Jumat, 25 Juni 2010

MERAYAKAN KE-BODOH-AN PENYAIR-PENYAIR MUDA KONTEMPORER

Catatan untuk ‘PENYAIR (ITU) BODOH
Ahmad Kekal Hamdani
http://www.sastra-indonesia.com/

2 Paragraf Pertama Tentang Penyair dan Kebodohan

Beberapa bulan yang lalu (entah tepatnya kapan), saya mendapatkan sebuah buku antologi puisi “Penyair (itu) Bodoh” karya seorang kawan di Yogyakarta; Dea Anugrah mahasiswa Filsafat UGM, sahabat saya yang mirip Chow Yun-Fat itu. tapi tentu saja dia bukan penjudi, tapi penyair yang bodoh. Dan atas kebodohannya itu, saya nyaris jatuh cinta kepadanya. Secara pribadi (kepenyairan) dia memang bodoh setengah mati, bayangkan saja; tanpa banyak nulis di Koran dia sudah berani menerbitkan buku puisinya itu, yang sama-saja tingkat kebodohannya. yah, karena memang tidak banyak penyair yang mau menuju ‘bodoh’ seperti dirinya. Ini tentu saja karena, kebodohan, kecerobohan dan ketololan hanya dimiliki oleh mereka-mereka yang masih berjiwa muda (dalam hal ini saya sama mudanya) yang nota-bene tak gentar pada yang namanya kalah dan disingkirkan (terlepas kawan saya ini menyadarinya atau tidak). Nah yang Intelek, Masyhur, dan Terkenal itu cuma golongan tua (atau yang menuakan diri) yang hampir-hampir impoten dan kebal rangsang! dan satu lagi yang membuat saya ingin mencium kawan saya ini, dia begitu bangga dengan kebodohannya! busyet, dia memang benar-benar bukan penyair yang sudah tua. Saya mendapati ekspresi yang hidup dan real dari interaksi dengan orang-orang bodoh dan muda seperti dia, sebagaimana juga diri saya.

Saat itu kebetulan saya menjadi Moderator dalam acara bedah bukunya. Banyak kawan-kawan penulis yang hadir dan ikut memeriahkan, termasuk juga Saut Situmorang(kebetulan juga saat itu beliau pembicara) dan Katrin Bandel. Di sinilah saya mendapati orang-orang bodoh dengan berbagai macam kebodohannya, ada yang bodoh amat, ada yang setengah bodoh dan ada juga yang baru belajar menjadi ‘Bodoh’. Setelah diskusi berjalan cukup lama, percakapan semakin mengarah pada kebodohan, mereka ingat luka-luka itu sembari tertawa-tawa, ada juga yang bertanya ’saya sebenarnya bodoh gak sih?’ lugu. Tiba-tiba saya jadi berpikir dengan pintarnya ‘Apa yang sebenarnya terjadi adalah benih kebaruan, meski tak baru-baru amat. Tentang bagaimana mencoba membagun muara lain dari kesusastraan, dan kebaruan ini harus dimulai dengan begitu banyak kebodohan! penyair selalu membangun pengertian tentang dirinya sendiri dari saat ke saat, ini saatnya membangun kebaruan itu dengan jalan menuju ‘Kebodohan’ itu!. Dea, telah mulai melakukannya.

5 Paragraf Tentang Meledakkan ‘Kemewahan naif’ Kepenyairan

Ada yang tidak bisa dipungkiri dari seorang penyair (terutama yang pintar), yakni perihal kemasyhuran. Ini salah satu obat bagi kesakitan-kesakitan, tapi obat ini juga semacam racun yang diperas dari para zombie. dan cawan dari obat-obat ini begitu banyak, ada yang namanya koran (semacam kertas lebar yang berisi sampah-sampah harian), ada majalah (Biasanya memuat sampah itu satu bulan sekali), ada Buku, ada Panggung, ada Mimbar juga dengan segala mimpi kebesarannya. Oleh karena itu, dengan pikiran saya yang masih pintar, saya akan mengajukan pandangan bodoh saya tentang kepenyairan. Yang nantinya akan mengarah kepada kebodohan-kebodohan yang lain, terutama kebodohan Dea Anugrah yang setengah mati itu!

Dalam terminologi kebodohan dalam kepala saya, seharusnya ada tiga wilayah dalam memetakan kesusastraan Indonesia dan dunia pada umumnya. pertama, Dunia yang ‘politis’ (bukan politik tapi saya tekankan sekali lagi, dunia yang politis). Kedua, sastra dan sastrawan itu secara an-sich. Dan yang terakhir adalah masyarakat bersih (yakni masyarakat awam yang perlu disodori sampah-sampah yang dimuat dalam kesusastraan selama berabad-abad). Tiga wilayah ini harus didudukkan secara seimbang dan merata, mari satu persatu kita adili tiga hal ini.

Di sini, dunia yang politis bukanlah dunia politik, bila dalam bahasa Ricoeur adalah “The Political” atau “Yang Politis” bukan “Politics”. Tapi perihal letupan-letupan sosial antara kehendak ingin bertahan dan menguasai, serta kehendak ingin menerima dan terbuka. Kesusastraan berada dan terlibat di dalamnya. Seorang gila penghancur modernisme, yang lebih akrab saya panggil Kanjeng Kyai Nietzche pernah mengatakan bahwa kita dibangun oleh kehendak itu. Kehendak untuk berkuasa , tentu dengan penjabaran dan perumpamaan yang perlu dipikir tidak sebentar. Pandangan ‘dunia politis’ ini perlu dicercap dan dirasai oleh mereka yang hendak Nyastra, sebab menulis sastra sama halnya bertindak politis, yakni menggelembungkan ruang dalam diri ke ruang batin sosial.

Setelah Sastra dan Sastrawan, yakni masyarakat bersih. Yakni masyarakat awam sastra, yang sebenarnya kalau kita mau berpikir bodoh merekalah seharusnya subjek yang terlibat dalam transliterasi antara dunia real dan kesusastraan. Nah, walau tidak terang-terangan mengatakan anti koran sobat Dea Anugrah ini telah mengenyahkan jauh-jauh legitimasi kepenyairan koran itu. Bila ditelisik lebih lanjut (entah ini disadari tidak oleh Dea) ini akan menjadi gerakan kesusastraan baru yang sebenarnya ini sudah menjadi perbincangan cukup lama di komunitas saya berproses, sebuah gerakan, yakni Gerakan Anti Sastra Koran (GASAK). Apa ini berarti saya membenci koran? hahaha tidak, tapi ada sebuah usaha penghancuran berhala, penghancuran panggung, saya akan meminjam bahasa teaterawan Grotowski yakni “Kleptomania Artistik” sebuah kemegahan tanpa tiang penyangga, tanpa visi kebudayaan. Di mana media justru menjadi fokusnya, panggung menjadi sempit dan para aktor tidak menyatu dengan para penontonnya.

Runtuhnya sastra koran, akan mencairkan kebekuan-kebekuan. Dan itu tentu saja tidak hanya perlu dilakukan, tapi disikapi dengan visi yang panjang. Oleh karena itu, mari kita lakukan kebodohan-kebodohan kecil dengan menghancurkan apa yang selama ini kita pijak, yang hal ini sesungguhnya telah banyak dimulai oleh satrawan-sastrawan di lokal-an, yang jauh dari media nasional, dan membuang jauh-jauh mimpi penyair koran, yang tentu saja juga telah dan semoga terus berlanjut oleh kawan saya Dea Anugrah itu. Zaman baru kepenyairan akan segera dimulai!!!

1 Paragraf Penutup

Apalah guna kita menulis puisi bila yang membaca puisi kita hanya orang-orang yang juga menulis puisi. Dekatkan diri kepada masyarakat, bacakan syair-syair teduh dan membangun kepada mereka. Hancurkan politik busuk dengan menyuntikkan puisi ke dalam kekuatan-kekuatan politis. Tidak cukup kita hanya menulis puisi dan membaca buku, tapi bertindak ke ruang sosial lain, hancurkan kebiasaan menggantungkan diri pada komunitas sastra, mari tampil sebagai individu dan muncul ke permukaan sosial yang lebih pahit. Meminjam istilah Mbah Karl Marx, dunia tidak hanya perlu ditafsiri tapi harus dirubah. Bangun masyarakat baru, hancurkan panggung! mari menuju ‘KEBODOHAN PERTAMA’.

kata Dea:

ah benar, memang enak
sekali-kali tak pakai sempak

cobalah lepaskan sempak kalian
marilah
l
e
p
a
s
k
a
n
s
e
m
p
a
k!

Yogyakarta, 2010

Ket: Catatan ini ditulis untuk mengomentari dan menindak lanjuti “Penyair (Itu) Bodoh” karya Dea Anugrah.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati