Senin, 06 Desember 2010

Kebebasan Publikasi, Tantangan Berbahaya

Y. Thendra BP
http://sastra-indonesia.com/

“Penyair muda sepertinya berpikir yang dibutuhkan adalah mesin tik dan beberapa potong kertas. Mereka tidak siap, mereka tidak memiliki persiapan sama sekali.”

Begitulah ucapan Charles Bukowski—dikutip dari Hot Water Music, 1995—penyair Beat Generation gelombang ke dua, yang terkenal karena vitalitasnya bertahan hidup dan peminum berat di masyarakat pinggiran. Sebelum memulai karirnya sebagai penyair, Bukowski bekerja dalam pekerjaan kasar dan jurnalis di Harlequin. Dia digambarkan oleh Jean Genet dan Jean-Paul Sartre sebagai penyair Amerika terbesar.

Setelah lulus dari Los Angeles High School, Bukowski belajar selama setahun di Los Angeles City College, mengambil kursus jurnalistik dan sastra. Dia meninggalkan rumah pada tahun 1941 –ayahnya telah membaca cerita-ceritanya dan melemparkan barang-barang miliknya ke halaman. Ia pernah bekerja di pom bensin, operator lift, sopir truk, buruh pabrik biskuit, dan di kantor pos. Pada usia tiga puluh lima dia mulai menulis puisi.

Melihat perjalanan hidup Bukowski, agaknya bisa membantah pameo antara aktor dan penyair yang ditulis oleh Boleslawski dalam buku Enam Pelajaran Pertama bagi Calon Aktor (terjemahan Asrul Sani)—aktor dan penyair datang ke sebuah pertunjukan teater, di depan gedung teater mereka melihat pengemis yang sangat menyedihkan, penyair berhasrat menuliskan puisi untuk menggambarkan pengemis itu, sedangkan si aktor tak perlu melakukan apa-apa karena ia ‘merasa’ sudah menjadi pengemis itu, atau dengan kata lain sindiran halus bahwa aktor memiliki empati ‘lebih’ daripada penyair. Benarkah klaim Boleslawski itu? Belum tentu. Sangat belum tentu.

Empati bisa digali dari pengalaman bersentuhan langsung dengan kehidupan, dan itu telah memberi ‘kekuatan’ pada puisi Bukowski. Dimana Bukowski mengaku, 93 persen puisinya adalah otobiografi. Puisinya sangat dipengaruhi oleh keadaan kota tempat tinggalnya. Selain itu, ia juga menulis cerita pendek dan novel.

Secara intrinsik dan ekstrinsik karya Bukowski juga bisa membantah apa yang ditulis oleh ‘manusia hotel’ Iwan Simatupang dalam novel Merahnya Merah: penulis yang tak pernah kena sengatan sinar matahari.

Bisakah spirit dan pergulatan Charles Bukowski ‘memasuki hidup’ yang diretrospeksikannya dalam puisi itu, misalnya, ditemukan pada puisi generasi muda sekarang—yang barangkali adalah Poets Society yang datang dari masa depan—bahwa menulis puisi, khususnya otobiografi maupun liris, bukan sesuatu ‘seolah-olah’ atau khayalan semata, tapi berangkat dari empiris, tak terpisah dari kehidupan (lingkungan), dan tak cuma mengandalkan pada bakat alam. Apalagi, kecenderungan puisi generasi sekarang banyak bermain pada ranah otobiografi dan lirisme.
***

Publikasi yang terbuka luas sekarang ini (koran, majalah, buletin, buku, milis, web, blog, facebook, twitter) dan mulai runtuhnya pusat kekuasaan sastra yang kerjanya cuma membaptis kepenyairan seseorang secara arsesif, adalah sebuah kemenangan masa sekaligus tantangan yang berbahaya, yang dimiliki penyair muda!

Pada ruang cyber, dibandingkan media publikasi konvensional (cetak), puisi hadir di publik tidak lagi setelah melalui tangan yang lain, yang masing-masing pemilik tangan tersebut, tentu memiliki selera berbeda-beda.

Namun kebebasan itu, sesungguhnya meminta pertanggungjawaban lebih, agar puisi tidak sekadar kecanggihan bermain bahasa, mengindah-indahkan bahasa (bahasa itu sudah indah!) dan produksi teks dari mesin (komputer) semata. Hal ini juga menjangkiti beberapa penyair yang konon sudah senior. Kegenitan publikasi di media cetak pun cyber, kadang tak ubahnya seperti status di facebook dan twitter, berisi persoalan pribadi yang seolah-olah menyangkut hajat orang banyak.

Wilayah domestik, ruang pribadi, bilik dalam, yang tak menyangkut hajat orang banyak itu tanpa ‘diolah’ tapi tetap dipublikasikan, mengingatkan kita pada infoitament. Lebih mengejar sensasi yang banal. Adakah Selebritis Syndrom juga tengah merasuk dalam sastra kita?

Jika kritik pingsan, jurusan sastra Indonesia mandul, sudah sepatutnya penyair membikin perhitungan habis-habisan dengan puisinya, sebelum puisinya itu melangkah bergelanggang mata orang banyak, bertemu pembaca aktif maupun pasif. Sebagaimana dokter, penyair juga profesi yang menuntut keseriusan dan tanggungjawab agar tidak terjadi malpraktek terhadap karyanya.

Puisi adalah dunia yang menjadi, tulis Chairil Anwar. Bagaimana puisi bisa menjadi ‘dunia yang menjadi’? Inilah tantangan terberat bagi penyair, sesungguhnya. Bukan berapa sering dimuat di media. Lalu berharap dapat undangan resepsi sastra. Apalah guna ikut ‘pesta satra’ itu, jika cuma ibarat mentimun bungkuk yang masuk karung tapi tak masuk hitungan. Jadi tukuk tambah.

Dan apabila puisi menjadi ‘dunia yang menjadi’ itu, agaknya, kita bakal bertemu apa yang disampaikan Konfusius: “Tidak belajar sajak, tidak ada yang bisa dibicarakan.”

Li Po, Jalaludin Rumi, Matsuo Basho, William Shakespeare, Arthur Rimbaud, Rainer Maria Rilke, TS Eliot, Pablo Neruda, menyebut beberapa nama yang cukup familiar di publik sastra kita misalnya, ketika kita membaca puisi mereka, secara diam-diam puisi mereka menyusup ke dalam memori intim, membuat ingatan bersama. Pengalaman penyair, pengalaman pembaca juga.

Bahkan, puisi bisa menjadi spirit bagi zamannya. Allen Ginsberg, lewat puisinya, turut memberi warna pada gerakan Beat Generation di Amerika Serikat tahun 1950-an. Wiji Tukul, penyair cum aktivis asal Solo yang hingga sekarang tidak diketahui keberadaannya, puisinya “Hanya Ada Satu Kata: Lawan! “ Diteriakkan lantang dan jadi simbol perlawanan terhadap rezim Orde Baru oleh mahasiswa pergerakan, hingga runtuhnya rezim para jenderal itu pada tahun 1998.

Pun Chairil Anwar, yang memberi kontribusi terhadap perkembangan puisi modern dan bahasa Indonesia. Meski berusia pendek, ia hanya mempublikasikan sekitar 77 puisi saja, namun bukan kuantitas yang menjadi tolak ukur, melainkan kualitas. Toh, karya seni bukan seperti barang kerajinan yang berorientasi pasar semata (media).

Yang pasti, masa depan perpuisian Indonesia terletak di tangan penyair muda yang berani melawan ucapan Bukowski di awal tulisan ini. Tentu saja dengan “memiliki persiapan” dalam puisi yang mereka ciptakan. Dan karya bukan sekadar produksi teks dari mesin (komputer), tapi teks yang bersumber dari kehidupan.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati