Aprinus Salam
http://www.jawapos.co.id/
TERORISME kini menjadi salah satu ancaman besar bagi kehidupan masyarakat dan negara Indonesia. Beberapa peristiwa teror bom yang menikam jantung Indonesia sejak bom Bali menjadikan agenda Detasemen 88 Mabes Polri sebagai perhatian penting pemerintah, media, dan tentu saja masyarakat.
Teror yang dipahami Indonesia seiring dengan peristiwa tadi terfokus pada segala yang berkaitan dengan Islam dan kelompok-kelompok militan garis kerasnya. Teror itu disebut sebagai ideological terrorism, yakni terorisme yang mendasarkan aksinya pada prinsip-prinsip ideologi. Biasanya teror tersebut diikuti pula dengan keinginan untuk memisahkan diri (gerakan separatis), mengacaukan ketertiban masyarakat, atau membangun pemerintahan sendiri. Teror itu disebut nationalistic terrorism. Kedua jenis teror tersebut menjadi pusat perhatian dan menutupi kemungkinan teror-teror lain yang muncul dan menjalankan aksinya dengan ”tenang dan damai”.
Teror-teror lain yang terabaikan sangat banyak dan yang paling tidak kentara tetapi sangat merajalela adalah teror dari negara sendiri kepada masyarakatnya. Teror itu bisa dilakukan secara langsung ataupun tidak. Tidak langsung dimaksudkan untuk mengategorikan tindakan negara dalam mendukung aksi terorisme kelompok tertentu. Sayang sekali, seringkali aksi teror yang dilakukan negara tidak disebut teror. Tindakan itu dianggap sebagai tindakan yang dimaksud untuk menjamin ketaatan rakyat.
Teror negara bisa berbentuk kebijakan-kebijakan, peraturan, dan keputusan yang berkaitan dengan segala macam aspek kehidupan rakyatnya; pengabaian negara terhadap tindak-tindak pelanggaran hukum ataupun kriminal dari pihak-pihak tertentu; pengendalian wacana secara sepihak; monopoli ekonomi oleh pemilik kapital yang bekerja sama dengan negara; dan jenis teror-teror yang lebih konkret seperti kekerasan dari aparat negara seperti militer dan polisi, mafia kasus oleh aparat hukum, dan korupsi pejabat pemerintahan.
Teror seperti itu tidak disadari sebagai sebuah teror. Memang, peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan kondisi itu kerap menjadi pembicaraan luas di masyarakat, tetapi tidak cukup dipahami bahwa negara harus bertanggung jawab terhadap berbagai ketimpangan tersebut. Kenyataannya, negara dalam beberapa hal justru memanfaatkan situasi itu. Masyarakat tidak menemukan benang penghubung yang jelas antara tindak teror di satu ujung dan keberadaan negara di ujung lain. Kerugian dan keresahan sebagai ekses peristiwa-peristiwa tersebut dan ketidaktahuan rakyat bisa dianggap sebagai keberhasilan negara dalam ”meneror” demi kekuasaan.
***
Situasi itu dengan gamblang justru ditelanjangi beberapa novel Indonesia, terutama yang terbit pada masa reformasi dan sesudahnya. Pada masa itu, terjadi perubahan besar dalam hampir seluruh sistem kenegaraan dan pemerintahan, yang juga menjadi perubahan bagi kehidupan masyarakat yang selama ini diatur olehnya. Ketika perilaku represif pemerintah (militer) melemah, bahkan diupayakan untuk hilang sama sekali (khususnya dalam dunia kesusastraan), karya sastra menemukan fungsi hakikinya kembali. Karya sastra bebas menyuarakan apa pun. Berbagai wacana, baik yang bertentangan maupun saling mendukung, hadir dalam karya sastra. Demikian pula wacana teror negara.
Dalam novel Saman (1998) dan Larung (2001) karya Ayu Utami, wacana teror begitu mendominasi. Teror datang dari siapa saja dan dengan maksud yang berbeda-beda. Akan tetapi, sasaran teror mereka selalu rakyat kebanyakan. Teror datang dari militer yang mewakili negara, perusahaan-perusahaan besar, pejabat-pejabat dan institusinya, praktik korupsi, perselingkuhan, perzinahan, dan dalam bentuk penculikan, pembakaran, pemfitnahan, penghasutan, bahkan pembunuhan.
Teror dalam novel ini tidak terpusat pada satu pihak, walaupun secara tersirat ada semacam keberpihakan penulis kepada rakyat kecil dan menyudutkan negara serta para pemilik modal. Jadi, samar-samar, di antara sekian banyak teror yang diwacanakan, teror dari negara kepada rakyatnya (state terrorism) tampak lebih dominan. Kekejaman militer mewakili kekejaman negara, pembakaran desa oleh pengusaha adalah atas izin dan kerja sama dengan negara, praktik korupsi dan pemfitnahan dilakukan pejabat-pejabat negara, dan negara juga bertanggung jawab terhadap pembunuhan-pembunuhan aktivis.
Begitu pula dalam novel Epigram (2006) karya Jamal. Melalui militer, negara mengatur nyaris total kehidupan pendidikan di Indonesia. Mereka berkoordinasi dengan petinggi-petinggi pendidikan untuk membuat kurikulum, menciptakan peraturan-peraturan di kampus, menangkap aktivis diam-diam, dan mekanisme itu membuat banyak aktivis terdeportasi ke luar negeri dan sulit kembali ke Indonesia. Itu merupakan salah satu teror negara paling nyata dalam dunia pendidikan.
Teror juga bisa berbentuk ketidakadilan perlakuan terhadap rakyat di Indonesia. Novel seperti Laskar Pelangi secara tersirat namun dominan memaparkan ketimpangan sosial yang terjadi antara orang-orang pribumi dan pendatang yang menguasai kapital. Perbedaan itu tampak dalam banyak aspek, seperti sosial, ekonomi, dan pendidikan.
Dengan tidak memberikan solusi apa pun bahkan seperti tidak menyadari kondisi itu, negara telah mendukung kapitalis-kapitalis merongrong dan mengeruk apa-apa yang mungkin bukan hak mereka. Dengan mendukung perampokan tersebut, negara telah meneror rakyatnya sendiri. Ketidakadilan sebagai teror negara juga tampak dalam novel-novel yang kental nuansa etnis seperti novel-novel Remy Sylado, yang mengangkat dan memperjuangkan banyak hak etnis Tionghoa di Indonesia.
Apa yang dipaparkan dalam beberapa contoh novel di atas mewakili gejala di beberapa novel lain yang terbit dalam kurun waktu bersamaan. Wacana teror yang diangkat lebih bervariasi dan lebih dekat dengan realitas dalam masyarakat Indonesia. Realitas yang tidak terwacanakan secara sempurna dalam media-media lain ataupun wacana-wacana formal dari negara.
Hal itu disebabkan hegemoni negara begitu kuat, termasuk dalam mewacanakan apa itu teror. Kemudian, kondisi tersebut didukung aksi teror dari gerakan radikal dan separatis yang mungkin terlebih dahulu kecewa dan dirugikan teror-teror negara terhadap mereka. Jadi, pengertian teror kemudian dilokalisasikan hanya untuk menyebut tindakan gerakan itu. Perhatian masyarakat dipusatkan kepada mereka sehingga luput terhadap teror lain. Novel-novel mencoba mengingatnya kembali, memaparkan bahwa ada teror lain, yang subur dan terlestarikan tanpa disadari, yakni teror(isme) negara.
Akan tetapi, satu ganjalan besar masih terlihat di tengah keberhasilan dan keberagaman novel pasca-Orde Baru merepresentasikan teror, yakni novel pada pasca-Orde Baru juga masih mewacanakan teror atau negara di masa lalu (terutama negara Orde Baru). Kenyataan itu mengindikasikan kemungkinan bahwa negara pada masa sekarang masih merepresi novel-novel sehingga wacana kekinian tentang negara dan teror-terornya tidak terepresentasi dengan maksimal. Artinya, saat ini negara telah berhasil meneror sastrawan. (*)
*) Peneliti sastra dan kebudayaan UGM Jogakarta.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar