Jumat, 20 Maret 2009

Abdul Hadi W.M., Belajar dari Kisah Burung Botak

Dewi Sri Utami
http://www.gatra.com/

SEBUAH ruang dosen Universitas Paramadina Mulya, di Gedung Bidakara, kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa sore pekan lalu tampak sesak. Paket-paket dalam kardus besar memenuhi ruangan seluas 6 x 5 meter. Di tepi tumpukan kardus, tampak pria setengah baya sedang duduk sambil membaca buku Hikmah dari Timur, karya Idries Shah.

Pembawaannya sederhana, dan tenang. Jari-jemarinya tak pernah berhenti memainkan batang rokok yang sesekali diisapnya. Setiap kali habis, ia sambung dengan menyulut batang rokok berikutnya.

Abdul Hadi Wiji Muthari, penyair yang pernah menobatkan dirinya sebagai wakil presiden penyair Indonesia itu, hanya tersenyum sejenak ketika diminta bercerita tentang kiprahnya sebagai penyair. ”Ah, itu masa lalu saya yang tak perlu digembar-gemborkan lagi,” katanya merendah.

Lebih dari 10 tahun memang, Abdul Hadi WM –demikian nama populernya– sudah tak aktif membaca dan menulis puisi. Saat ini, ia lebih banyak berkutat dengan buku-buku yang berhubungan dengan sastra, agama, dan juga penelitian. Abdul Hadi telah mengabdikan dirinya sebagai dosen di beberapa universitas, termasuk Paramadina Mulya. Di sini ia mengajar mata kuliah falsafah dan agama serta ilmu agama Islam.

”Sepulang dari Malaysia, 1997, saya terjun di dunia akademisi dan jadi ilmuwan,” katanya. Pilihan tersebut merupakan putusan yang cukup berat bagi pria kelahiran Sumenep, Madura, 24 Juni, 55 lima tahun lalu ini. ”Saya salut pada teman-teman yang punya naluri seni kuat, hidup dalam tradisi dan kreativitas,” katanya.

Menurut pengakuannya, menulis puisi makin hari justru kian sulit. ”Kalau nggak penting-penting amat, saya males nulis puisi,” kata peraih Hadiah Sastra untuk Puisi Terbaik majalah Horison pada 1969 ini. Setiap ada ide dan pemikiran di benaknya untuk membuat puisi, selalu saja didahului penyair lain. Abdul Hadi enggan menulis puisi dengan tema sama. ”Sekarang makin sulit mencari tema yang spesifik,” ia menambahkan. Sebab, setiap sudut kehidupan sudah tersoroti oleh karya penyair lain.

Abdul Hadi tak pernah menyesali putusannya, karena pilihan jalur yang diambilnya punya manfaat lebih. ”Dampaknya, lebih banyak waktu untuk membaca dan tak tenggelam dalam dunia penulisan,” katanya. Tak mengherankan jika hampir setiap tahun ia menulis buku sastra bernapaskan Islam.

Di dunia sastra, Abdul Hadi cukup dikenal sebagai salah satu pendukung kebangkitan sastra yang memperhatikan dunia Islam pada awal 1970-an, bersama sastrawan lain, seperti Kuntowijoyo, Sutardji Calzoum Bachri, dan Danarto. Dan pada 1980-an, secara terbuka ia sudah menganjurkan tentang sastra bercorak sufi atau transendental.

Sufi dinilainya sebagai kekayaan khazanah sastra yang merupakan warisan sangat berharga dalam sastra Melayu di zaman Islam. ”Kalau tak dipelihara dan dikembangkan, akan lenyap dari sejarah,” ujarnya. Dalam pandangannya, sastra sufi punya peran ganda: sebagai pembangkit kesusastraan serta sebagai jembatan antara tradisi dan kehidupan masyarakat kosmopolitan.

Abdul Hadi mengaku telah menemukan pencerahan lewat ajaran sastra sufi. ”Hidup beragama saya tidak kering, dan saya menemukan diri saya yang hilang,” katanya. Hidupnya terasa menjadi lebih berwarna, ketika kehidupan beragamanya didukung dengan membaca sastra, dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. ”Karya sastra sufi tidak hanya mengungkap masalah kerohanian atau cinta transendental,” tuturnya.

Banyak hal yang bisa diambil, karena beberapa karya sastra sufi mengandung kritik sosial, serta memberikan contoh kehidupan individu dan masyarakat. Kisah burung beo yang dicukur gundul dalam Matsnawi, karya Rumi, merupakan salah satu cerita yang disukainya. Ceritanya sebagai berikut:

Diceritakan seorang pedagang memiliki burung beo yang pandai bicara. Suatu hari tuannya pergi untuk salat lohor. Burung itu disuruh menjagai kedai. Karena merasa bebas, si burung bermain sesuka hati dan menumpahkan botol minyak goreng hingga pecah. Sebagai ganjaran, kepala burung beo dicukur sampai gundul. Keesokan harinya, si beo melihat profesor botak melintas di depan kedai majikannya. Merasa menemukan teman senasib, burung beo berteriak, ”Hai Kawan Gundul, mengapa kepala tuan botak? Apakah tuan menumpahkan minyak goreng seperti saya?”

Penggalan cerita itu, menurut Abdul Hadi, menggambarkan sikap orang yang suka meniru orang lain, tanpa tahu inti persoalannya. ”Seperti orang sekarang yang selalu melihat ilmu dari segi lahirnya semata-mata,” katanya.

Pandangan, tafsiran, dan penyikapan terhadap sastra sufi telah mengantarkan Abdul Hadi sebagai sastrawan sufi yang intens di jalurnya. Ia pun mulai mengulas sastra sufi asli Indonesia, seperti pemikiran Hamzah Fansuri dan Sunan Bonang. Saking bangganya pada karya sastra Indonesia asli, Abdul Hadi mengangkat pemikiran Hamzah Fansuri sebagai tesis S-3-nya di Universiti Sains Malaysia.

Keseriusan Abdul Hadi mendalami dunia sastra sudah dilakoni sejak usia belia. Sulung dari empat bersaudara pasangan K. Abu Muthar dan R.A. Martiya ini sering mendengarkan saat kakeknya membaca macapat, suluk, atau hikayat Nabi Muhammad. ”Saya mulai mengikuti dengan membaca buku-buku Al-Ghazali,” ujarnya.

Di samping menggeluti sastra, darah seni sang ayah juga menurun padanya. Ayahnya –saudagar yang sering berdagang emas– biasa menghabiskan waktu dengan melukis, bermain musik, dan nanggap wayang di rumah, usai berniaga di beberapa kota di Pulau Jawa. ”Pendalaman seni dan budaya saya makin bertambah sejak mengikuti kegiatan Ayah,” katanya.

Sayangnya, bakat dagang pria keturunan Cina ini kurang begitu menonjol dibandingkan dengan saudara-saudaranya. ”Seni dan sastra sudah menjadi jalan saya,” kata peraih Anugerah Seni Pemerintah RI pada 1979 itu.

Sebagai konsekuensi, sepanjang hidupnya diwarnai segala hal yang berhubungan dengan sastra. Menulis puisi dan buku sastra, mengikuti berbagai seminar sastra sebagai pembicara, dan sesekali menjadi partisipan festival puisi internasional.

Selama mendalami sastra, lulusan Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, ini merasakan ketertinggalan dunia sastra di Indonesia. Terlebih ketika ia menimba ilmu di Pusat Pengkajian Ilmu Kemanusiaan, Universiti Sains Malaysia, selama empat tahun (1992-1996). ”Saya begitu kagum melihat anak SD terbiasa baca-tulis karya sastra,” tuturnya.

Dari sanalah ia merasa perlu melakukan pembenahan pengajaran sastra di sekolah. Pendidikan sastra di Indonesia dinilai sangat minim. ”Selama ini, siswa hanya hafal nama pengarang dan judul bukunya, tanpa memahami isinya,” katanya. Pengajaran sastra tentang kajian teks lama dan baru, menurut dia, harus diperbarui.

Demikian halnya pemupukan jurusan bahasa harus dimulai sejak anak duduk di bangku sekolah menengah pertama. Sebagai pendorong, ia berharap, beasiswa untuk bidang sastra diperbanyak.

Dalam pandangannya, sastra di Indonesia masih dalam tahap teori, bukan pada tahap penafsiran. Akibatnya, sastra Indonesia tidak berkembang. Sebaliknya, jika banyak penafsir, katanya, perkembangan sastra akan mendukung kemajuan perekonomian bangsa. ”Ibaratnya, kita bisa jual karya sastra dan seni khas sendiri, tanpa harus mencontek negara lain,” ia menjelaskan.

Dalam kehidupan keluarga, ayah dari Gayatri Wedotami, 22 tahun, Dian Kuswandini, 18 tahun, dan Ayusha Ayutthaya, 16 tahun, ini tak pernah memaksa ketiga putrinya mengikuti jejaknya di dunia sastra. ”Biar mereka memilih jalur sendiri,” kata pria yang masih aktif di Lembaga Sensor Film ini.

Tapi, urusan kebiasaan membaca sudah diterapkan sejak putrinya masih duduk di taman kanak-kanak. ”Saya beri mereka bahan bacaan segala macam,” katanya. Di rumahnya, Vila Mahkota Pesona, Jatiasih, Bogor, tersimpan ratusan koleksi buku karya sastra yang ia jadikan bahan acuan.

Istrinya, Tedjawati, 50 tahun, juga mempunyai minat di dunia seni. ”Bedanya, istri saya lebih suka melukis,” kata Ketua Dewan Kurator Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal ini. Satu hal yang masih menjadi obsesi Abdul Hadi adalah menjadikan karya sastra sebagai komoditas. Seperti Prancis yang bisa menjual situs seni dan sastra sebagai komoditas wisatanya.

[Gatra Nomor 41 Beredar 27 Agustus 2001]

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati