Gunawan Budi Susanto
http://www.suaramerdeka.com/Senin, 01 Mei 2006
INNA lillahi wa inna ilaihi rajiun. Pramoedya Ananta Toer tak pernah menyerah di bawah kepongahan dan kebebalan (kekuasaan) manusia. Namun kini, mau tak mau, dia harus menyerah di bawah kuasa ilahi.
Ya, Minggu (30/4) kemarin pukul 08.30, dia mengembuskan napas terakhir dalam rengkuhan keluarga tercinta. Kini Pram telah pergi, meninggalkan bumi manusia.
Sebelumnya, pada saat kritis Pram sempat menceletuk bahwa kaum muda harus melahirkan pemimpin. Dia memang senantiasa menumpukan harapan akan perubahan ke arah kehidupan (berbangsa dan bernegara) yang jauh lebih baik pada kaum muda. Dia sudah kehilangan kepercayaan kepada generasi tua, termasuk generasi seangkatannya.
Menurut penilaian dia, mereka tak mampu mengelola negara ini menjadi lebih beradab dan bermartabat. Cuma kaum mudalah, ujar dia pada berbagai kesempatan, yang harus ambil peranan: merebut kesempatan dan menjadi pemimpin di segenap sektor kehidupan.
Pramoedya Ananta Toer dilahirkan di Jetis, Blora, 6 Februari 1925. Dia anak sulung sulung M Toer, aktivis politik dan sosial terkemuka di kota kecil itu. Sang ayah pernah menjadi Kepala Sekolah Institoet Boedi Oetomo, menggantikan dokter Soetomo yang pindah ke Surabaya.
Pramoedya telah menelurkan ratusan tulisan, baik fiksi maupun nonfiksi, baik karya asli maupun terjemahan. Karya paling monumental adalah tetralogi Buru, Bumi Manusia, Jejak Langkah, Anak Semua Bangsa, dan Rumah Kaca. Itulah sebagian karya yang dia tulis di pengasingan, di Pulau Buru, berbelas tahun pada masa pemerintahan Soeharto.
Dia dikenal sebagai sosok kontroversial, baik sebagai pengarang maupun aktivis kebudayaan. Dia senantiasa memperjuangkan kebebasan (kreatif). Namun justru karena itulah dia kerap tertelikung di balik jeruji penjara. Pada masa kolonial, dia dipenjara karena keberpihakannya pada kemerdekaan bangsa ini. Tahun 1961, pemerintahan Soekarno memenjara dia akibat menulis buku Hoakiau di Indonesia – wujud keberpihakan pada kebenaran sejarah dan keadilan bagi kelompok minoritas.
Sebagai pemuncak, pada masa Orde Baru, Pram harus “menikmati” belasan tahun hidup di berbagai penjara karena peranannya sebagai eksponen Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang dianggap onderbouw Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada 13 Oktober 1965-Juli 1969 dia mendekam di Penjara Salemba, Jakarta. Kemudian dipindah ke Nusakambangan (sampai 16 Agustus 1969), Pulau Buru (sampai 12 November 1979), serta Penjara Magelang dan Banyumanik, Semarang (sampai Desember 1979).
Pulang dari pengasingan bukan berarti Pram bebas dari penistaan. Rumahnya terampas serta koleksi buku dan naskahnya dibakar. Dia juga mengalami pembunuhan karakter. Stigma sebagai eksponen komunis, yang tak pernah dibuktikan lewat pengadilan yang adil, jujur, dan terbuka, terus-menerus membayangi kehidupan Pram dan seluruh keluarganya.
Dia ada dan terus berkarya. Namun terus-menerus ditiadakan. Buku-bukunya dilarang beredar. Bahkan para pemuda, antara lain Bonar Tigor Naipospos dan Isti Nugroho di Yogyakarta, yang sekadar membaca dan mendiskusikan karyanya pada paro kedua 1980-an harus meringkuk di penjara. Berkali ulang penulis novel Koroepsi (1954) itu diunggulkan untuk menerima hadiah Nobel kesusastraan. Namun konon karena lobi pemerintahan Soeharto, suami Maemunah Thamrin, kemenakan pahlawan nasional Mohamad Husni Thamrin, itu tak pernah memperoleh anugerah tersebut.
Akan tetapi berbagai hadiah dan penghargaan lain telah lebih dari cukup mengukuhkan peran pria perokok berat yang dinobatkan sebagai orang paling berpengaruh oleh majalah Time itu. Dia menerima antara lain anugerah Freedom to Write Award dari PEN American Center (1988), The Fund for Free Expression, AS (1989), Wertheim Award, Belanda (1995), Ramon Magsaysay Award, Filipina (1995), Partai Demokratik Rakyat Award (1996), Unesco Madanjeet Singh Prize (1996), doctor of humane letters dari University of Michigan, Madison, AS (1999), Chanceller’s Distinguished Honor Award dari University of California, Berkeley, AS (1999), Chevalier de l’Ordre des Art et des Letters dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Prancis (1999), New York Foundation for the Art Award, AS (2000), Fukuoka Cultural Grand Prize, Jepang (2000), dan Centenario Pablo Neruda, Cile (2004).
Pengumuman Yayasan Magsaysay, 19 Juli 1995, yang hendak memberikan penghargaan bidang sastra dan jurnalistik kepada Pramoedya memunculkan kehebohan. Pada 29 Juli 1995, 26 orang antara lain Mochtar Lubis, Rendra, dan Taufiq Ismail mempertanyakan pemberian hadiah itu. Mereka berpendapat Pram tak layak memperoleh penghargaan karena bertanggung jawab atas pengekangan kebebasan kreatif dan berpendapat pada masa paling gelap dalam sejarah kreativitas di negeri ini (1959-1965).
Mochtar Lubis bahkan bersikap lebih keras. Dia mengembalikan uang hadiah uang dari lembaga itu dengan mencicil – hadiah sama yang dia peroleh jauh sebelum Pram. Pemerintah juga menghambat kepergian Pram ke Filipina untuk menerima penghargaan. Akhirnya Maemunah Thamrin-lah yang datang ke negeri yang lebih bisa menghargai prestasi dan sumbangan Pram terhadap kemanusiaan itu ketimbang di negeri sendiri.
Sikap Mochtar Lubis dan kawan-kawan direspons kaum muda, antara lain Ariel Heryanto, Sitok Srengenge, Sutanto (Mendut), Sosiawan Leak, dan Tan Lioe Ie, dengan mengumumkan “Pernyataan Kaum Muda untuk Kebudayaan”. Dalam pernyataan sikap yang ditandatangani 26 pemuda dari berbagai kota di Indonesia itu, mereka menilai sikap Mochtar Lubis dan kawan-kawan merupakan pewarisan dendam masa lalu dan pengobaran kembali prasangka politik. Bagi mereka, langkah itu jelas menghambat demokratisasi yang bertumpu pada kejujuran, keadilan, sikap kritis, serta kedewasaan sikap dan nurani.
Kontroversi sosok penerjemah Mother karya masterpiece Maxim Gorki menjadi Ibunda (1958) itu tampak pula, misalnya, dari kesediaan dia memenuhi permintaan Gus Dur datang ke Istana Negara pada hari-hari awal sang kiai itu menjadi presiden. Saat itu Gus Dur bertanya soal visi kemaritiman karena tahu betapa mendalam dan visioner pandangan Pram mengenai perkara itu. Banyak orang heran, namun tak menyadari bahwa visi itu telah tertuang secara menarik dan dramatis dalam novel Arus Balik (1995).
Namun, beberapa waktu kemudian, dia memboyakkan Gus Dur yang meminta maaf, baik sebagai pemimpin NU maupun pemimpin bangsa ini, atas keterlibatan jamaah NU dalam pembunuhan massal pasca-G30S 1965. Bagi Pram, rekonsiliasi bangsa ini hanya mungkin jika seluruh komponen mau mengakui secara jujur apa yang telah terjadi. Dan, kemudian mengubah keadaan menjadi lebih baik melalui pembangunan sistem hukum yang berkeadilan. Itu, menurut pendapat dia, tidak mungkin tercapai cuma lewat omongan. Namun harus diwujudkan dalam tindakan nyata.
Lihatlah pula, betapapun dicegah beredar di negeri sendiri, karya-karya Pram tak terhalangi untuk diterjemahkan ke dalam lebih dari 40 bahasa di dunia. Karya-karya itu bakal tetap hidup, meski Pram sendiri telah pergi, sekali lagi, meninggalkan bumi manusia menuju ke keabadian.
Ya, dia meninggalkan bumi manusia, tempat selama ini dia nyaris senantiasa disalahpahami. Namun dia juga meninggalkan Bumi Manusia, karya yang akan senantiasa dibaca dan dibaca lagi oleh orang-orang di berbagai belahan bumi ini. Itulah karya kemanusiaan yang abadi. Karya-karya, yang menurut penilaian The Washington Post Book Review, muncul dari seorang master, seseorang yang berkecerdasan brilian dalam menata jejaring motivasi, karakter, dan emosi. Selamat, Pram, selamat jalan!
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar