Sabtu, 18 September 2010

ISYARAT TARDJI TERGELETAK DAN CODOT

Nurel Javissyarqi
http://www.sastra-indonesia.com/

Isyarat (kumpulan esai), Sutardji Calzoum Bachri, Indonesia Tera, 2007.

Membaca Isyarat Tardji, serasa mendengar paduan suara jaman, yang didengungkan kumpulan serangga nan berkumandang. Selaguan hayati dinyanyikan lantang, mengelus-elus ketegangan bersimpan ketegaran.

Ketika istirah, teks-teks itu tergeledak tanpa secawuk ijuk, tiada menyadap daging hidup. Yang dimaksud ledakan tegang atas yakinnya piawai merawat ketegangan. Jika yang lain patah arang, dirinya menjulang dari debu-debu dihempas angin kencang.

Ia telah melampaui seorang diri, genap sudah usianya melegenda; seumur hidup dikawal kalimah-kalimahnya, praktis paripurna. Bahasa menterengnya, Tardji itu segugus peradaban perpuisian di Indonesia.

Menguak sudut tertentu mutiara, bebatuan mulia sastra di bumi nusantara, banyak kian menggeseknya. Menampilkan cerlang cahaya berbeda, hingga menerobos belahan lain dunia, tatkala tak hanya dari mulut seorang saja.

Karya-karya Tardji, gumpalan padat daging bernafas; cerpen, puisi, esai. Ia pelopor, bukan epigon yang mendengungkan paduan rekaan. Sedang diriku kembara, yang mengenal pelbagai warna bayu menyapa. Jikalau mengelak dikiranya muak.

Kala bangkit dari kubur kata, yang lain seyogyanya gentayangan? Naiklah presiden-presiden penyair daerah, ruhmu belum sirna. Aku perlu banyak menimba, biar tak mengintip timun tetangga. Ini kutampilkan sebab watak sebagian mereka, ada tak mau memberikan kecuali disombongi terlebih dulu. Istilahku menyadap, menggasak.

Sosoknya menyerupai nabi mengemban misi, detektif bahasa, menelanjangi sejarah. Aneh? Bukan, sebab tiada yang mengebiri ketegangannya. Atau telah kebal racun yang disuntikkan kritikus, karena diawal kepenyairannya sudah cetus. Otot-otot nalar, daging perasaan. Sedang pribadiku bukan pencuri Tuhan, tidak menculik kepercayaan, hanya berjalan-jalan.

Pada anak-anakan gunung Krakatao ada suara, di ketinggian Bromo adanya gema. Makin banyak kata, nama-nama diucapkan, menyundul langit menjelma hujan, Tuhan amat kasih pada insan perantauan. Dari sebrang akhirat tetapnya perjalanan hidup menunggu maut. Olehnya berbaik sangkalah meski pedas, di atas khasana bathin harap disebar luas, bukan disembunyikan meng-empu, salah-salah membatu empedu.

Gelak Tawa Puisi, Maha Duka Esai

Sayap-sayap pengetahuan kasih atas rasa syukur yang tak terperi, tidak terperdaya perubahan jasad usia. Mampet sudah awal-akhir terpenjara keranda kata-kata. Barisan pengusung ajal tiba-tiba. Siapkah ia, saat malaikat pencabut suka datang ke muka?

Bukti melegenda, tahan menggenggam ujian di setiap tampuk peperangan, dan kegagalan nyinyir hanya kamusnya para pecundang. Betapa riwayatnya terpecah-pecah, memampetkan lewat balutan esai berkilat-kilat. Bila ajal tiba, ingatlah awan kembara mendenyutkan sejarah.

Siapa menimpakan bebatuan di kepala ini, hingga darah mengucur deras, betapa mereka haus keagungan. Tapi telah kehabisan, dihisap jiwa muda berombak samudra. Maukah daging tanpa darah? Masih ada denyut di leher segala tanya. Akulah bocah tanpa ayunan selendang Bentara.

Watak kepenyairannya berupa tawa kerendahan, bukan kesombongan, jika keangkuhan tak sampai ke sana. Orang-orang tak suka mendengar tangis bocah, sebab istri-istrinya mandul. Apakah beralasan selingkuh? Inikah rampungnya tanya sepantulan hayat? Lantang terjawab tanpa curiga, kaki-kaki melangkah penuh sumringah.

Digiring angin berdenyut-denyut, disapa ruh menyetubuh, melayari alam tidak teraba. Mental baja bukan lamunan, menyedot reribuan perihal jadi tangan gaib persajakan, pada anak-anak beranjak sedari jasadiah. Gegaris tangan berbeda; ada penguasa bahasa, ada dianugrahi ruh kata-kata. Tiada tinggi rendah, semua bermuara bagi sudi bersetia. Hanya keangkuhan yang menyumpal rahmat-Nya.

Oh ruh kata-kata, siraplah yang tak percaya demi suntuk tak sekadar mencela. Bentangkan sejarah, bukan katak di balik surga sebelum kenyam realita. Mabukkah dalam pusaran, atau pusaran itu bukan siapa-siapa dibilang kosong awalnya. Banyak bertanya, membeludak tanda. Nyata mewedarkan tapi diragukan percikan ricik di kaki mereka, kala banjir menelan Ibu Kota.

Tak banyak penyair serius bisa ngakak, Tardji memiliki kepiawaian itu, menggoda perubahan masa perjelas senantiasa. Jiwanya membara dalam baca, ketegangan asyik-masyuk bukanlah menyakitkan urat. Atau jangan-jangan terputusnya salah satu syaraf, menjadi purnanya watak mengembangkan muskil, semisal perihal salah cetak.

Keakraban tawa dalam jiwa meledak, kekakuan bermetamorfosis menjelma pencerah. Setiap orang berbeda membalut kekeroposannya. Kondisi ini unsur keawetan dekat, lantas pembaca mendengarkan gaung bagawan mewujud paduan nada.

Keluwesan menyetubuhi hati, empedu, rambut masa lalu, kuku terpotong waktu. Sungguhkah merambahi dataran daging kenyal? Dada montok nan sontak, sampai kata-katanya bernafas. Yang berdenyut irama cakrawala, atas sepyuran tangis pelangi ngakak. Kefulgaran nalarnya menghantarkan uraian kalimah ke urat nadi, pula batok kepala sesama.

Tardji menjelmakan dirinya pemberontak, ini salah satu syarat kenabian. Merombak tatanan yang dianggapnya lapuk, pukimak, ditumpasnya dengan jejari tangan kuasa kata. Ia sangat arif kalau tak disebut licin. Tiadanya rumput terinjak, tiada batang pohon ditebangnya. Telah faham menebar, menjaga, mengembangkan. Pengucapan ikhlas menimbulkan nilai tertawa.

Sutardji, Tanda Pentung (!)
(ia mengistilahkan tanda seru begitu)

Karena dikaruniai jiwa melegenda, bersyukurlah yang pernah dipagut penanya. Setidaknya mengabadi, jikalau tak terseret arusnya. Tardji sesungai menghanyutkan pemahaman diri manusia. Ketika kumpulan esainya terbit, sudah melewati jarak kenabian. Tidak terbantah.

Aku tak tersentuh dekapnya, dan juga tak hilang gairah. Terus perturutkan kaki-kaki sebagai orang telat, datang terlambat menjadi tepat di waktunya. Syukur terbentur langkah tercepat, sadari letak kekurangaajaran, menggali kebodohan kerja meruh berdaging kental mensukma.

Melalui bukunya tersebut, aku setubuhi puisi-puisi jamanku. Di mana wewaktuku disibukkan menyimak kidungan abad lalu. Seperti keadaanku kini, duduk di antara mondar-mandirnya mahasiswi Pakuan yang segar ranum menantang. Merasai kenyalnya daging Isyarat, sambil mendendangkan atmosfir jaman.

Menunggu Codot (Kelelawar) Bernasib Baik?

Dulu ketika rajin mengirimkan tulisan ke perbagai media, aku bayangkan redaksinya berlarut-larut jarang tidur. Siang-malam memikirkan membludaknya naskah di hadapannya. Berharap-harap cemas hadirnya keajaiban, aih sajak-sajakku terpental.

Syukur tak kecewa menimbulkan kemalasan menggerus ketumpulan. Kadang aku terka para redaksi memiliki sayang tinggi tak menampilkannya, hawatir cepat puas. Aku terus berkarya, sebab terlanjur percaya gaungnya terdengar suatu masa.

Saat kawan seangkatan melihatku bermata sebelah itulah cambuk terkeras. Setengah meter kertas ditumpuk berisikan coretan; berupa ketik manual, guratan tangan pun sobekan kertas di perjalanan, semuanya ku angkut dari Jogja ke Lamongan. Ini ringan dibanding kesuntukan saat-saat berpameran semasa dibangku Tsanawiyah, menganggkut lelukisan ke mana-mana.

Yang bertumpuk sebagian telah terbukukan, yang diwaktunya kuanggap baik. Kali melihat karya seangkatan, terbakarlah jiwa. Namun apa dikata, codot belum menemukan purnama, atau traumatik terlampau tak sembuh-sembuh. Belum yakin diterima apalagi jasadku masih bernafas, kecuali sudah terpendam tanah.

Setidaknya goresan itu menandaskan usia bergelayut; mendekap sepi tanpa rupa, tampan tanpa kemeja, keindahan tanpa perlu telanjang dada. Maka saat membacakan puisi dalam rangkaian acara pengukuhan guru besar bapak Abdul Hadi W.M. tempo itu. Aku pilih yang bertitel Mimpi, sebab seolah menjadi penyair sungguhan bertemu Sutardji Calzoum Bachri.

Tulisan ini bukan mengemis belas kasih, diri cukup tegar dalam sunyi. Berjalan sambil tak lupa mengecup syukur. Kala kenal internet, sungguh girang dapat menyimpan perbagai karya di sana. Masihkah bobrok? Pun tak tahu, walau aku sangat peduli dari apa-apa yang pernah menemani jiwa. Setidaknya menanggulangi tumbuhnya jerawat, meski tak yakin terbaca.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati