Jumat, 24 September 2010

Mencatat Rindu

M.D. Atmaja
http://www.sastra-indonesia.com/

Sore hari, langit meneteskan bulir-bulir air. Rapat tanpa celah dan heneng ketika jatuh di hitam tanah yang masih basah. Rintik, pagar dingin diusap angin lewat yang membawa senyap. Bergulir atas kebekuan yang tidak biasa. Bercampur aduk di depan serambi malam. Memboyong anak manusia tertelungkup di dalam harapan.

Dhimas Gathuk duduk di emperan. Dia menyanding tembakau pasar dan segelas kopi manis yang telah dingin. Pandangannya jauh ke barat, pada langit kelabu. Matanya ditiraikan gemericik air bening. Asin jatuh ke gua hitam, menahan tembakau terbakar agar tidak terjatuh. Dadanya sesak. Rintik hujan merajuk ke dalam dada. Pandangan mengabur, tirai semakin menebal. Langit tetap saja muram, ketika malam berjalan tanpa gairah. Terseok-seok bersamaan dengan tes demi tetes yang tak tertahan.

Hening seketika itu merebak jadi sesak. Menyumbat nafas yang tersengal. Sekali tarik. Dua kali tarik. Terlihat berat bersamaan dengan sesak. Dada seperti dipenuhi air hujan. Jatuh dan menggenang. Di tanah merah yang basah. Mengalir ke gua dimana tulang-tulang tajam berderet. Putih kecoklatan bercampur cairan tembakau. Melekat di dinding tulang berbaris.

“Lha, kok nangis, Dhi?” tanya Kangmas Gothak.

Keluarnya Kangmas Gothak, membuat Dhimas Gathuk kaget. Kemudian mencoba membendung air yang membanjiri wajahnya.

“Ora, Kang. Tidak ada apa-apa.” Dhimas Gathuk sibuk membasuh pipi sambil membuang muka jauh namun Kangmas Gothak mengikuti. Kepalanya memutar, mencari dua mata basah adiknya.

“Kalau tidak, terus itu air apa, Dhi?” Kangmas Gothak tersenyum kecil disertai dengan gelengan kepala. “Wis joko kok isih nangis. Sin-ngisini, Dhi. Memalukan.” Lalu duduk di samping adiknya. “Kalau ada masalah, dibagi, Dhi. Memang tidak habis sebanyak apa pun kita membagi. Setidaknya, meringankan. Melegakan rongga dada, Dhi.”

Dhimas Gathuk masih diam. Pandangannya terus melaju di langit kelabu. Hujan telah tersapu. Mendung berarak memudar. Pucatnya cahaya bulan memancar di atas daunan basah yang kedinginan. Sedangkan Dhimas Gathuk, masih melayangkan pandangan ditirai hujan. Rintik dan dingin. Senyap di dalam dada yang sesak.

“Owalah, Dhi. Diajak ngomong malah,” Kangmas Gothak membelai rambut adiknya.

“Malu, Kang, kalau cerita.” Dhimas Gathuk tersenyum kecil.

“Lho, aku ini Kakangmu, Dhi. Kalau bukan dosa, kenapa musti malu. Apalagi dengan saudaramu sendiri.” Kangmas Gothak memberikan senyuman lebar untuk adiknya yang meneteskan air mata.

“Tapi jangan diguyu, Kang!”

Kangmas Gothak tersenyum dengan diiringi gelengan kepala pelan dan pasti. “Tidak akan, Dhi!”

“Benar, Kang!”

“Hehehe… kalau kamu tidak percaya, ya sudah, Dhi. Pun juga, aku ini Kakangmu. Menertawakanmu, sama saja menertawakan diri sendiri.”

Dhimas Gathuk tersenyum malu. Dia menerawang ke dalam. Pada hatinya sendiri. Ruang yang selama ini dipenuhi dengan kecurigaan. Rasa was-was membuat tidak tenang.

“Cerita, Dhi!”

“Kakang janji, lho. Tidak tertawa.”

“Hahahahahaha… sebelum kamu cerita, Dhi, aku mah sudah tertawa. Aneh. Kamu aneh, Dhi. Seperti anak kecil.”

Dhimas Gathuk terdiam sebentar. Pandangannya diangkat dan dilemparkan kembali. Cahaya bulan menjadi lebih muram. Dia merasakan sakit di dalam dadanya. Perih. Tergores luka yang tidak dia mengerti.

“Siapa, Kang, manusia di dunia ini yang tidak akan menjadi anak kecil ketika dia berhadapan dengan cinta. Lelaki perkasa akan bermanja. Menggelayut di kaki dewi cinta. Seperti anak kecil yang minta mainan. Merengek. Terus saja merengek.”

“Ah, Dhi, itu kalau kamu. Tidak setiap orang seperti itu. Cinta itu, kalau dihayati bisa memberikan kekuatan besar untuk merubah dunia. Cinta bukan kata-kata, Dhi. Tapi pelaksanaan dari hak dan kewajiban seorang manusia.” Kangmas Gothak membelai kepala adiknya dengan mesra. “Jadi, kamu sedang jatuh cinta, tho.”

Lelaki muda itu menundukkan kepala. Air yang sedari tadi menggantung akhirnya jatuh. Di atas pangkuan yang gemetar.

“Dhi, cinta adalah rahmat yang tidak terkira harganya. Dia tidak bisa dibeli atau tidak bisa dijual. Bukan karena tidak berharga. Tapi, cinta hadir sebagai ruh bagi setiap kehidupan.”

“Kang, aku mengerti itu.”

“Kalau kamu mengerti,”

“Menyesakkan dada, Kang! Sakit!”

Senyuman kecil Kangmas Gothak lemparkan seperti lembing. Tepat mengenai sasaran. “Cinta, membawa kerinduan dan harapan. Membawa ketakutan. Membawa semua perasaan yang selama ini kita sepelekan.” Memandangi adiknya yang semakin tenggelam. “Sudah, Dhi. Nikmati dengan ikhlas.”

“Ah, kamu, Kang.” Ia menghambur ke dada Kakaknya. Air mata terus menetes tanpa suara.

“Hehehe, bersyukur, Dhi, Tuhan menganugrahimu dengan cinta.” Kangmas Gothak membelai rambut adiknya, “Di dunia ini, kita bisa memilih siapa yang akan menjadi istri kita. Manusia macam apa dia. Tapi, Dhi, kita tidak bisa memilih orang yang kita cintai. Sebab, cinta itu bahasa jiwa. Kata-kata dan jalan hidupnya rahasia. Hanya dengan keikhlasan dan kesabaran mampu mengerti cinta dan menikmati.”

“Rasanya menyakitkan sekali, Kang. Saat rindu itu bertabur, rasanya menjadi pedih. Apalagi, kalau orang yang kita cintai tidak mampu mengerti dengan apa yang kita rasakan.”

“Dhi,” Kangmas Gothak terus mengusap rambut adiknya. “Kita yang musti mengerti. Bukan mengharapkan pengertian dari orang itu. Hakekat dari cinta adalah memberi setulusnya. Seperti alur kehidupan alam ini. Berjalan dalam pengorbanan. Kehidupan ini hakikinya cerita cinta.”

“Harus bagaimana, Kang? Aku ini manusia biasa. Bukan sang bijak yang mampu seperti itu.” Air mata Dhimas Gathuk sudah berhenti mengalir. Ia mengangkat kepala, menatap Kakaknya yang tersenyum sederhana. “Apa sesakit ini, Kang?”

Kangmas Gothak menggelengkan kepala sambil tersenyum.

“Sakit? Tidak, Dhi. Nikmat rasanya. Kalau bisa memahami keberadaannya. Kerinduan itu bumbu. Juga cemburu. Seperti makanan, tanpa bumbu rasanya hambar. Cinta itu memiliki rasa.”

“Kang,”

“Yah, memang gampang susah, Dhi.” Kangmas Gothak menerawang ke langit barat. Rembulan memancar indah. Putih berkilauan di atas daunan basah. “Ihklas dalam mencinta, akan hadir dengan sendirinya kalau kita tidak menuntut balas. Hanya mencintai. Seperti mencintai orang mati. Apa kita masih berharap balasan?” Kangmas Gothak menggelengkan kepala. “Dulu, kita baik pada Bapak dan Simbok karena kita menginginkan sesuatu dari mereka. Sedangkan sekarang, kita berdoa untuk mereka bukan untuk apa-apa. Demi keselamatan mereka dari siksaan. Seperti itu lah cinta, Dhi!”

Pandangan Dhimas Gathuk mengikuti gerak mata Kakaknya. Lalu ia menarik nafas panjang.

“Kangmas pernah jatuh cinta?”

Mendengar pertanyaan adiknya, Kangmas Gothak tersenyum. Serapat apa pun sebuah tulang putih mengintip dari sebelah kiri. Ia mengenang cintanya. Mengenang perempuan manja yang bergelayut dalam pelukan. Lalu, kenangan itu mengingatkan akan setiap sujud yang kini terjajar setiap lima waktu dalam sehari. Atau, setiap perjalanan malam yang dia tempuh untuk mereguk makna dan cinta.

Tanpa mengatakan apa pun, Kangmas Gothak melangkah. Ia masih diberangus kenangan. Dingin dan terjal karang masih dia rasakan ketika berdiri di puncaknya sementara perempuan kecil bergaun menari di dadanya.

Dhimas Gathuk menggelengkan kepala. Beberapa bulan ini, dia menyaksikan keanehan Kangmas Gothak. Ia tersenyum. Membuang dengus. Dadanya mulai terasa lega. Dia memejamkan mata. Hanya sejenak ketika membuka kembali, difokuskan pada ujung pena perak.

Aku Merindu,
Ketika nanti aku mati, berbaring di hening malam yang wening, aku memohon pada-Mu, agar Munkar dan Nakir mengijinkan untukku menengok senyuman kekasih. Karena, dengan senyuman itu, akan kuat menghadapi setiap pukulan demi pukulan perhitungan. Pedang Munkar dan gada Nakir kan terasa lebih sejuk dan nikmat. Senyumanmu, sayangku, telah menjadi pengobat bagi setiap sakitku… jadi kehidupan atas kematianku…

Dhimas Gathuk tersenyum. Ia melayangkan pandangan pada rembulan. Lalu dua matanya berpejam menikmati hembusan angin dingin. Rokok yang terselip di jarinya terlempar. “Telah aku menuliskan rinduku, tuk terukir di catatan waktu. Aku mencintaimu..!!!” dan senyuman semakin lebar menggantung di bibirnya.

Bantul – Studio SDS Fictionbooks, 20 September 2010

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati