M.D. Atmaja
http://www.sastra-indonesia.com/
Sore hari, langit meneteskan bulir-bulir air. Rapat tanpa celah dan heneng ketika jatuh di hitam tanah yang masih basah. Rintik, pagar dingin diusap angin lewat yang membawa senyap. Bergulir atas kebekuan yang tidak biasa. Bercampur aduk di depan serambi malam. Memboyong anak manusia tertelungkup di dalam harapan.
Dhimas Gathuk duduk di emperan. Dia menyanding tembakau pasar dan segelas kopi manis yang telah dingin. Pandangannya jauh ke barat, pada langit kelabu. Matanya ditiraikan gemericik air bening. Asin jatuh ke gua hitam, menahan tembakau terbakar agar tidak terjatuh. Dadanya sesak. Rintik hujan merajuk ke dalam dada. Pandangan mengabur, tirai semakin menebal. Langit tetap saja muram, ketika malam berjalan tanpa gairah. Terseok-seok bersamaan dengan tes demi tetes yang tak tertahan.
Hening seketika itu merebak jadi sesak. Menyumbat nafas yang tersengal. Sekali tarik. Dua kali tarik. Terlihat berat bersamaan dengan sesak. Dada seperti dipenuhi air hujan. Jatuh dan menggenang. Di tanah merah yang basah. Mengalir ke gua dimana tulang-tulang tajam berderet. Putih kecoklatan bercampur cairan tembakau. Melekat di dinding tulang berbaris.
“Lha, kok nangis, Dhi?” tanya Kangmas Gothak.
Keluarnya Kangmas Gothak, membuat Dhimas Gathuk kaget. Kemudian mencoba membendung air yang membanjiri wajahnya.
“Ora, Kang. Tidak ada apa-apa.” Dhimas Gathuk sibuk membasuh pipi sambil membuang muka jauh namun Kangmas Gothak mengikuti. Kepalanya memutar, mencari dua mata basah adiknya.
“Kalau tidak, terus itu air apa, Dhi?” Kangmas Gothak tersenyum kecil disertai dengan gelengan kepala. “Wis joko kok isih nangis. Sin-ngisini, Dhi. Memalukan.” Lalu duduk di samping adiknya. “Kalau ada masalah, dibagi, Dhi. Memang tidak habis sebanyak apa pun kita membagi. Setidaknya, meringankan. Melegakan rongga dada, Dhi.”
Dhimas Gathuk masih diam. Pandangannya terus melaju di langit kelabu. Hujan telah tersapu. Mendung berarak memudar. Pucatnya cahaya bulan memancar di atas daunan basah yang kedinginan. Sedangkan Dhimas Gathuk, masih melayangkan pandangan ditirai hujan. Rintik dan dingin. Senyap di dalam dada yang sesak.
“Owalah, Dhi. Diajak ngomong malah,” Kangmas Gothak membelai rambut adiknya.
“Malu, Kang, kalau cerita.” Dhimas Gathuk tersenyum kecil.
“Lho, aku ini Kakangmu, Dhi. Kalau bukan dosa, kenapa musti malu. Apalagi dengan saudaramu sendiri.” Kangmas Gothak memberikan senyuman lebar untuk adiknya yang meneteskan air mata.
“Tapi jangan diguyu, Kang!”
Kangmas Gothak tersenyum dengan diiringi gelengan kepala pelan dan pasti. “Tidak akan, Dhi!”
“Benar, Kang!”
“Hehehe… kalau kamu tidak percaya, ya sudah, Dhi. Pun juga, aku ini Kakangmu. Menertawakanmu, sama saja menertawakan diri sendiri.”
Dhimas Gathuk tersenyum malu. Dia menerawang ke dalam. Pada hatinya sendiri. Ruang yang selama ini dipenuhi dengan kecurigaan. Rasa was-was membuat tidak tenang.
“Cerita, Dhi!”
“Kakang janji, lho. Tidak tertawa.”
“Hahahahahaha… sebelum kamu cerita, Dhi, aku mah sudah tertawa. Aneh. Kamu aneh, Dhi. Seperti anak kecil.”
Dhimas Gathuk terdiam sebentar. Pandangannya diangkat dan dilemparkan kembali. Cahaya bulan menjadi lebih muram. Dia merasakan sakit di dalam dadanya. Perih. Tergores luka yang tidak dia mengerti.
“Siapa, Kang, manusia di dunia ini yang tidak akan menjadi anak kecil ketika dia berhadapan dengan cinta. Lelaki perkasa akan bermanja. Menggelayut di kaki dewi cinta. Seperti anak kecil yang minta mainan. Merengek. Terus saja merengek.”
“Ah, Dhi, itu kalau kamu. Tidak setiap orang seperti itu. Cinta itu, kalau dihayati bisa memberikan kekuatan besar untuk merubah dunia. Cinta bukan kata-kata, Dhi. Tapi pelaksanaan dari hak dan kewajiban seorang manusia.” Kangmas Gothak membelai kepala adiknya dengan mesra. “Jadi, kamu sedang jatuh cinta, tho.”
Lelaki muda itu menundukkan kepala. Air yang sedari tadi menggantung akhirnya jatuh. Di atas pangkuan yang gemetar.
“Dhi, cinta adalah rahmat yang tidak terkira harganya. Dia tidak bisa dibeli atau tidak bisa dijual. Bukan karena tidak berharga. Tapi, cinta hadir sebagai ruh bagi setiap kehidupan.”
“Kang, aku mengerti itu.”
“Kalau kamu mengerti,”
“Menyesakkan dada, Kang! Sakit!”
Senyuman kecil Kangmas Gothak lemparkan seperti lembing. Tepat mengenai sasaran. “Cinta, membawa kerinduan dan harapan. Membawa ketakutan. Membawa semua perasaan yang selama ini kita sepelekan.” Memandangi adiknya yang semakin tenggelam. “Sudah, Dhi. Nikmati dengan ikhlas.”
“Ah, kamu, Kang.” Ia menghambur ke dada Kakaknya. Air mata terus menetes tanpa suara.
“Hehehe, bersyukur, Dhi, Tuhan menganugrahimu dengan cinta.” Kangmas Gothak membelai rambut adiknya, “Di dunia ini, kita bisa memilih siapa yang akan menjadi istri kita. Manusia macam apa dia. Tapi, Dhi, kita tidak bisa memilih orang yang kita cintai. Sebab, cinta itu bahasa jiwa. Kata-kata dan jalan hidupnya rahasia. Hanya dengan keikhlasan dan kesabaran mampu mengerti cinta dan menikmati.”
“Rasanya menyakitkan sekali, Kang. Saat rindu itu bertabur, rasanya menjadi pedih. Apalagi, kalau orang yang kita cintai tidak mampu mengerti dengan apa yang kita rasakan.”
“Dhi,” Kangmas Gothak terus mengusap rambut adiknya. “Kita yang musti mengerti. Bukan mengharapkan pengertian dari orang itu. Hakekat dari cinta adalah memberi setulusnya. Seperti alur kehidupan alam ini. Berjalan dalam pengorbanan. Kehidupan ini hakikinya cerita cinta.”
“Harus bagaimana, Kang? Aku ini manusia biasa. Bukan sang bijak yang mampu seperti itu.” Air mata Dhimas Gathuk sudah berhenti mengalir. Ia mengangkat kepala, menatap Kakaknya yang tersenyum sederhana. “Apa sesakit ini, Kang?”
Kangmas Gothak menggelengkan kepala sambil tersenyum.
“Sakit? Tidak, Dhi. Nikmat rasanya. Kalau bisa memahami keberadaannya. Kerinduan itu bumbu. Juga cemburu. Seperti makanan, tanpa bumbu rasanya hambar. Cinta itu memiliki rasa.”
“Kang,”
“Yah, memang gampang susah, Dhi.” Kangmas Gothak menerawang ke langit barat. Rembulan memancar indah. Putih berkilauan di atas daunan basah. “Ihklas dalam mencinta, akan hadir dengan sendirinya kalau kita tidak menuntut balas. Hanya mencintai. Seperti mencintai orang mati. Apa kita masih berharap balasan?” Kangmas Gothak menggelengkan kepala. “Dulu, kita baik pada Bapak dan Simbok karena kita menginginkan sesuatu dari mereka. Sedangkan sekarang, kita berdoa untuk mereka bukan untuk apa-apa. Demi keselamatan mereka dari siksaan. Seperti itu lah cinta, Dhi!”
Pandangan Dhimas Gathuk mengikuti gerak mata Kakaknya. Lalu ia menarik nafas panjang.
“Kangmas pernah jatuh cinta?”
Mendengar pertanyaan adiknya, Kangmas Gothak tersenyum. Serapat apa pun sebuah tulang putih mengintip dari sebelah kiri. Ia mengenang cintanya. Mengenang perempuan manja yang bergelayut dalam pelukan. Lalu, kenangan itu mengingatkan akan setiap sujud yang kini terjajar setiap lima waktu dalam sehari. Atau, setiap perjalanan malam yang dia tempuh untuk mereguk makna dan cinta.
Tanpa mengatakan apa pun, Kangmas Gothak melangkah. Ia masih diberangus kenangan. Dingin dan terjal karang masih dia rasakan ketika berdiri di puncaknya sementara perempuan kecil bergaun menari di dadanya.
Dhimas Gathuk menggelengkan kepala. Beberapa bulan ini, dia menyaksikan keanehan Kangmas Gothak. Ia tersenyum. Membuang dengus. Dadanya mulai terasa lega. Dia memejamkan mata. Hanya sejenak ketika membuka kembali, difokuskan pada ujung pena perak.
Aku Merindu,
Ketika nanti aku mati, berbaring di hening malam yang wening, aku memohon pada-Mu, agar Munkar dan Nakir mengijinkan untukku menengok senyuman kekasih. Karena, dengan senyuman itu, akan kuat menghadapi setiap pukulan demi pukulan perhitungan. Pedang Munkar dan gada Nakir kan terasa lebih sejuk dan nikmat. Senyumanmu, sayangku, telah menjadi pengobat bagi setiap sakitku… jadi kehidupan atas kematianku…
Dhimas Gathuk tersenyum. Ia melayangkan pandangan pada rembulan. Lalu dua matanya berpejam menikmati hembusan angin dingin. Rokok yang terselip di jarinya terlempar. “Telah aku menuliskan rinduku, tuk terukir di catatan waktu. Aku mencintaimu..!!!” dan senyuman semakin lebar menggantung di bibirnya.
Bantul – Studio SDS Fictionbooks, 20 September 2010
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Jumat, 24 September 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar