Selasa, 09 November 2010

Kritik Sastra Indonesia dari Australia

Judul : Reading Matters: An Examination of Plurality of Meaning in Indonesian
Fiction 1980-1995 (Membaca, dan Membaca Lagi, [Re]interpretasi Fiksi Indonesia 1980-1995
Penulis : Pamela Allen
Penerjemah : Bakdi Soemanto
Penerbit : Indonesiatera, Magelang, Cetakan I, tahun 2004
Tebal : xxxii + 318 halaman
Peresensi: Nurhadi BW*
http://www2.kompas.com/

TIDAK banyak kritikus sastra Indonesia dari luar negeri. Kebanyakan kritikus yang jumlahnya sedikit itu adalah para pengamat Indonesia atau Indonesianis yang memfokuskan kajiannya tidak hanya pada sastra, tetapi juga terhadap budaya, sosial, ekonomi, juga politik Indonesia sebagai studi kawasan.

Indonesia sendiri bukanlah kesusastraan yang telah berumur tua. Kesusastraan ini lahir pada awal abad ke-20 atau akhir abad ke-19. Berbeda dengan kesusastraan Jawa yang jauh lebih tua dan banyak menjadi kajian kritikus asing, khususnya Belanda, sehingga nama semacam Zoetmulder (dengan Kalangwan-nya) yang telah lama menetap di Indonesia sudah menjadi bagian integral mengenai sastra Jawa.

Dalam sejumlah ensiklopedia mengenai kesusastraan dunia, kesusastraan Indonesia sering kali tidak dimasukkan atau dijadikan entri. Selain tradisi sastra Barat, sastra lain yang sering dijadikan entri, misalnya, sastra China, Jepang, India, Arab, dan Israel, bahkan terkadang malah Filipina.

Dari sedikit kritikus negara lain yang mengkaji kesusastraan Indonesia, yang paling terkenal tentu saja A Teeuw dari Belanda. Kemudian Claudine Salmon dari Perancis yang banyak mengkaji sastra Indonesia Tionghoa, atau Harry Aveling dan Keith Foulcher dari Australia. Selain itu, dapat disebut tokoh-tokoh lain semacam Henri Chambert-Loir, VI Braginsky, E Ulrich Kratz, Doris Jedamsky, dan Pamela Allen.

Pamela Allen adalah seorang dosen dan peneliti studi Indonesia, khususnya bidang bahasa dan sastra, dari University of Tasmania, Australia. Selain itu, Allen juga seorang penerjemah sastra, baik Indonesia-Inggris maupun Inggris-Indonesia, yang telah diterbitkan di sejumlah media massa seperti di The Jakarta Post dan Menagerie (Jakarta: Lontar). Pada pertengahan tahun lalu bukunya yang berasal dari disertasinya, Reading Matters: An Examination of Plurality of Meaning in Indonesian Fiction 1980-1995, yang diterjemahkan oleh Bakdi Soemanto menjadi Membaca, dan Membaca Lagi, [Re]interpretasi Fiksi Indonesia 1980-1995, diterbitkan di Indonesia.

Kajian Pamela Allen atas dua belas novel Indonesia periode waktu tersebut sebenarnya beranjak dari teori-teori respons-pembaca yang mutakhir, seperti kajian materialisme kultural, post-modern, dan post-kolonial. Kedua belas novel yang menjadi subyek kajian Allen adalah karya-karya tetralogi Pramoedya Ananta Toer (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, Rumah Kaca), tiga novel Mangunwijaya (Burung-Burung Manyar, Durga Umayi, Burung-Burung Rantau), dan karya-karya Putu Wijaya (Sobat, Perang, Teror, Kroco, Byar Pet).

PADA landasan teorinya, Pamela Allen menguraikan relativitas makna dalam sebuah teks yang didasarkan pada sejumlah pendapat dalam kawasan teori respons-pembaca atau kekuatan-pembaca menurut istilah Belsey. Meskipun fokus dan posisi kritisnya bervariasi, menurut Allen, pendekatan-pendekatan dalam kritik sastra itu mempertanyakan obyektivitas teks tersebut. Dalam praktik itu, berarti penaksiran-kembali dan penataan-kembali peran pengarang, pembaca, dan teks tersebut dalam proses “menciptakan” suatu karya sastra. Kalau sebuah teks tertentu dulu dianggap sebagai satu produk dari pengarangnya, dan oleh karena itu dianggap penting dan menjadi “harta milik” pengarang itu; pendekatan kritis “kekuatan pembaca” akan menolak pendapat tentang pengarang sebagai penjaga makna dalam sebuah teks. Pendek kata, menurut Allen, teks itu bebas dari “tirani pengarang” (halaman 1).

Pada bagian ini Pamela Allen mengutip sejumlah tokoh yang mengkaji masalah interpretasi teks, mulai dari Hirsch, Juhl, Wimsatt dan Beardsley, Barthes, Derrida, Gibson, Riffaterre, Poulet, Jauss, Iser, Fish, dan kemudian memfokuskan kajian teorinya pada pemikiran tiga tokoh interpretasi yang lebih kemudian, yakni Eco, Belsey, dan Easthope.

Buku Membaca, dan Membaca Lagi ini terdiri atas enam bab: (1) Pokok-pokok Masalah dalam Interpretasi, (2) Kisah-kisah Nasion (I)-Realisme Sosial, (3) Kisah-kisah Nasion (II)-Neo Regionalisme, (4) Anti Intelektualisme: Alegori, Imaji, dan Sastra Teror, (5) Pembacaan Pasca-modernis, dan (6) Pembacaan Pasca-kolonial. Buku ini diawali dengan sebuah pengantar dari Prof Dr Benny Hoed, pengantar dari penulis, dan intisari, serta diakhiri dengan sebuah kesimpulan.

Dari hasil analisisnya, Allen menyatakan bahwa iklim sastra Indonesia pada periode 1980-1995 ditandai oleh perputaran perdebatan sastra, di antaranya yang paling umum adalah masalah seni berpihak dan kemungkinan universalisme dalam sastra, atau yang lebih dikenal dengan Polemik Sastra Kontekstual. Keterlibatan politik dalam sastra sering diutamakan dalam diskusi-diskusi sastra, baik dari sudut pandang pengaruh rezim politik kala itu terhadap tindakan penulisan kreatif itu sendiri, dan sampai di mana karya-karya individual seharusnya dibaca sebagai pernyataan politik. Yang berbaring di belakang perdebatan tersebut adalah tumbuhnya suatu sastra antirealis, yang menuntut tempatnya di samping realisme yang menjadi basis dari novel Indonesia periode modern.

Periode tersebut juga ditandai oleh minat yang direvitalisasi dalam tradisi regional. Ini digabungkan ke dalam pertunjukan teatrikal dan karya-karya sastra dalam cara-cara yang terkadang melayani kebutuhan pemerintah Orde Baru untuk keselarasan dan stabilitas yang justru merupakan tantangan pada kebijakan-kebijakan itu sendiri (halaman 251).

KETIGA penulis yang dibicarakan dalam buku Allen ini mewakili berbagai titik pada kontinum realis-antirealis dan kontinum nasionalis-neo-regionalis. Karya-karya Pramoedya jatuh persis pada ujung keduanya: realis dan nasionalis. Karya-karya Mangunwijaya mencerminkan realitas yang bisa dikenali-nasion Indonesia-yang menggabungkan beberapa unsur eksperimentasi, fantasi, dan tradisi wayang. Karya-karya Putu Wijaya, sebaliknya, merupakan antitesis dari tulisan Pramoedya: fantastik dan bersifat tidak langsung, dan Putu mencampur hal tersebut dengan pinjaman-pinjaman liberal dari tradisi Bali dan Jawa.

Meskipun neoregionalisme merupakan ciri yang penting dalam beberapa karya Putu Wijaya dan Mangunwijaya, mereka memasukkan wayang ke dalam karya mereka dalam cara-cara yang amat berbeda. Mangunwijaya merajut acuan dan analogi wayang ke dalam wacana yang sebagian besar realis, sementara Putu Wijaya mengambil lisensi besar sekali dengan Mahabarata dalam narasi-narasinya yang diskursif dan fantastik.

Berlawanan dengan hal tersebut, narasi “tetralogi Pulau Buru” Pramoedya tidak mengandung jejak tradisi regional seperti yang diambil Mangunwijaya dan Putu Wijaya. Tetralogi itu ditulis dalam tradisi realisme yang murni, dengan mencerminkan keterlibatan Pramoedya pada proyek modernis dan penolakannya terhadap banyak unsur kebudayaan regional “feodal” yang ia anggap bertentangan dengan kemajuan bangsanya (halaman 252).

Dalam novel-novel Pram, suara pengarang itu terdengar paling jelas dalam kisah-kisah ketika Minke bergelut melawan warisan Jawanya, khususnya pada bagian yang mengisahkan interaksi Minke dengan ibunya. Menurut Allen, penolakan Pramoedya terhadap warisan Jawanya jauh lebih tegas daripada penolakan Minke dan, oleh karena itu, ia sungguh-sungguh berselisih paham dengan Ngugi Wa Thiong’o yang menyatakan bahwa menolak bahasa-ibu seseorang akan menghapuskan identitas diri kultural orang tersebut. Pramoedya juga tidak akan menyetujui pernyataan Memmi tentang buruknya pendidikan kolonial; Pram malah bersyukur atas pendidikan Belanda yang ia terima.

Demikian pula dalam Burung-Burung Manyar, dalam konteks pembacaan post-kolonial, kita sering “mendengar” keyakinan Mangunwijaya bahwa dekolonisasi seharusnya merupakan proses menolak kolonisasi tanpa perlu menolak orang Belanda. Hibriditas Teto, tokoh utama Burung-Burung Manyar, merupakan pernyataan politik Mangunwijaya dan sumbangan pemikirannya terhadap kondisi “pasca-Indonesia” yang amat heterogen.

Novel-novel Putu Wijaya yang interogatif (dan justru tidak bersifat deklaratif atau imperatif) menampilkan suara pengarangnya yang hadir dalam bentuk yang lebih menengahi. Suara pengarang itu hadir karena memang diajukan Putu dalam novel-novelnya yang juga ia ajukan dalam esai dan wawancaranya guna mengerti makna dan keberadaan manusia (halaman 255).

Pembacaan Pamela Allen memang berangkat dari tiga model pembacaan: 1) materialisme kultural dari Raymond William, 2) pembacaan post-modern, dan 3) pembacaan post-kolonial. Dalam kajian teorinya, Allen mengemukakan sejumlah teori yang membebaskan teks dari pengarangnya; meski demikian, dia mengakui suara pengarang tidak dapat “dibungkam” dalam analisisnya ini. Dengan begitu, pembacaan atas karya-karya Pramoedya, Mangunwijaya, dan Putu Wijaya dalam konstelasi kesusastraan dan kondisi sosial politik Indonesia pada umumnya menjadi lebih lengkap dan menarik, apalagi dia orang Australia yang melihat Indonesia dari luar.

Kajian Allen terhadap ketiga karya pengarang besar pada periode akhir abad ke-20 itu merupakan suatu angin segar dalam kritik Indonesia, apalagi kritik sastra Indonesia telah kehilangan “Paus Kritik Sastra Indonesia” HB Jassin. Publikasi atas karya-karya ilmiah semacam disertasi ini merupakan hal yang positif sehingga publik dapat mengikuti perkembangan keilmuan, khususnya kritik sastra, sehingga tidak terkurung dalam menara gading perpustakaan yang hanya dapat dibaca di tempat dan dilarang untuk mengopinya. Juga termasuk terjemahan semacam ini yang turut menyemarakkan kritik sastra Indonesia.

*) Dosen FBS Universitas Negeri Yogyakarta, Kini Tengah Mengikuti Program S3 Sastra di UGM Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati