Kamis, 18 Maret 2010

MONOLOG MEMABUKKAN: MISTERI MENIKMATKAN

Maman S. Mahayana
http://mahayana-mahadewa.com/

Mabuk, dalam bahasa sufistik, bermakna positif. Peristiwa saat seseorang berada di dalam alam ketaksadaran karena hanyut memasuki wilayah transendensi. Ia terpesona pada sesuatu yang entah. Ia tak lagi memahami alam sekelilingnya. Ia hanya merasakan nikmat yang dahsyat, mencekam, dan menyeretnya pada kisaran ketaksadaran. Itulah mabuk para aulia dan kaum sufi yang hendak membebaskan kerinduannya pada sesuatu yang transenden. Maka, simbol-simbol anggur, cawan, mabuk, rindu, cinta, hanyut, dan entah apa lagi, merupakan sarana ekspresinya untuk mengejawantahkan gejolak kecamuk perasaan yang bercampur-baur itu.

Dalam tataran hubungan sosial, simbol-simbol itu mungkin saja dipandang dapat mewakili perasaan seseorang dalam berhubungan dengan orang per orang. Mungkin ia digayuti cinta platonis. Boleh jadi juga ia diterjang kerinduan yang menggelegak yang lalu memunculkan monolog ekspresif. Tetapi bisa saja ia membenci dirinya sendiri atau diri orang lain lantaran ada peristiwa yang menghalanginya. Keterkungkungan manusia pada ruang dan waktu, juga sering kali melahirkan ungkapan-ungkapan simbolik dan ekspresi seperti itu. Jadi, gejolak perasaan cinta, benci, rindu, dan problem psikologis lainnya yang menerjang seseorang sesungguhnya bersifat sangat individual, khas, tetapi sekaligus juga universal memangingat manusia lain pun dapat mengalami hal yang sama, meski objek, suasana, waktu, dan dalam tempat yang berbeda.

Cerpen “Selat Kecubung” karya Ruzaini Yahya (Sayang-Sayang Selat, Bengkalis, Teluk Pambang, Riau, 4—7 September 2002; hlm. 21—27), juga mengungkapkan serangkaian kegelisahan subjektif ketika seseorang berhadapan dengan orang per orang. Pilihan narasinya yang cenderung menggunakan monolog memberi peluang baginya untuk mengungkapkan perasaannya itu menjadi milik dirinya sendiri, sangat individual, khas, dan subjektif. Tetapi, karena ia berbicara tentang perasaan manusia, maka tak terhindarkan, perasaan itu menjadi milik orang lain pula. Ia menjadi universal tentang ekspresi perasaan manusia yang sedang diterjang oleh peristiwa dahsyat mempesona.

Kalimat pembuka cerpen itu, “Kau gila!” getusnya padaku, mengisyaratkan makna simbolik tentang gila yang tak lazim, gila yang bermakna positif, gila yang mempesona, dan menariknya pada sebuah perasaan kagum, sayang, cinta atau bahkan benci yang menikmatkan. Itulah perasaan seseorang yang berhadapan dengan sebuah garis demarkasi antara sesuatu yang ingin dilakukan dan sesuatu yang tak boleh dilakukan karena ada norma sosial di sana. Ada tabu yang tak boleh dilanggar. Dalam keadaan itulah, si aku liris makin tak dapat memahami situasi. Ia berada dalam lingkaran bingung ketika subjek berhadapan dengan objek yang tak dapat dipahaminya. “Aku tidak mengerti mengapa tiba-tiba kemarahan merasuki dirinya. Dan terlebih malang, kemarahan berpunca dariku (atau untukku?)” Sebuah pertanyaan retoris yang merefleksi, betapa hubungan subjek—objek, sahabat—bersahabat, berada dalam situasi tertentu: kepercayaan! Mulailah sebuah konflik dibangun. Persahabatan yang mulai dimasuki ketidakpercayaan. Sebuah paradoks, persahabatan yang mengusung kesetiaan dan kepercayaan, tiba-tiba mulai diterjang pandangan tak setia dan ketakpercayaan!

Dengan tetap mempertahankan bentuk monolog, subjek si aku liris masih terus mengumbar ekspresi—emosinya. Ia juga mulai ragu tentang sikapnya sendiri dan menuding dirinya dalam kesalahan yang sebenarnya tak juga seperti itu. Di situlah ia menikmati kegelisahannya, menyukai peristiwa yang penuh tanda tanya yang dikatakannya: “Basah dalam kenang mesra dan manis, sedang antara dua tebing gelora membadai resai.” (hlm. 23).
***

Sedikit demi sedikit persoalan yang melatarbelakangi hubungan subjek—objek tadi mulai terkuak. Ada perasaan dan pandangan yang sama tentang dunia Melayu. Ada kekaguman subjek yang tak dapat disembunyikannya. Dari situ kedekatan subjek—objek tidak lagi didasari oleh adanya kesamaan kegelisahan tentang dunia Melayu, tetapi mulai memasuki wilayah psikologis. Justru di situ, subjek seperti sengaja membangun koflik batin dalam dirinya sebagai sesuatu yang ingin ia lepaskan, tetapi juga terlalu sayang jika dibuang begitu saja. Tarik-menarik antara dua kepentingan yang bertolak belakang itulah yang justru seperti sengaja dipertahankannya. Ia ingin melepaskannya tetapi tak mau membuangnya. Seperti sebuah lukisan yang dipajang di ruang tamu: lukisan itu pernah menorehkan sesuatu –benci-cinta-rindu, tetapi ia tak mau menyimpannya di kamar gudang, lantaran lukisan itu sendiri sering memancarkan kenikmatan yang aneh. Jadi, biarkanlah lukisan itu tetap tergantung dengan serangkaian misterinya yang tak berjawab, karena sememangnya tak perlu jawaban. Biarkanlah ia tetap menjadi sebuah simbol, meski simbol itu sebuah misteri yang kadang kala menjelma menjadi tanda tanya.

Lalu, mengapakah subjek tiba-tiba ingin mengungkapkan perasaannya dalam berhadapan dengan objek? Begitu pentingkah ia membongkar segala rahsia, “segala misteri yang selalu kau persoalkan padaku.” (hlm. 25).
***

“Menusia tak dapat melepaskan dirinya dari masa lalu; masa kanak-kanak ketika hubungan id-ego-superego berjalin kelindan membangun sebuah dunia psikologis masa pembentukan karakter,” kira-kira itulah yang diisyaratkan Sigmund Freud.

Rupanya, ada persoalan psikologis yang dihadapi subjek. Dan itu terjadi pada masa anak-anak. Citra ayah tidak hanya mengganggu mindanya, tetapi juga perilaku dan secara umum, pandangannya tentang dunia laki-laki. Di situlah sesungguhnya misteri tadi mulai mencair. Ada persoalan psikologis masa lalu yang justru terjadi jauh sebelum subjek berhadapan dengan objek kini. Itulah jawaban misteri itu. Ia tak lagi menjadi tanda tanya besar. “Ibu mendidikku menjadi gadis tabah yang tak mudah patah dan tumbang semangatnya.” (hlm. 27) menempatkan citra sosok ayah berada di balik bayang-bayang ibu. Maka ketika ia berhadapan dengan idealisasi sosok “ayah” yang selama ini ia cari dalam bayang-bayang ibu, ia seperti menempel begitu saja atau sengaja dilekatkan pada sosok sahabatnya itu.

Mengapa pertemuan itu justru terjadi manakala sejumlah norma begitu kokoh melekat dalam status sosialnya kini. Tetapi tak perlu pula ia menyesalai semua itu. Ia memahami keberadaannya, status sosialnya, dan dunianya kini. Di sinilah ia tak hendak munafik pada dirinya sendiri. Ia tak ingin membohongi perasaannya sendiri. Semuanya harus berjalan sebagaimana adanya. Maka, sosok idealisasi ayah itu biarkanlah hidup dalam bayang-bayang atas nama persahabatan. Biarkanlah persahabatan itu mengalir seperti gerak sungai. Barangkali ia kelak menyatu di sebuah muara kehidupan yang lain, kehidupan yang entah.

Maka, kalimat terakhir: “Inikah platonik? Sahabatku, aku masih tak punya jawapan …” mesti dimaknai sebagai gerak air sungai tadi. Tak perlu jawaban, karena pertanyaan itu sesungguhnya sekadar kekenesan emosi yang hanyut dalam misteri yang menikmatkan. Dan ia bahagia dalam misteri itu! Lalu, mengapa pula harus ada jawaban?

Maka, pilihan judul: “Selat Kecubung” menjadi jelas buat kita. Sebuah batas wilayah yang memabukkan, sebuah garis demarkasi paradoksal antara misteri yang menikmatkan dan pertanyaan yang tak perlu jawaban. Maka, biarkanlah pertanyaan itu ters bermain-main dalam perasaan yang aneh dan misterius!

Inilah sebuah cerpen yang sengaja digunakan sebagai alat komunikasi hubungan aneh antara subjek-objek. Dan keduanya sengaja memelihara misteri masing-masing!

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati