Selasa, 09 November 2010

BAYI-BAYI BESAR SASTRA INDONESIA

Nurel Javissyarqi
http://www.sastra-indonesia.com/

Bermula dari sms kawan Fahrudin: “Rel, Geladak Sastra #3 diskusi dg tema GAIRAH MENULIS MENEMBUS KORAN. Kamu jd pembicara ya? Nanti sama Bandung Mawardi dr Solo.” Lalu aku telpon: “Den, tema itu kan tidak cocok denganku?” Dijawablah: “Makanya dibenturkan.” Lantas aku timpali: “Ok kalau begitu.” Tak berselang lama sms lagi: “Gaweo tulisan Rel, temane Gairah Menulis Menembus Koran.” Dan dari status facebook ini, aku coba menuangkan.

Ada beberapa kawan. Kalau merasa senior pasti kalimahku bernada ini, “ada beberapa anak muda” yang datang ke rumah, pada intinya menanyakan cara menembus koran. Aku jawab: “Kau salah kawan, kau sampai ke alamat keliru, aku sendiri sering gagal menembus media.” Biasanya kuberi solusi hijrah ke Jogja. Masuk komunitas Kutub atau Pesantren Hasyim Asy’ari, yang dulu pengasuhnya almarhum Gus Zainal Arifin Thoha. Sebab terbukti di sana, telah banyak menghasilkan karya, serta tersebar pada koran-koran atas jerih ikhtiarnya.

Di waktu tempat peristiwa berbeda, kala bedah buku pun pembicara dalam sebuah diskusi, ada peserta bertanya senada. Aku katakan sekenanya, tentu kuberitahu posisiku sebelumnya. Tidakkah yang duduk di depan undangan, kadang menyerupai insan setengah dewa, apalagi wajahnya bersimpan kharisma. Maka segenap tindak-tanduk ocehannya disimak pula direnungkan. Lanjut berkata: “Ya pelototin saja satu-persatu, tentu tersembul warna kecenderungan.” Kalau redakturnya sedang kasmaran, pasti suka karya berbau sayang.

Untuk pembuka kukira cukup, mari menukik ke dalam. Perkembangan sastra di Indonesia hingga kini dapat dikata, tidak lepas media massa pun yang menghidupi gairah di koran, majalah, jurnal &ll, yang tersebar di daerah dan ibukota. Dari rubrik esai sastra, resensi buku sastra, puisi atau sajak, cerpen, cerbung kepanjangan novel &st. Dari sanalah saling menyapa beradu pendapat, sampai suatu masa dikukuhkan dalam kumpulan atau buku. Lalu menjadi dokumentasi penting, demi perpindahan tongkat estafet ke masa-masa kejayaan selanjutnya.

Di masa kini, ada beberapa penulis yang langsung membentuk pembicaraan hangat. Awalnya tidak melewati koran terlebih dulu namun buku, istilahku ialah masa-masa kecolongan. Aku teringat, sejarah pelukis Van Gogh dalam hidupnya tiada yang mengenal pula menghargai karyanya. Tidak lebih orang-orang sejaman menganggap dirinya seniman gagal. Tapi angin perubahan, siapa sanggup meramalnya tepat. Lukisan-lukisannya menjelma karya termahal, beserta karya-karya besar dunia lain yang capaian nilainya agung pula. Dan para penulis besar tempo dulu juga banyak bernasib sama, yakni alam sekitar dirinya belum mampu memahami kilau jangkauan cahayanya.

Kedatangan para insan kreatif yang tidak menembusi koran, tapi juga menyuarakan jamannya yang berhembusan di pinggiran. Masih saja dipandang sebelah mata, oleh yang sudah lama berakar di media. Jikalau mengurai ini, tentu butuh waktu serius meneliti kandungan karya-karyanya. Tidakkah kita tengok, sejarah sastra Indonesia yang terbangun berawal media massa -koran, ada banyak kelemahan. Ada beberapa sastrawan yang harum namanya di koran-koran selaksa kembang berabadi. Mewujud perbincangan deras menyerupai kekisah sastrawan dunia di masanya. Tetapi mental bersastranya tanggung, tenggelam sudah tidak berkarya, namun masih kerap disebut-sebut orang seangkatan serta dibawahnya.

Ada puluhan penyair ternama menjelma penanda di masanya. Karya-karyanya terhimpun antologi puisi, cerpen, leksikon pula bebentuk dokumentasi terkemuka lain. Namun karena pensiun tidak berkarya, tinggallah bayang-bayang nama, bagiku ini seperti bayi-bayi besar. Dari sini seakan buyar istilah sastrawan di Tanah Air? Sebutan itu seyogyanya untuk yang terbukti setia atau telah mewarnai hasana kesusastraan di negerinya.

Atas telisik pernah kulakukan lewat nguping pun bertanya langsung dengan yang dulu namanya menjadi sorotan, tapi kini mandek. Pula ada masih ingin menulis, tetapi sudah merasa tiada kemampuan lebih. Malah ada yang menganggap hidup dengan menulis itu sia-sia. Yang terakhir bertolak sungguh sedari keadaannya dulu merasa sastrawan ampuh?

Kebanyakan yang berhenti berkarya, selepas menemukan lahan empuk pendapatan hingga terbelit kesibukan. Sampai ruang-waktu perenungan hayati demi berkarya, sudah tidak ditemukan lagi dalam lekuk-leliku hari-harinya. Ada sepertinya ragu-ragu kembali menulis, entah menyiapkan karya terbaik, dengan tidak memunculkan buku atau di koran. Pun pula perkembangan tulisannya tidak setangguh gairah awal. Orang macam ini kebanyakan puas keadaan, merasa berhasil menjadi sastrawan dahsyat, lalu ada sikap merendahkan pendatang baru. Dengan membincangkan kisahnya dulu, sambil bercerita hikayat penulis dunia, seolah-olah telah tersemat dalam lelaku hidupnya.

Yang paling menggelitik bercampur aneh, menganggap kegiataan menulis itu sia-sia, setelah peroleh pekerjaan mapan. Sambil melirik sebelah mata kepada kawannya yang terus bergelut di bencah tanah hitam tinta. Dari tiga wajah di atas, dapat ditangkap dua muka pada kaca benggala. Merasa puas, kedua merasakan hadirnya kegagalan di tengah laluan. Yang pertama masih bergerak di dunia penulisan, tapi energinya melemah tidak segencar awal atau karyanya tak setangguh kemunculannya tapi terus mensyiarkan diri. Sambil melihat pendatang baru bermimik culas, laksana penulis-penulis anyar itu badut-badut di hadapannya. Yang merasa gagal tiadanya keinginan menulis lagi, kita anggap saja ruh kepenulisannya telah lenyap, maka tidak perlu diperbincangkan di sini.

Aku kira yang patut ditempa pertama kali sebelum menjadi penulis, ialah niatan menggelombang, menggerus batuan karang waktu berulang-ulang. Maka kawan-kawan bertanya padaku: “Bagaimana menjadi penulis?” Aku kerap berkata: “Kalau ingin harus sampai mati, jika tidak, jangan. Sebab itu ngerusuhi ruangan pun membuat hidupmu sia-sia.” (jawaban dari kata sia-sia di atas). Atau aku melukiskan: “Di Indonesia penyairnya sudah banyak, mungkin kelewat seribuan lebih, jikalau menelisiki ke seluruh kepulauan di Nusantara. Antara yang sudah jadi, akan jadi, jadi-jadian pun iseng menggurit kata-kata. Bayangkan setiap kota besar ada berapa, hingga pelosok seterusnya. Semua ingin menyerupai sosok penulis kondang, seperti para sastarawan dunia dalam buku-buku yang dibacanya.”

Kalau tetap ngotot, aku bilang: “Ya siap-siap saja suntuk setiap hari, membaca menulis mendekati gila atau mati berkali-kali. Sebab tanpa itu, karyamu kelak tidak memiliki keistimewaan alias kebanyakan, pengekor urutan kesekian.” Sambil aku katakan: “Jangan mencontoh diriku, lihat mereka yang sudah mapan, sebab diriku bisa saja berhenti dan kau malu menyaksikan ulahku.” Kala seperti itu, dendam rinduku semakin menggebu, ingin punya kepribadian sebagaimana sastrawan matang, bukan karbitan.

Jikalau melihat bentukan karya di media massa, kebanyakan seragam mengikuti kecenderungan redakturnya. Atau senafas gaya kepenulisan pendirinya, para redaksi awal yang sastrawan, dan dianggap menjadi penanggung jawab, seolah telah menciptakan madzab kesusastraan tersendiri. Sehingga sulit karya-karya masuk, yang tak sesuai corak dianutnya. Mungkin dari sini, istilah kompromi dengan media itu muncul. Bagi jiwaku yang belia, jalan hidup ialah keyakinan. Di sana tiada bahasa kompromi, namun sikap saling menghargai di atas hasana sungguh ingin dicapai pula ditanggung beratnya, meski berbeda.

Paling fatal andai redaksinya kurang faham sastra pun lingkup sejarah susastra serta perkembangan dalam gairah jamannya. Dan setiap hari disibukkan naskah yang masuk, seakan kerja pegawai negeri ambil gampangnya. Maka bibit-bibit berbakat kurang muncul, pula seakan menganggap tulisan para senior semuanya layak dimuat. Di sebalik itu timbul rasa ingin dihargai lebih, sebagai penelor orang hebat, egonya bersayap, laksana malaikat penyelamat atau dewa-dewa penumpas kejahatan. Di samping ada redaktur yang berhasrat mengangkat faham dipegangnya, dengan menganggap jenis-jenis karyanya, karya-karya anak didiknya, sudah pantas diperhitungkan di kemudian hari.

Bagiku yang pemula ini, redaktur abadi adalah Tuhan Yang Maha Esa. Dia pembolak-balik warna jaman seadil-adilnya. Menghargai yang gigih dalam lingkup perjuangan ikhlas menempuh nasibnya. Tiada bentuk rekayasa di dalamnya, hanya kesungguhan insan menggerus saling menghargai sesama makhluk di bawah kaki kuasa-Nya. Maka terpetiklah, kegagalan melahirkan bayi-bayi besar itu, sebab terlanjur diangkat terlampau tinggi para pencetaknya. Yang belum sesuai karya, serta jerih usaha yang barusan sejumput di dalam kehidupannya. Itu langkah kedholiman alias menempatkan sesuatu tidak pada letak semestinya. Menyundul ke langit-langit kepuasan, bayangannya meraksasa, seagung kemuliaan, seperti sastarawan dunia yang diandaikan.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati