Jumat, 19 Maret 2010

MEREKA TIDAK HARUS MATI

Haris del Hakim
http://sastragerilyawan.blogspot.com/

Kastumiun menambatkan perahu di batang trembesi sebesar lengan, menjejakkan kaki di bibir perahu, melompat ke atas pematang tambak, melihat tambak yang berair keruh dan ikan-ikan bandeng timbul tenggelam; sesekali bagian perut ke atas, berusaha menyelam lagi, timbul lagi. Ikan-ikan dalam keadaan seperti itu memenuhi separuh permukaan tambak.

Lelaki berumur setengah baya itu melompat ke tambak, tanpa melepas baju atau celana seperti yang dilakukannya saat menabur pupuk urea untuk menghijaukan air, dan merabai tanah. Tangannya berkali-kali menyentuh ikan-ikan yang mati. Kemudian dia mentas ke pematang dan melompat lagi ke perahu. Setelah melepas ikatan tali di pohon trembesi, dia mengayuh perahu itu cepat-cepat. Dia hanya menoleh sebentar pada tambaknya yang ada di sebelah kiri kali desa dan mendayung kembali. Dari kejauhan dia melihat anak sulungnya sedang mengayuh sepeda dengan boncengan kosong belum mengangkut rumput sama sekali. Dia memanggilnya dan anak berumur limabelas tahun itu pun mendekat dan bertanya, “Ada apa, Pak?”

“Cepat panggil Paman Sartono dan Kak Muji. Katakan ikan di tambak timur kali sedang mati,” kata Kastumiun.
“Bapak mau ke mana?”
“Ambil keranjang,” jawab Kastumiun seraya mendayung perahunya kembali.

Satu jam kemudian empat orang sedang menyelami tambak Kastumiun. Mereka mengambil ikan-ikan yang mati. Ikan-ikan bandeng itu masih terhitung kecil, 1 kg berisi 10 ekor, walaupun sudah dipelihara selama lima bulan lebih. Tetapi, daripada harus membiarkannya mati lebih baik dipanen sekadar cukup untuk menutupi biaya pengairan dan beli pupuk; meskipun penghasilan mereka hanya ¼ dari semua biaya itu sudah terhitung lumayan daripada rugi total.

“Pupuknya pasti telat,” tebak Sartono yang berkumis tebal. Caping hitamnya hampir basah oleh air.
“Mestinya sepuluh hari lalu ditaburi,” jawab Kastumiun. “Tapi, tidak ada yang punya pupuk sekarang.”

“Aku kemarin dapat satu zak,” sela Muji sambil melemparkan ikan bandeng ke dalam keranjang. “Itu pun belum cukup untuk tiga petak tambakku.”
“Berapa harganya?” tanya Sartono.
“Dua kalilipat dari harga biasa,” jawab Muji.

“Namaku sudah terdaftar di toko Hasri, tetapi stoknya belum datang. Katanya seminggu lagi, padahal tambak yang satu sudah seminggu tidak disebari pupuk,” jelas Kastumiun.

Tanpa terasa matahari sudah bergerak ke arah barat. Istri Kastumiun datang membawa kiriman makanan dan minuman sekadarnya. Dia menyuruh semua orang berhenti sejenak, “Makan dulu!”

Empat orang di dalam tambak itu menjawab hampir secara bersamaan, “Sebentar lagi!”
Mereka telah menyisir hampir separuh luas tambak dan masih ada separuh lagi. Sartono berdiri, melihat ikan di keranjang, dan mengajak keponakannya—anak sulung Kastumiun—untuk membantu mengangkat keranjang ke pematang dekat kali.

“Istirahat dulu, Ji,” kata Kastumiun.
Panen dini itu selesai ketika matahari sudah lengser ke barat. Pembeli ikan sudah datang sejam lalu sambil membawa timbangan dan colt bak terbuka. Orang-orang bersicepat menimbang ikan-ikan dalam keranjang. Mereka harus sampai di gudang pabrik sebelum matahari tenggelam, kata pembeli ikan itu makin membuat Kastumiun dan kerabat yang membantunya tergesa-gesa.

Pembeli ikan mengulurkan kertas nota hasil panen dini kepada Kastumiun. Lelaki berpandangan sayu itu mencermati angka yang tertulis dalam kertas itu. Dia hanya menjawab sekadar saja ketika pembeli ikan berangkat mengangkut ikannya. Istrinya yang sudah mengemasi wadah makanan dan minuman kemudian memanggulnya di punggung bertanya lirih, “Dapat berapa, Pak?”

“Lumayan,” jawab Kastumiun kalem. “Cukup untuk beli pupuk urea sekali tanam lagi. Tentu saja kalau harga ikan kita tidak turun.”

Istri Kastumiun memandang suaminya yang berkulit coklat kehitaman karena terbakar matahari sepanjang hari. Dia kembali bertanya, “Benih ikannya dulu sudah dibayar?”

Kastumiun terbelalak memandang istrinya. Dia baru ingat kalau benih ikannya dulu belum dibayar dan masih hutang di pembenihan Haji Saman.
***

Siang itu Kastumiun berada di toko Hasri. Dia mendengar kabar kalau hari ini stok pupuk akan turun dan dia tidak mau ketinggalan lagi. Tiga hari lagi dia tidak mendapatkan pupuk, ikan-ikan di tambak satunya tidak mustahil akan menyusul untuk dipanen dini. Meskipun usia ikan di sana sudah waktunya panen, tetapi Kastumiun masih enggan untuk mengambilnya karena beratnya belum layak untuk diambil; lima atau enam tahun lalu Kastumiun dapat memanen ikannya tiga bulan sekali, tetapi saat ini mereka tidak bisa banyak berharap dengan waktu tiga bulan, sebab hingga berumur enam bulan pun ikan-ikan tidak bertambah besar, matanya saja yang kian lebar dengan ekor yang mekar tanpa ada perkembangan berat pada tubuhnya.

“Pak Kastum,” teriak Hasri pemilik toko sarana pertanian itu. “Sedang kaya baru panen?”
“Ya,” gurau Kastumiun sambil mendekat. “Katanya hari ini pupuk akan dikirim?”

“Katanya seperti itu, tetapi sampai sekarang belum juga datang. Pak Kastum sudah daftar?”
“Sudah. Sudah dua minggu lalu aku mendaftar minta jatah pupuk. Katanya, seminggu lalu ada yang turun, tetapi aku kok tidak dapat?”

“Memang jatahnya hanya sedikit, Pak. Tapi sebentar,” kata pemilik toko. Dia mengambil buku tulis tebal yang tersimpan dalam rak. “Hutang Pak Kastum di sini lima zak pupuk urea dan setinting waring. Nah, Pak Kastum kan sudah panen, bagaimana kalau dibayar dulu yang lima zak nanti baru mengambil lagi?”

“Hasil penjualan kemarin belum dibayar. Sartono dan Muji saja belum saya beri uang rokok.”
“Kalau Pak Kastum belum bayar, aku belum bisa mengasih pupuk lagi?”
“Berarti sudah ada pupuknya kalau begitu?”
“Belum datang!”

“Katanya kalau aku membayar akan diberi pupuk lagi, berarti sudah ada pupuknya?!”
“Pak Kastum sendiri tahu pupuknya belum datang,” kata pemilik toko Hasri dengan galak.

Kastumiun mengerutkan kening. Dia tidak bisa mengandalkan toko-toko lain, karena meskipun harganya murah tetapi harga di sana akan berlipat setiap bulannya. Dengan nada kalem Kastumiun bicara lagi, “Pembeli ikanku kan saudaramu sendiri. Kamu minta saja padanya?”

Pemilik toko yang berbadan tambun dan berperawakan tinggi itu berkata lirih, “Tidak mungkin, Pak Kastum. Meskipun kami berdua saudara, tetapi ini persoalan bisnis dan bukan masalah keluarga.”

“Apa kamu tidak percaya kalau aku pasti membayarnya?”
“Bukan percaya atau tidak, tetapi semua orang berhutang. Coba Pak Kastum hitung sendiri. Penduduk sini yang berhutang duapuluh orang. Masing-masing mempunyai hutang pupuk lima zak. Berarti saya menanggung seratus zak. Semua orang mengatakan akan membayar kalau sudah panen, tetapi panen mereka tidak ada yang memuaskan hasilnya. Katanya tiga bulan, tetapi panennya menjadi enam bulan dan bahkan ada yang setahun. Mereka yang rugi, tetapi mengapa saya juga harus rugi?”

“Kita juga tidak ingin rugi, Has,” kata Kastum berat.
“Rugi sih tidak apa-apa, tetapi jangan banyak-banyak seperti itu biar kita tidak bangkrut,” kata pemilik toko Hasri dengan nada enggan bicara lagi.
“Hari ini aku mendapat jatah pupuk atau tidak? Kalau tidak ikanku bisa mati lagi.”

“Pak Kastum masih lumayan hanya ikan yang mati, tetapi saya bisa ditinggal mati oleh anak dan istri.”

Kastumiun diam bukan karena memahami keadaan pemilik toko Hasri itu, tetapi keadaannya yang tersudut pada satu pilihan untuk mendatangi rumah pembeli ikannya. Dia bergegas memacu sepeda ontel-nya. Ada yang mengganjal di hati. Tidak biasa dia menagih hasil penjualan ikannya, sebab pembeli ikan itu akan datang sendiri ke rumah.

Lelaki itu tiba di tempat tujuannya beberapa menit saja. Ia bertanya pada anak kecil yang asik bermain di halaman rumah. “Bapakmu di rumah?”

Anak itu tidak menjawab. Dia meninggalkan semua mainan dan masuk ke dalam rumah. Tidak berapa lama kemudian anak itu kembali dan mengatakan kalau bapaknya sedang bepergian dan belum datang.
“Ibumu di rumah?”
Anak itu mengangguk.
“Coba panggilkan.”

Anak kecil itu pun kembali masuk ke dalam. Kemudian dia kembali lagi dan meneruskan permainan setelah menjawab disuruh menunggu. Seorang perempuan separuh baya keluar dan mempersilakan Kastumiun masuk dan duduk. Mereka berbasa-basi sebentar. Tuan rumah masuk ke dalam dan Kastumiun mencegah dengan alasan hanya sebentar.

“Saya hendak menanyakan uang hasil penjualan ikan kemarin,” kata Kastumiun dengan nada datar.

“Oh, persoalan itu,” jawab istri pembeli ikan dengan nada keras membuat Kastumiun berbunga, sebab perempuan itu pasti dititipi sesuatu. “Kata suami saya, sebagian diminta oleh Haji Saman pemilik benih. Katanya, Pak Kastum punya hutang benih di sana.”

“Ya,” jawab Kastumiun tersedak. “Berarti aku sudah tidak punya hutang ke Haji Saman?”
“Saya tidak tahu apakah sudah lunas belum.”
“Bagaimana dengan sisa hasil penjualannya?”

“Kata suami saya, baru separuh yang dibayarkan oleh pemilik gudang dan separuh lagi menunggu dia ke gudang lagi.”
“Kapan?”

“Saya tidak tahu.”
“Tapi, suamimu mengatakan berapa harga ikannya?”
“Yang jelas murah sekali, sebab ikan Pak Kastum dipanen dini.”
***

Hari ini hari kesepuluh sejak Kastumiun menebarkan pupuk urea ke tambak sebelah barat kali. Dia bisa membayangkan betapa keruh airnya dan lemah ikan-ikan bandengnya. Karena itu, sengaja dia tidak pergi ke tambak pagi-pagi. Kedatangannya tidak lebih untuk memastikan bahwa ikannya tidak mati dan dia bisa menunda hingga siang hari. Makanya dia cekatan memecahkan batang-batang kayu trembesi ketika istrinya mengeluh tidak punya kayu bakar lagi. Anak sulungnya sudah berangkat ke sawah mencari rumput bagi lima ekor kambingnya, sedangkan ketiga anak lain sudah berangkat ke sekolah.

Kapak besar itu mengayun berkali-kali dan memecahkan gelondong kayu. Keringat membasahi kaos Kastumiun. Dia hanya melengok sebentar ketika anak sulungnya sudah pulang dengan rumput di boncengan sepeda.

“Ikan kita mati lagi,” kata putra sulungnya menuju kandang di belakang rumah, “kambing kita juga.”***

november 2006

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati