Sabtu, 18 September 2010

Romantisme yang Bermakna dalam Nyanyian Kemarau

Dr Junaidi
http://www.riaupos.com/

Novel Nyanyian Kemarau tidak hanya sekadar novel yang bercerita tentang kisah cinta laki-laki dan perempuan. Novel ini menampilkan persoalan sosial yang lebih kompleks yang dihadapi oleh masyarakat lokal (Riau) dan Indonesia. Menariknya, kompleksitas persoalan yang ditampilkan dalam cerita ini dapat dikemas dengan gaya bercerita yang sederhana sehingga membuat kisah yang disampaikan mengalir dengan lancar.

Novel ini menampilkan romantisme dan idealisme secara elok ke dalam suatu cerita yang menarik. Penyajian kompleksitas persoalan dalam novel ini tidak membuat fokus cerita ini hilang sebab dari awal sampai akhir, cerita ini tetap berfokus pada persoalan kehidupan yang dialami oleh tokoh utamanya, yakni Rusdi. Ada dua persoalan penting yang diramu dalam cerita ini, yakni persoalan cinta kasih dan pergulatan idealisme seorang wartawan dalam menegakkan kebenaran. Menariknya, persoalan cinta dan idealisme diramu menjadi satu kesatuan dalam penokohan Rusdi. Semua bagian yang terdapat dalam cerita ini tampak saling berkaitan untuk melukiskan ketegaran tokoh utama dalam menyingkapi persoalan yang dihadapinya, baik persoalan cinta maupun persoalan idealisme menegakkan kebenaran.

Ketulusan Cinta

Dalam berbagai karyanya, Hary B Kori’un sering menampilkan persoalan pemaknaan cinta. Tema cinta menjadi mata air yang tak pernah kering bagi Hary sehingga ia terus menulis tema itu dalam berbagai variasi yang menarik. Dalam novel Nyanyian Kemarau, sang pengarang juga mengangkat makna cinta bagi manusia. Persoalan cinta itu terlihat dari dua kisah cinta yang dialami oleh Rusdi, yakni bersama Pramithasari dan Aida. Dari kedua kisah cinta yang dialami Rusdi, cinta itu dimaknai dengan ketulusan untuk saling menerima dengan apa adanya. Meskipun novel ini menampilkan kisah cinta antara pria dan wanita, nafsu atau unsur seksualitas bukan menjadi dasar membangun cinta kasih. Hubungan cinta Rusdi dan Sari menunjukkan bahwa kemurnian cinta tidak terhalang oleh perbedaan status sosial, etnis, dan agama. Secara sosial, Rusdi dan Sari sangat berbeda. Sari adalah seorang wanita yang tergolong sangat kaya dan mempunyai perusahaan sendiri sedangkan Rusdi hanya seorang pria biasa yang berprofesi sebagai seorang wartawan dengan penghasilan yang biasa, hanya cukup untuk hidup. Etnis mereka pun berbeda, Rudi jelas seorang pribumi yang berasal dari sebuah kampung kecil di kabupaten Kampar (Riau), sedangkan Sari berasal dari keturunan Cina.

Secara agama pun mereka berbeda. Rudi jelas seorang muslim sedangkan Sari tentu saja tidak. Menariknya, perbedaan yang mereka miliki tidak menghalangi cinta mereka. Mereka tetap saling mencintai. Tampaknya bagi mereka cinta itu tidak berbatas dan tidak ada yang bisa menghalangi ketulusan cinta. Cinta itu berurusan dengan hati dan hati itu suci sehingga kesucian cinta itu tidak menghalangi cinta mereka berdua. Cinta yang ditampilkan dalam cerita ini melampaui batas etnis dan agama.

Dalam novel ini kisah cinta antara Rusdi dan Sari memang tidak secara jelas ditunjukkan berakhir dengan pernikahan sebab tidak ada jaminan ketulusan cinta itu harus diakhiri dengan pernikahan. Kondisi seperti ini sengaja dihadirkan untuk memberikan ruang kepada pembaca dalam menafsirkan sendiri makna cinta itu. Novel ini memang sengaja ditulis tidak dengan gaya “menggurui” pembaca. Pesan moral yang membosankan dan penyampaian pesan klise tidak menjadi gaya penulisan dalam novel ini. Novel ini lebih mendorong pembaca untuk menafsirkan sendiri cuplikan-cuplikan kehidupan yang dialami oleh para tokoh. Pesan-pesan kemanusia ditampilkan secara elok melalui penokohan sehingga akan terasa lebih menyatu dengan cerita. Cara seperti ini membuat suatu karya sastra lebih bermakna bagi pembaca dari pada karya sastra yang menyampaikan pesan-pesan moral dan kemanusian seperti gaya orang berkhutbah. Bukankah orang tidak suka diberikan kotbah? Orang lebih suka dibawa mengalami dan merasakan kebenaran itu dari pada diberi kotbah atau ceramah. Di sinilah sebenarnya peran karya sastra dalam menyampaikan kebenaran. Karya sastra yang baik menyampaikan kebenaran dengan cara membawa pembaca merasakan kebenaran itu melalui penokohan dan pada akhirnya dengan kepekaannya, pembaca itu sendiri yang menyimpulkann makna kebenaran dalam cerita itu. Pesan kemanusian itu tidak diindrokrinisasikan. Ia disampaikan dengan cara mendorong pembaca untuk merasakannya melalui pengalaman tokoh dalam cerita itu.

Bagaimana pula makna cinta antara Rusdi dan Aida? Ketulusan cinta Rusdi kepada Aida berbeda dengan ketulusan cintanya dengan Sari. Rusdi benar-benar sangat mencintai Aida meskipun kondisi fisik Aida cacat. Kondisi fisik Aida tidak membuat hati Rusdi berpaling dari Aida. Bahkan ketika Aida menjadi cacat, ketulusan cinta Rusdi semakin terlihat kepada Aida. Ini dapat terlihat kerasnya kemauan Rusdi untuk menikahi Aida meskipun Aida secara fisik tidak bisa melayani Rusdi. Bahkan hadirnya kembali sosok Sari ketika Rusdi mendapatkan Aida dalam keadaan cacat permanen tidak menggoyahkan cinta Rusdi kepada Aida. Rusdi tetap menikahi Aida meskipun nyawa Aida akan segera hilang. Suasana hadirnya kembali Sari ketika Rusdi dalam kondisi sulit seperti itu memberikan kesan yang sangat mendalam kepada pembaca untuk memahami makna ketulusan cinta.

Sekali lagi, pembaca diberikan kesempatan untuk merasakan makna cinta yang dialami Rusdi bersama Sari dan Aida. Apakah cinta yang ditunjukkan Rusdi kepada Aida atas dasar kasihan karena kecelakan yang menimpa Aida sebenarnya disebabkan oleh kegiatan jurnalistik yang dilakukan Rusdi untuk memberantas illegal logging yang dilakukan para cukong balak? Atau Rusdi benar-benar tulus untuk mencintai Aida? Cinta Rusdi tampak sangat tulus kepada Aida sehingga terus berupaya untuk membongkar sindikat melakukan pembunuhan terhadap Aida. Bahkan pada akhirnya pun Rusdi dianiaya oleh sindikat illegal logging yang mengakibatkan kecacatan pada bagian kakinya. Rusdi telah mempertaruhkan nyawanya untuk menunjukkan ketulusan cintanya kepada Aida.

Persoalan Idealisme

Ada tiga persoalan idealisme yang ditampilkan dalam novel ini, yakni perjuangan masyarakat Koto Panjang dalam mempertahankan hak mereka, gerakan reformasi yang terjadi di Jakarta, dan pembalakan hutan di sekitar kawasan hutan Teso Nilo. Ketiga persoalan idealisme itu disampaikan melalui sudut pandang tokoh Rusdi. Ketika berada di kampungnya, di Koto Panjang, Rusdi terlibat dalam perjuangan masyarakat Koto Panjang dalam mempertahankan tanah mereka. Ketika ia bertugas sebagai seorang wartawan di salah satu media di Jakarta, ia pun terlibat dalam liputan berita yang berkaitan dengan gerakan reformasi. Sewaktu ia bertugas sebagai wartawan di Pekanbaru, ia juga terlibat dengan kasus pembalakan liar dan bahkan pembelaannya yang dilakukannya untuk menyelamatkan hutan Teso Nilo telah menghancurkan masa depan hubungannya dengan Aida.

Ketika tokoh utama yang ditampilkan dalam novel in memiliki karakter idealistik. Rusdi sebagai seorang wartawan mempunyai idealisme untuk memberjuangkan kebenaran seperti yang mestinya dimiliki wartawan. Sedangkan Sari sebagai seorang pengusaha Cina yang kaya-raya mempunyai nasionalisme yang kuat. Ketika terjadi kerusuhan Mei, dia sebenarnya tidak mau meninggalkan Indonesia. Dia terpaksa pindah beberapa saat ke Singapura karena desakan Rusdi, sebab ia sangat khawatir dengan keselamatan Sari. Sikap kepedulian Sari kepada masyarakat juga terlihat ketika Sari memberikan bantuan kepada masyarakat tempatan. Kedekatan hubungan Sari dengan Rusdi juga menunjukkan bahwa ia tidak membeda-bedakan etnis.

Berangkat dari Fakta Sosial

Salah satu kekuatan yang terdapat dalan novel ini adalah pengangkatan peristiwa nyata atau peristiwa sejarah ke dalam dunia fiksi. Konflik sosial di Koto Panjang dan aktivitas pembalakan liar pernah menjadi isu utama di Riau. Peristiwa reformasi yang diangkat dalam cerita ini juga sangat penting dalam perjalan politik di Indonesia. Novel ini ditulis memang sebagai respons terhadap peristiwa penting yang terjadi dalam masyarakat. Peristiwa sosial yang diangkat itu tentu saja tidak persis sama dengan kejadian sebenarnya sebab cerita itu telah direkonstruksikan ke dalam dunia fiksi.

Mengangkat fakta sosial ke dalam cerita fiksi bukan pekerjaan mudah. Seorang pengarang harus benar-benar memahami fakta sosial itu dengan cara melakukan pembacaan sejarah, cerita, kisah, berita, pendapat dan segala sesuatu yang berkaitan dengan fakta sosial yang diangkat. Seolah-olah sang pengarang berperan seperti orang yang menuliskan sejarah. Setelah pengarang memahami fakta sosial yang akan diangkatnya itu barulah ia berpikir untuk merekonstruksikan fakta sosial itu ke dalam dunia fiksi. Padahal antara kenyataan dan fiksi itu berbeda. Tetapi di sini letak kemahiran sang pengarang untuk meramu unsur sejarah (fakta) dan unsur fiksi (imajinasi) ke dalam suatu karya sastra yang memiliki kekuatan untuk menarik minat pembaca. Tanpa ada kemampuan imajinasi seorang pengarang tidak akan berhasil merekonstruksi fakta sosial ke dalam karya fiksi. Bila sang pengarang tidak meramu fakta dan imajinasi dengan elok maka tulisan yang dihasilkan akan hambar, kaku dan tidak manarik untuk dibaca.

Tetapi dalam novel Nyanyian Kemarau unsur fakta sosial itu berhasil digabungkan daya imajinasi yang elegan. Ini terlihat dalam cuplikan cerita yang mengisahlan ketika Rusdi menjadi seorang guru dalam keadaan cacat sedang memperhatikan Sari hadir Teso Nilo sebagai Taman Nasional diresmikan, di mana perusahaan Sari menjadi pengelola pariwisatanya. Peristiwa menjadikan Teso Nilo sebagai Taman Nasional merupakan suatu fakta, tetapi pengelolaan taman itu oleh Sari adalah sebuah fiksi alias cerita yang dibuat-buat agar ending cerita ini lebih menarik dan bersifat dramatis sehingga lebih enak dibaca.

Aspek Kepengarangan

Dari segi kepengarangan, ada dua faktor yang mempengaruhi sang pengarang dalam penulisan novel ini. Pertama, pendidikan sang pengarang sebagai alumni jurusan sejarah. Sebagai sarjana sejarah, pengarang berupaya untuk membangun ceritanya dengan mengangkat persoalan yang terjadi dalam masyarakat dengan terlebih dahulu melakukan analisis terhadap persoalan itu. Kedua, profesi pengarang sebagai seorang wartawan terlihat dari cara penceritaan yang lugas, sederhana, dan langsung sehingga membuat cerita ini mudah dipahami meskipun tema yang disampaikan cenderung kompleks. Idealisme tokoh wartawan yang sampaikan dalam cerita ini juga tampaknya dipengaruhi oleh pengalaman pengarang sebagai wartawan.***

Dr Junaidi, Dekan Fakultas Ilmu Budaya Unilak, dan dosen S-2 Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Riau (Umri). Tiga bukunya tentang sastra dan budaya sudah diterbitkan. Tinggal di Pekanbaru.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati