WARS WITHIN
Penulis: Janet Steele, @2005
Penerbit: EQUINOX dan ISEAS, xxxiv + 328 halaman
Peresensi: Martin Aleida*
http://www.gatra.com/
Menelisik seluruh halaman buku ini, versi Indonesia diluncurkan akhir bulan lalu, kelihatanlah batang tubuh Tempo pekat berbalur kompromi, untuk tidak mengatakan berserah diri kepada kekuasaan. Ketika akan menurunkan laporan mengenai peristiwa Tanjung Priok, September 1984, misalnya, penulis masalah nasional, Susanto Pudjomartono (SP), yang punya hubungan erat dengan L.B. Moerdani (LBM), ternyata lebih dulu minta izin kepada Panglima ABRI itu. Kedekatan dengan penguasa seperti itu bisa menimbulkan polarisasi sikap politik di kandang wartawan sendiri. Semacam “perang” kepentingan muncul dalam “episode Priok”.
Reporter (ketika itu), Bambang Harymurti (BH), memiliki rekaman pidato Amir Biki, yang jadi pemicu demonstrasi dan pertumpahan darah selepas salat subuh itu, tidak serta-merta menyerahkan tape kepada SP. Sebab ada kecemasan “kemungkinan SP akan menunjukkannya kepada LBM”. Sikap kompromistis, supaya bisa bertahan hidup, ini dipaparkan dalam kisah panjang yang ditulis Janet Steele dari George Washington University bahwa Tempo adalah “an independent magazine in Soeharto’s Indonesia” ternyata tak lebih dari sebuah sinisme yang tidak disengaja.
Setelah menikmati kehidupan pers yang relatif bebas sejak terbit pada awal Maret 1971, Tempo pertama kali dibredel tahun 1982. Pemimpin Redaksi Goenawan Mohamad (GM), dalam rapat yang diliputi suasana resah, dengan muka tegang menyerukan: “Tiarap…!” Strategi kelangsungan hidup dirancang, dan wartawan dianjurkan melobi para pejabat pemerintah. GM sendiri, bagaikan penyair-pertapa turun gunung, mendekati Menteri Sekneg Moerdiono. Mereka acapkali terlihat main tenis. Sikap menenggang penguasa menyebabkan banyak berita yang diketahui wartawan harus ditelan sendiri. Kata SP, “Hanya lima atau 10 persen yang bisa kami laporkan. Memantau berita (jadi) lebih penting dibandingkan menulis.”
Mengagumkan, juga bikin tercengang, untuk apa dan dikemanakan berita-berita itu kalau memang tak bisa dimuat? Disimpan di dalam file? Dioper ke wartawan-wartawan asing yang beroperasi di sini? Dijadikan bahan tawar-menawar? Atau mau ditulis kelak di suatu masa? Tak ada jawaban. Karena Janet yang sedang jatuh hati rupanya tidak tergoda bertanya mengenai cacat yang satu ini.
Tanpa pesaing yang berarti, Tempo bergelimang kemakmuran. Tahun 1993, GM mengumumkan niat mundur sebagai pemimpin redaksi, dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang nomor dua, wartawan flamboyan Fikri Jufri (FJ). Penulis masalah ekonomi dan bisnis yang tajam dan memikat ini adalah kutub yang lain. Dia tak punya pengikut, apalagi pengagum, sebagaimana GM. Niat GM untuk “lengser” menimbulkan guncangan pada biduk yang sedang berlayar laju. “Kalau ini adalah bagian dari strategi, maka orang yang berada di atas seharusnya tidak berdiri di pihak siapa pun. Goenawan adalah orang yang semacam itu. Tetapi Fikri tidak. Jadi, inilah yang telah menggoyang keseimbangan,” urai BH.
Kata-kata bersayap GM tentang “cita-cita kita yang sama mengenai jurnalistik”, yang dia ucapkan dalam rapat persiapan 15 Januari 1971, kurang dari dua bulan sebelum Tempo terbit (6 Maret 1971), telah terbang disapu angin lalu. Para wartawan yang dianjurkan melobi kanan-kiri ternyata telah lupa pulang ke rumah sendiri. Yang menuntun mereka bukan lagi “cita-cita kita yang sama”, melainkan Paduka Tuan yang menjadi teman dekat sekaligus sumber berita dan gantungan hidup di masa depan yang tidak pasti. Para wartawan terperangkap dalam kutub-kutub lobi mereka. Masing-masing wartawan tambah merapat dengan lobi dan kian mendurhakai tuan mereka.
Adapun di luar, laut gonjang-ganjing. Tahun 1988, Soeharto menggeser LBM dari Panglima ABRI menjadi Menteri Hankam. Tahun 1993, jabatan yang kurang penting itu dicopot pula. Walaupun tak terbuka, LBM dikabarkan telah memihak suara publik “di bawah tanah” dan bersikap kritis terhadap Soeharto. “Pembangkangan” tokoh militer ini mendorong Soeharto cari dukungan kalangan muslim, dengan Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), B.J. Habibie, sebagai perlambang.
Pada 11 Juni 1994, Tempo menurunkan laporan utama tentang pertikaian di pemerintahan seputar pembelian 39 kapal perang bekas dari Jerman Timur. Harga belinya dianggap tidak pantas serta konflik Menteri Ristek B.J. Habibie dengan Menteri Keuangan Mar’ie Muhammad. Beberapa perwira tinggi, terutama dari Angkatan Laut, tidak setuju pembelian armada kapal bekas itu dan menganggap Habibie menggerogoti wewenang mereka.
Menurut FJ kepada penulis tinjauan buku ini, Tempo memutuskan laporan itu karena “uang rakyat yang tidak kecil telah disalahgunakan”. Itulah, katanya, pertimbangan rapat redaksi memilih, bukan kemauannya sendiri. Tetapi wartawan Tempo Agus Basri, penulis laporan utama mengenai Habibie dan ICMI, beberapa pekan sebelumnya kepada Janet Steele menyebutkan, dipilihnya topik kapal perang rongsokan dari Jerman Timur itu “punya maksud tertentu”.
Menurut Agus lagi, ketika tersiar kabar, satu dari kapal perang butut itu tenggelam dalam pelayaran ke Indonesia, FJ jingkrak-jingkrak bersyukur dan berteriak sinis, “Alhamdulillah!” Kelihatannya tak ada lagi yang lebih menyakitkan FJ daripada tuduhan kedekatannya pada LBM sebagai penyebab bencana pembredelan. Penyair yang dia kagumi, kawan seperjuangannya sendiri, GM, ikut meningkahi suara gendang yang menggiring Fikri hingga terpojok.
Agus Basri memoleskan warna yang buruk pada wajah teman sejawatnya sendiri, dengan menceritakan bahwa Max Wangkar, yang menulis laporan utama, “punya masalah dengan Habibie”. Max, katanya, Kristen, lulusan sekolah teologi. Dengan “analisis” pandir seperti itu, menurut Janet, jelaslah suasana dalam majalah itu sungguh telah dipenuhi racun dan bisa.
***
Wars Within hanya terpikat pada penggalan kedua dan terakhir dari sejarah Tempo. Sumbernya, selain GM, terlalu terpusat pada BH, yang sebenarnya baru tampil di babak kedua dari perjalanan hidup majalah itu. Memang, sebelum 1980-an, benturan dengan kekuasaan tidak begitu sengit. Tetapi peperangan melawan birokrasi internal cukup seru. “Raksasa” seperti Christianto Wibisono dan Usamah (karena kasus pemberitaan dan keuangan) sampai terjungkal. Dan di atas segalanya, orang setangguh sastrawan-wartawan Bur Rasuanto pun tak cukup kuat untuk bertahan.
Edisi pertama Tempo dicetak 12.500. Terjual habis. Terbitan kedua dilipatduakan. Habis! Awal 1980-an, tirasnya berkisar 160.000. Kemajuan pesat ini tidak diikuti manajemen yang baik. Jadwal terbit selalu telat. Bur, yang memimpin majalah itu ke dalam, kelimpungan menghadapinya. Berbagai kiat dilakukannya. Pernah ada “hadiah” sebulan gaji untuk yang paling produktif. Tapi, karena protes dari wartawan yang kalah, permainan itu distop.
Bur yang berdarah Komering itu tak tahan melihat naskah-naskah yang menumpuk. Di kantor cikal-bakal Tempo, Jalan Senen Raya, di seberang pegadaian sekarang, suatu hari yang nahas, Bur menyambar naskah yang menganggur. Dia memang penulis cepat. Tulisan yang dirampungkannya itu dia turunkan. Redaktur bersangkutan melapor kepada GM bahwa Bur menabrak prosedur. GM “ngalemin” si tukang protes.
Bur jadi naik darah. “Ah, kau juga…,” katanya berang, seraya melayangkan segelas kopi ke muka GM. Tapi luput, gelas itu pecah membentur dinding! GM tak tepercik setetes pun. Seminggu setelah “gelas terbang” itu, rapat besar digelar di Gedung Pembangunan Jaya, Jalan Thamrin, Jakarta. Eric Samola, pemimpin umum, menegaskan “tak ada harta milik perusahaan, sekecil apa pun, yang boleh dirusak”. Esoknya, dan untuk selamanya, Bur Rasuanto sudah tidak bersama majalah itu lagi.
Janet juga tidak menyinggung “idealisme” Tempo yang begitu memikat pada mulanya. Laporan-laporannya sering tidak ditemukan di koran atau media lain. Bahkan sempat jadi sumber berita bagi koran terpandang: Kompas, Sinar Harapan, The Straits Times Singapura, kantor berita AFP dan Reuters. Namun, melalui satu rapat di Wisma Tempo, Sirnagalih, dekat Puncak Pass, “bendera” kebanggaan itu diturunkan. Tak seperti biasa, GM membuka rapat dengan naskah di tangan. Intinya, perubahan orientasi, dari majalah yang dinanti-nanti karena beritanya eksklusif menjadi majalah yang “mengekor”. Beberapa wartawan menentang pembalikan haluan itu. Dengan segelintir oposisi dan floor yang mengamini GM, maka tumbanglah sudah “bendera” Tempo. Dia tinggal hanya sedikit lebih berharga dari rangkuman kliping koran.
Enam tahun Janet melakukan penelitian untuk proyeknya ini. Mungkin masih ada kesalahan yang kurang berarti dalam kisahnya tentang sepenggal sejarah pers dari satu negeri yang jauh. Dan dia menulisnya dengan empati, sementara orang lokal, terutama orang Tempo sendiri, belum sempat berpikir menuliskan riwayatnya sendiri yang begitu kaya dan sarat dengan ironi.
*) Wartawan Tempo 1971-1984
[Buku, Gatra Nomor 43 Beredar Kamis, 6 Septemberi 2007]
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar