman senasib, burung beo berteriak, ”Hai Kawan Gundul, mengapa kepala tuan botak? Apakah tuan menumpahkan minyak goreng seperti saya?”
Penggalan cerita itu, menurut Abdul Hadi, menggambarkan sikap orang yang suka meniru orang lain, tanpa tahu inti persoalannya. ”Seperti orang sekarang yang selalu melihat ilmu dari segi lahirnya semata-mata,” katanya.
Pandangan, tafsiran, dan penyikapan terhadap sastra sufi telah mengantarkan Abdul Hadi sebagai sastrawan sufi yang intens di jalurnya. Ia pun mulai mengulas sastra sufi asli Indonesia, seperti pemikiran Hamzah Fansuri dan Sunan Bonang. Saking bangganya pada karya sastra Indonesia asli, Abdul Hadi mengangkat pemikiran Hamzah Fansuri sebagai tesis S-3-nya di Universiti Sains Malaysia.
Keseriusan Abdul Hadi mendalami dunia sastra sudah dilakoni sejak usia belia. Sulung dari empat bersaudara pasangan K. Abu Muthar dan R.A. Martiya ini sering mendengarkan saat kakeknya membaca macapat, suluk, atau hikayat Nabi Muhammad. ”Saya mulai mengikuti dengan membaca buku-buku Al-Ghazali,” ujarnya.
Di samping menggeluti sastra, darah seni sang ayah juga menurun padanya. Ayahnya –saudagar yang sering berdagang emas– biasa menghabiskan waktu dengan melukis, bermain musik, dan nanggap wayang di rumah, usai berniaga di beberapa kota di Pulau Jawa. ”Pendalaman seni dan budaya saya makin bertambah sejak mengikuti kegiatan Ayah,” katanya.
Sayangnya, bakat dagang pria keturunan Cina ini kurang begitu menonjol dibandingkan dengan saudara-saudaranya. ”Seni dan sastra sudah menjadi jalan saya,” kata peraih Anugerah Seni Pemerintah RI pada 1979 itu.
Sebagai konsekuensi, sepanjang hidupnya diwarnai segala hal yang berhubungan dengan sastra. Menulis puisi dan buku sastra, mengikuti berbagai seminar sastra sebagai pembicara, dan sesekali menjadi partisipan festival puisi internasional.
Selama mendalami sastra, lulusan Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, ini merasakan ketertinggalan dunia sastra di Indonesia. Terlebih ketika ia menimba ilmu di Pusat Pengkajian Ilmu Kemanusiaan, Universiti Sains Malaysia, selama empat tahun (1992-1996). ”Saya begitu kagum melihat anak SD terbiasa baca-tulis karya sastra,” tuturnya.
Dari sanalah ia merasa perlu melakukan pembenahan pengajaran sastra di sekolah. Pendidikan sastra di Indonesia dinilai sangat minim. ”Selama ini, siswa hanya hafal nama pengarang dan judul bukunya, tanpa memahami isinya,” katanya. Pengajaran sastra tentang kajian teks lama dan baru, menurut dia, harus diperbarui.
Demikian halnya pemupukan jurusan bahasa harus dimulai sejak anak duduk di bangku sekolah menengah pertama. Sebagai pendorong, ia berharap, beasiswa untuk bidang sastra diperbanyak.
Dalam pandangannya, sastra di Indonesia masih dalam tahap teori, bukan pada tahap penafsiran. Akibatnya, sastra Indonesia tidak berkembang. Sebaliknya, jika banyak penafsir, katanya, perkembangan sastra akan mendukung kemajuan perekonomian bangsa. ”Ibaratnya, kita bisa jual karya sastra dan seni khas sendiri, tanpa harus mencontek negara lain,” ia menjelaskan.
Dalam kehidupan keluarga, ayah dari Gayatri Wedotami, 22 tahun, Dian Kuswandini, 18 tahun, dan Ayusha Ayutthaya, 16 tahun, ini tak pernah memaksa ketiga putrinya mengikuti jejaknya di dunia sastra. ”Biar mereka memilih jalur sendiri,” kata pria yang masih aktif di Lembaga Sensor Film ini.
Tapi, urusan kebiasaan membaca sudah diterapkan sejak putrinya masih duduk di taman kanak-kanak. ”Saya beri mereka bahan bacaan segala macam,” katanya. Di rumahnya, Vila Mahkota Pesona, Jatiasih, Bogor, tersimpan ratusan koleksi buku karya sastra yang ia jadikan bahan acuan.
Istrinya, Tedjawati, 50 tahun, juga mempunyai minat di dunia seni. ”Bedanya, istri saya lebih suka melukis,” kata Ketua Dewan Kurator Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal ini. Satu hal yang masih menjadi obsesi Abdul Hadi adalah menjadikan karya sastra sebagai komoditas. Seperti Prancis yang bisa menjual situs seni dan sastra sebagai komoditas wisatanya.
[Gatra Nomor 41 Beredar 27 Agustus 2001]
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar