Maman S. Mahayana
http://mahayana-mahadewa.com/
Mabuk, dalam bahasa sufistik, bermakna positif. Peristiwa saat seseorang berada di dalam alam ketaksadaran karena hanyut memasuki wilayah transendensi. Ia terpesona pada sesuatu yang entah. Ia tak lagi memahami alam sekelilingnya. Ia hanya merasakan nikmat yang dahsyat, mencekam, dan menyeretnya pada kisaran ketaksadaran. Itulah mabuk para aulia dan kaum sufi yang hendak membebaskan kerinduannya pada sesuatu yang transenden. Maka, simbol-simbol anggur, cawan, mabuk, rindu, cinta, hanyut, dan entah apa lagi, merupakan sarana ekspresinya untuk mengejawantahkan gejolak kecamuk perasaan yang bercampur-baur itu.
Dalam tataran hubungan sosial, simbol-simbol itu mungkin saja dipandang dapat mewakili perasaan seseorang dalam berhubungan dengan orang per orang. Mungkin ia digayuti cinta platonis. Boleh jadi juga ia diterjang kerinduan yang menggelegak yang lalu memunculkan monolog ekspresif. Tetapi bisa saja ia membenci dirinya sendiri atau diri orang lain lantaran ada peristiwa yang menghalanginya. Keterkungkungan manusia pada ruang dan waktu, juga sering kali melahirkan ungkapan-ungkapan simbolik dan ekspresi seperti itu. Jadi, gejolak perasaan cinta, benci, rindu, dan problem psikologis lainnya yang menerjang seseorang sesungguhnya bersifat sangat individual, khas, tetapi sekaligus juga universal memangingat manusia lain pun dapat mengalami hal yang sama, meski objek, suasana, waktu, dan dalam tempat yang berbeda.
Cerpen “Selat Kecubung” karya Ruzaini Yahya (Sayang-Sayang Selat, Bengkalis, Teluk Pambang, Riau, 4—7 September 2002; hlm. 21—27), juga mengungkapkan serangkaian kegelisahan subjektif ketika seseorang berhadapan dengan orang per orang. Pilihan narasinya yang cenderung menggunakan monolog memberi peluang baginya untuk mengungkapkan perasaannya itu menjadi milik dirinya sendiri, sangat individual, khas, dan subjektif. Tetapi, karena ia berbicara tentang perasaan manusia, maka tak terhindarkan, perasaan itu menjadi milik orang lain pula. Ia menjadi universal tentang ekspresi perasaan manusia yang sedang diterjang oleh peristiwa dahsyat mempesona.
Kalimat pembuka cerpen itu, “Kau gila!” getusnya padaku, mengisyaratkan makna simbolik tentang gila yang tak lazim, gila yang bermakna positif, gila yang mempesona, dan menariknya pada sebuah perasaan kagum, sayang, cinta atau bahkan benci yang menikmatkan. Itulah perasaan seseorang yang berhadapan dengan sebuah garis demarkasi antara sesuatu yang ingin dilakukan dan sesuatu yang tak boleh dilakukan karena ada norma sosial di sana. Ada tabu yang tak boleh dilanggar. Dalam keadaan itulah, si aku liris makin tak dapat memahami situasi. Ia berada dalam lingkaran bingung ketika subjek berhadapan dengan objek yang tak dapat dipahaminya. “Aku tidak mengerti mengapa tiba-tiba kemarahan merasuki dirinya. Dan terlebih malang, kemarahan berpunca dariku (atau untukku?)” Sebuah pertanyaan retoris yang merefleksi, betapa hubungan subjek—objek, sahabat—bersahabat, berada dalam situasi tertentu: kepercayaan! Mulailah sebuah konflik dibangun. Persahabatan yang mulai dimasuki ketidakpercayaan. Sebuah paradoks, persahabatan yang mengusung kesetiaan dan kepercayaan, tiba-tiba mulai diterjang pandangan tak setia dan ketakpercayaan!
Dengan tetap mempertahankan bentuk monolog, subjek si aku liris masih terus mengumbar ekspresi—emosinya. Ia juga mulai ragu tentang sikapnya sendiri dan menuding dirinya dalam kesalahan yang sebenarnya tak juga seperti itu. Di situlah ia menikmati kegelisahannya, menyukai peristiwa yang penuh tanda tanya yang dikatakannya: “Basah dalam kenang mesra dan manis, sedang antara dua tebing gelora membadai resai.” (hlm. 23).
***
Sedikit demi sedikit persoalan yang melatarbelakangi hubungan subjek—objek tadi mulai terkuak. Ada perasaan dan pandangan yang sama tentang dunia Melayu. Ada kekaguman subjek yang tak dapat disembunyikannya. Dari situ kedekatan subjek—objek tidak lagi didasari oleh adanya kesamaan kegelisahan tentang dunia Melayu, tetapi mulai memasuki wilayah psikologis. Justru di situ, subjek seperti sengaja membangun koflik batin dalam dirinya sebagai sesuatu yang ingin ia lepaskan, tetapi juga terlalu sayang jika dibuang begitu saja. Tarik-menarik antara dua kepentingan yang bertolak belakang itulah yang justru seperti sengaja dipertahankannya. Ia ingin melepaskannya tetapi tak mau membuangnya. Seperti sebuah lukisan yang dipajang di ruang tamu: lukisan itu pernah menorehkan sesuatu –benci-cinta-rindu, tetapi ia tak mau menyimpannya di kamar gudang, lantaran lukisan itu sendiri sering memancarkan kenikmatan yang aneh. Jadi, biarkanlah lukisan itu tetap tergantung dengan serangkaian misterinya yang tak berjawab, karena sememangnya tak perlu jawaban. Biarkanlah ia tetap menjadi sebuah simbol, meski simbol itu sebuah misteri yang kadang kala menjelma menjadi tanda tanya.
Lalu, mengapakah subjek tiba-tiba ingin mengungkapkan perasaannya dalam berhadapan dengan objek? Begitu pentingkah ia membongkar segala rahsia, “segala misteri yang selalu kau persoalkan padaku.” (hlm. 25).
***
“Menusia tak dapat melepaskan dirinya dari masa lalu; masa kanak-kanak ketika hubungan id-ego-superego berjalin kelindan membangun sebuah dunia psikologis masa pembentukan karakter,” kira-kira itulah yang diisyaratkan Sigmund Freud.
Rupanya, ada persoalan psikologis yang dihadapi subjek. Dan itu terjadi pada masa anak-anak. Citra ayah tidak hanya mengganggu mindanya, tetapi juga perilaku dan secara umum, pandangannya tentang dunia laki-laki. Di situlah sesungguhnya misteri tadi mulai mencair. Ada persoalan psikologis masa lalu yang justru terjadi jauh sebelum subjek berhadapan dengan objek kini. Itulah jawaban misteri itu. Ia tak lagi menjadi tanda tanya besar. “Ibu mendidikku menjadi gadis tabah yang tak mudah patah dan tumbang semangatnya.” (hlm. 27) menempatkan citra sosok ayah berada di balik bayang-bayang ibu. Maka ketika ia berhadapan dengan idealisasi sosok “ayah” yang selama ini ia cari dalam bayang-bayang ibu, ia seperti menempel begitu saja atau sengaja dilekatkan pada sosok sahabatnya itu.
Mengapa pertemuan itu justru terjadi manakala sejumlah norma begitu kokoh melekat dalam status sosialnya kini. Tetapi tak perlu pula ia menyesalai semua itu. Ia memahami keberadaannya, status sosialnya, dan dunianya kini. Di sinilah ia tak hendak munafik pada dirinya sendiri. Ia tak ingin membohongi perasaannya sendiri. Semuanya harus berjalan sebagaimana adanya. Maka, sosok idealisasi ayah itu biarkanlah hidup dalam bayang-bayang atas nama persahabatan. Biarkanlah persahabatan itu mengalir seperti gerak sungai. Barangkali ia kelak menyatu di sebuah muara kehidupan yang lain, kehidupan yang entah.
Maka, kalimat terakhir: “Inikah platonik? Sahabatku, aku masih tak punya jawapan …” mesti dimaknai sebagai gerak air sungai tadi. Tak perlu jawaban, karena pertanyaan itu sesungguhnya sekadar kekenesan emosi yang hanyut dalam misteri yang menikmatkan. Dan ia bahagia dalam misteri itu! Lalu, mengapa pula harus ada jawaban?
Maka, pilihan judul: “Selat Kecubung” menjadi jelas buat kita. Sebuah batas wilayah yang memabukkan, sebuah garis demarkasi paradoksal antara misteri yang menikmatkan dan pertanyaan yang tak perlu jawaban. Maka, biarkanlah pertanyaan itu ters bermain-main dalam perasaan yang aneh dan misterius!
Inilah sebuah cerpen yang sengaja digunakan sebagai alat komunikasi hubungan aneh antara subjek-objek. Dan keduanya sengaja memelihara misteri masing-masing!
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar