Sabtu, 18 September 2010

Rahim Sastra Ibu Pertiwi

Antologi Puisi Penyair Perempuan ASAS (Pustaka Pujangga, 2009)
Sabrank Suparno
 
Nurel Javissyarqi, sahabatku ini seperti menyorong sampan ke arahku yang berdiri di seberang tepian telaga, saat ia menyuruhku: “Sabrank, tolong kau resensi Antologi Puisi Sihir Terakhir yang ditulis Komunitas Perempuan ASAS.” Dan aku mengibaratkan 23 penyair wanita ini sebagai bentangan pulau-pulau Nusantara, yang tak akan pernah khatam kujelajahinya, sebab tiap pulau menyimpan wilayah rahasia kealaman. Lelaki hanyalah perantau yang tak pasti kakinya mampu berjejak pada jalanan setapak. Pulau Nusantara ini adalah gempilan tembok sorga yang jatuh berpuing-puing saat tersenggol Raja Malaikat ketika ia berdansa merayakan kemenangan kontes kilauan cahaya yang digelar Tuhan, jauh sebelum kehidupan ada.
 
Per-empu-an, kata dasarnya’empu/bentol/bonggel yang menumbuhkan tunas. Saat ia remaja disebut ‘gadis per-rawan’, kemudian nona, nyonya yang tetap konstan sebagai wanita dan memiliki perempuan.
 
Adalah sebuah proyek raksasa jika kemudian wanita ASAS berdebut di perpuisian, yang kreatifitas itu nyata mengisi celah di antara himpitan privacy kewanitaannya. Pengantin baru temanku diawali dengan perselisihan kecil. Sang suwami, mengajak istri berkunjung ke rumah saudara sekiar jam 11 siang. Istri menunda sore hari biar tidak terlalu panas. Suwami berargumen filsafat,”panas matahari saja takut, toh kepanasan tidak sendiri. Matahari memang tercipta untuk bumi. Kenapa harus menyesali panas? Petani, kuli bangunan, pemecah batu, lebih kepanasan dari kita.” Meski perselisihan usai beberapa jam kemudian, pengantin wanita sempat menangis. Permasalahan mereka sepeleh. Sang wanita sedang menstrulasi, dan dalam perhitungannya sekitar 2 jam lagi sudah harus banjir dan ganti softtex. Ketabuahan berganti softtex di rumah orang lain tidak dipahami suwami. Sementara istri tidak menjelaskan secara utuh.
 
Puisi puisi Antologi Sihir Terahir adalah ‘jabang bayi sejarah’ dari rahim 23 wanita: Aldika Restu Pramuli, Alfatihatus Sholihatunnisa, Amelia Rachman, Cut Nanda A, Dea Ayu Ragilia, Desti Fatin Fauziyyah, Dewi Kartika, Dian Hartati, Dian Budiana, Ellie R. Noer, Evi Sefiani, Evi Sukaesih, Fadhila Ramadhona, Fina Sato, Ikarisma Kusmalina, Ike Ayuwandari, Laila N. Guntari, Lela Siti Nurlaila, Maya Mustika K, Seli Desmiarti, Tita Maria Kanita, W. Herlya Winna, Winarni Rahmawati.
 
Corak puisi yang meraka lahirkan dalam Antologi Puisi Penyair Perempuan ASAS ini merupakan garis mediteranian sejarah sebelumnya, dimana keserempakan warna tekstur menisbikan kemajalan fluktuatif. Ruang medium semacam ini menjadi zona pembatas yang memisahkan corak bersikap wanita dari kungkungan hepnotis sejarah sekian lama yang memandang wanita hanya sebatas pelengkap penderita kaum Adam. Sihir Terahir bukan sekedar letupan damba puisi Seli Desmiarti, tapi ekspresi geliat wanita zaman yang menandai proses pelonggaran jerat konvensi perkembangan sejarah sastra yang menyerimpungnya.
 
Sebagai makhluk dunia, wanita tak bisa menghindar dari ekses muara kegelapan sitem sosial, politik suatu negara. Di Indonesia, kwantitas wanita yang lahir di atas tahun 1965 membaik seiring tertingalnya masa traumatisasi G30 S PKI. Semakin jauh meninggalkan jejak trauma, semakin baik pula. Apalagi perempuan ASAS lahir seputaran tahun 80 an. Wanita Indonesia prakemerdekaan hidup dirundung was was dan ketakutan. Sedang di sisi lain, wanita harus menggendong bayi yang dilahirkan, yang artinya ketika menggendong, wanita sedang menghembuskan suasana hati yang direkam langsung sang bayi, dan diputar ulang ketika bayi dewasa kelak. Jika ibu menggendong dengan hati was, iri, takut, merasa tertindas, maka anak akan merealisasikan dalam hidupnya. Sampai pada sekitar tahun 2017, pejabat di Indonesia adalah anak yang dilahirkan pra1965. Rasa dendam dan was wanita waktu itu tergambar jelas dari ulah pejabat sekarang yang tak henti korupsi, mencurigai yang lain, bersaing menumpuk kekayaan dll. Dunia sastra pun demikian. Simak pertikaian Lesbumi, Lekra, Manikebu, Poros Tengah, Poros Langit, Poros sorga, TUK, dll yang untung saja tidak mengeluarkan KTP sebab royokan ‘tua’. Dan ini membosankan.
 
Tapak-tapak jejak meninggalkan tahun 1965, wanita masih harus lekat dengan rendahnya SDM yang memberlakukan wanita sebagai sangkar madu. Dan ini terjadi sampai batas yang belum diketahui ujungnya. Kekuatan karya sastra tak pernah beranjak dari pijakan mengexploitasi aroma sex belaka. Komposisi ini disebut sastra kelamin. Paul I. Willman, WS. Rendra dan semua penulis sampai era2010 masih asyik mengexploitasi wanita sebagai karya kebesaran. Dalihnya sederhana, yakni menyibak keutuhan sastra. Bahkan sepanjang penulis wanita yang saya amati masih ajeg merelakan buka aurat dalam sastranya yang sesungguhnya hanyalah program mendukung ambisi kaum adam.
 
Sejak Joyce Carol Oates, Joan Didion, Susan Sontag, Nadine Gordimer, Elizabeth Bishop, sampai Ayu Utami, Lang Fang, Ida Ahdiah, Yetti A.KA, Oka Rusmini, Ana Balqis, Aquarina Kharisma Sari, Abidah El Khalieqy dan banyak lagi barisan penulis wanita yang happy enjoy dengan aroma sastra kelamin. Keadaan ini menggambarkan kesempitan ruang sastra yang seolah olah tidak ada lagi kreasi puncak suspansi terhadap wilayah sastra yang luas.
 
Puisi ASAS menapaki lambaikan tangan seraya membelok keadaan ke arah zamaniahnya. Inilah yang disebut garis medium. Rontaan untuk menuntut diri wanita tampil baru sebagai penghuni zaman dilontarkan Tita Maria Kanita dalam larik puisi//menyimak wanita tidak cuma dilihat, namun didengar// puisi Telinga. W. Herlya Winna dalam Cahaya di Halaman Mata//Kutanam cahaya di halaman mata//menghasilkan anak-anak matahari//Kukayuh tubuh saat petang, rubuhkan sisa-sisa waktu//. Fina Sato dalam Tak Pernah Kutemukan Wujutmu dalam Riuh//ihwal seorang perempuan bukan dongeng si penjaga cahaya//. Ellie R. Noer dalam Bidadari Mandi//dulu bidadari mandi di pelangi//sekarang mandi di menu pagi//. Puisi Bahteranya Dian Hartati juga mengambil langkah tegas//aku dan tubuhku diintai waktu//siapa penghuni berikutnya//dapatkah kujelaskan pada mereka//tempat berlabuh yang aman tetap tubuhku//. Sikap perpuisian mereka ini sedang mempersiapkan new space bangunan peradapan wanita yang proporsial.
 
Meski keadaan ini tidak nyata membalik sastra, tetapi gelagat Sihir Terahir awal sentakan sihir sastra dalam menggali wanita sebagai kelengkapan.
 
Hehehe. Tentu saja tidak bisa menuntut wanita secara berlebihan. Wanita sebagai makhluk kealaman, syarat dengan keterbatasan. Namanya juga wanita. Seluas jangkahnya terbatas jarik dan daster yang dikenakan. Meski wanita menyarap bak ular kobra yang sengit, bengis, apalagi wanita produk fakultasan, keinginannya sejajar dengan pria, kerap menghilangkan esensi kewanitaannya. Se-gander apapun, wanita tetap menstrulasi, hamil, melahirkan, mengasuh, menghembuskan suara hati untuk mewarnai si jabang bayi. Wanita hanya memiliki satu gen keturunan. Tabiatnya tentu sama sejak suku Hawa, Sunda, Jawa, Madura, Bali, Minahasa, Padang, Jombang, Bandung, Aborigin, Mindanao, Arab, Yahudi, suku awal wanita hingga suku ahir wanita. Berbeda dengan laki-laki yang menurunkan berjuta-juta gen spermatozoon.
 
Wajar. Fitroh, jika dalam Antologi Sihir Terahir masih menyerta tradisi pramedium, yakni tradisi wanita mencipta karya sebagai pelampiasan/ekstas diri membangun dirinya, pandangan mengenai dirinya, di hadapan dirinya sendiri. Puisi wanita adalah wakil bahasa tabu dan diamnya. Kejalangan menyertakan nama seseorang yang dituju dalam puisinya sesungguhnya hanya mengotori/inveriority penafsiran sastra. Fina Sato misal, dalam puisi Mungkin Aku Lupa Menghitung Kisah, ditujukan buat Rosadi, dalam puisi Kota Kuno ditujukan buat Eko Budiharjo, dan satu lagi buat Wayan Sunarta. W.Herlya Winna ditujukan pada Kang Nyonk dan Novia, Winarni.R membingkis khusus buat inisial ‘Deng’, Fadhila Ramadhona menyertakan A.R. Kusumah dan H.S Wijaya dalam puisi Lelaki Senja-nya. Sementara Dian Hartati dan Ellie R. Noer masing-masing mendata satu tautan nama: ~ba dan Acep Zamzam Noor. Hehehe, seandainya perantauan mereka mengarungi jagat raya dan bertemu idola, kekasih, musuh, tokoh ternama, jin, malaikat, bahkan ‘tuhan’, berapa banyak lagi deretan nama dijumpai dalam puisi yang hanya untuk ngudal rasa pelampiasan.
 
Minggu 12 September 2010, buku Sihir Terahir baru sampai di tanganku. Aku baca serius. Aku amati. Aku orasi mondar-mandir di balai rumah, didengar saudara, bapak, ibu, teman yang mereka tak mengerti sastra. Yang mereka tau, aku penulis dan sering diundang baca puisi. Kenapa aku seriusi buku ini? Bukan karena aku laki-laki, dan Sihir Terahir ngerumpinya 23 penyair wanita, hingga aku memberi perhatian khusus. Hehehe, sederhana saja yang ingin kuketahui. Apa rahasia buku ini kok sampai menyebabkan aku dan tunanganku terpisah gara-gara buku ini.
 
Sebetulnya tidak ada hubungan antara pertengkaran hebat aku dengan tunanganku. Tapi juga tidak bisa jika buku ini tidak dihubungkan. Setelah 3 minggu buku ini dipinjam pacarku, ia aku mainta menghantar kerumah, karena aku ingin segera meresensinya. Sampai di tengah perjalanan pacarku tidak mau kerumah, malu bertemu ibuku. Aku marah. Dia menangis. Aku memahami pacarku tak ada militansi dengan kepentingan sastraku, persahabatabku yang sudah tertunda sebulan. Pacarku memahami bahwa aku cowok yang tak memahami wanita. Hubungan kami beku, padahal kami mestinya sudah resmi.
 
Ternyata, sekecil apapun oleh-oleh bagi wanita yang ia bawa saat bertamu adalah hal penting. Tetapi lelaki kerap tak memahaminya.
 
Suara wanita adalah yang tak diwakili laki-laki. Sebagaimana kekuatan wanita jika didampingi lelaki dekatnya. Untuk berkarya, laki-laki hanya memerlukan dukungan dari wanita. Untuk berkarya, wanita memerlukan kelonggaran waktu yang diberikan laki-laki.

***

http://sastra-indonesia.com/2010/09/rahim-sastra-ibu-pertiwi/

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati