Jumat, 25 Februari 2011

PERANG-PERANG BERKENDALA

Suryanto Sastroatmodjo
http://sastra-indonesia.com/

1.
Pada galibnya, lewat ujung senjata, mestinya Prabu Duryudana dan Bima Sena dapat memperlihatkan pertarungan dahsyat yang mengecutkan hati. Bharatayudha memperlihatkan, awal dan ujung pergulatan ini sebenarnya amat seimbang, karena sama-sama memiliki semangat kerbau jantan, dan sama-sama pula memendam dendam. Walau, di babak yang menentukan, Duryudana remuk kepalanya oleh gada rujakpala, sebagaimana saudaranya, Dursasana, yang lebih dahulu maju ke medan laga. Peristiwanya kiranya semirip Resi Bisma, yang oleh Pandawa dan Kurawa dihormati sebagai seorang pinisepuh yang berasal dari Poyang terdahulu, namun pada perang besar ini, dia justru memihak kerabat Kurawa. Adalah tragedi yang melecut sanubari, bahwa tokoh mahasakti ini harus menghadapi prajurit wanita Srikandi, yang sepenuhnya masih muda, lagipula tergolong alergis untuk menghadapi senapati-senapati tua, seperti Bisma. Toh, Bisma terguling oleh anakpanah-anakpanah merajam tubuh, dilepaskan oleh gendewa Srikandi. Anda, mungkin teringat kematian Prabu Salyapati oleh tangan Prabu Puntadewa(walau tak secara langsung), lantaran sukma Resi Bagaspati yang menagih janji kepada Salya (yang masa mudanya bernama Raden Narasoma) ini. Perang tanding dan perang memang berkelibatan, namun bukan saringgit dua kupang. Perang tanding, anya mempertemukan dua batin yang saling bertarung dan adu nalar, setelah zaman-zaman silam meracut kepahitan. Sementara itu, perang mempergelarkan rona-rona adu senjata dan adu-wawasan yang ingin saling meruntuhkan potensi masing-masing, setelah perundingan tak berhasil membikin titik temu yang dikehendaki. Tapi siapa harus dikasihani..?

2.
Berbicara tentangperang-perang Jawa yang berlangsung di abad ke-18, 19, hingga abad ke-20, senantiasa memperlihatkan garis yang kurang lebih sejajar. Kalau bukan karena semboyan “Ratu Adil” yang membawa konsekuensi pertahanan diri untuk melembagakan aksi-aksi kerakyatan yang radikal-keras semacam ini, maka acapkali juga bahwa kaum jelata menggunakan pula semboyan-semboyan yang berasal dari masa yang jauh silam, seperti bangkitnya kembali “Pajajaran Larang”,”Sigaluh Mimpang Jaya”, “Majapahit Rumuhan”, “Mataram Adiluwih”, yang dapat kita simak, pada pemberontakan Haji Kosim di Sindanglaya pada tahun 1886, Gerakan Nyai Dewi Rasminah di bekas tanah perdikan Ciasem (1890), Pemberonntakan yang dicetuskan Bagus Juntuk di Lowanu, Purworejo(1901), dan aksi bawah tanah yang diletupkan bekas dukun Jalampuan di Selang, Kebumen, penghujung 1903—di mana kesemuanya menyebarkan isim-isim, jimat-jimat, rajah-rajah, berikut ramalan yang membawa keesatan orang-orang kecil. Kesesatan di sini, misalnya dengan menunjukkan bahwa perang besar bakal tiba di akhir tahun, yang ditandai dengan kemarau panjang dan gerhana rembulan. Tindakan orang-orang rindu masa lampau, dan terdorong oleh gerakan berbau utopis ini, bukan lain adalah kepingin membangun Peradaban Lebih Jernih, seraya mengenyahkan pengaruh kebudayaan Eropa di satu pihak, dan membangun kembali kerajaan nenek moyang di pihak lain. Sebagai variant dari aksi-aksi sporadif begini, adalah warna keagamaan (biasanya Islam) yang disertakan sebagai bandingan, untuk menunjujjan, betapa unsur religious ikut dikumandangkan di langit kemelut jamannya. Dan bahwasanya, gerakan ini hanya bersifat lokal.

3.
Manakala gerakan Saminisme juga dipandang relevan untuk dibicarakan sebagai gerakan yang berlatar kerinduan akan zaan kemasan yang telah lampau, maka sementara itu kita saksikan, bahaimana dengan aksi diam, satyagraha, ahimsa, dan “senantiasa takkan melawan penindasan”, namun “dengan cita-cita dan sikap bertapa yang membisu”, mereka menggerakkan perlawanan yang meluas, kiranya nampak gambling telaahnya. Sedari 1880, lewat Samin Sepuh Suryowijoyo, hingga Samin Anom Suryosentiko, yang tertangkap di pertengahan tahun 1904—prinsip-prinsip juangnya meluas, hingga tertangkap ke berbagai distrik di Jatim dan Jateng. Aksi serupa pernah dilakukan oleh Mbah Suradal alias Kyai Jangkung, yang kala itu melebar ke wilayah kabupaten Pasuruan dan Probolinggo, hingga meresahkan penduduk, dan merepotkan penguasa Belanda. Bupati kedua wilayah tersebut, bahkan melakukan beberapa penghampiran, untuk melunakkan hati Kyai Jangkung, tapi sia-sia. Hingga dua tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 6 Maret 1880, diadakan suatu persetujuan yang ditandatangani di lereng GunungBromo, bahkan Dukun tertua di kwasana Siluwih, diangkat sebagai sesepuh adat Tengger. Ia diperkenankan melakukan upacara-upacara suci, tanpa diganggu oleh keributan dan kekisruhan wisata yang dikelola orang-orang kulit putih. Toh, pada tahun 1893, terjadi ontran-ontran Siwalan dan Trenggalung, karena tampilnya Mbah Jowaru alias Raden Adiratu, yang berhasil menghimpun anakcucunya yang tersebar di dukuh-dukuh tersebut. Dikisahkan, Dalem Kabupaten Malang sempat diserbu barisan berandalan desa dan selama hampir dua jam, Adipati beserta keluarganya di sandera. Baru huru-hara dapat ditanggulangi setelah pasukan Belanda dari garnisun kotamelakukan penyerbuan, membebaskan kabupaten, dan menewaskan Adiratu! Tapi tuntutan mereka, supaya kawasan Tengger dijadikan bumi perdikan, tak ditanggapi.

4.
Dalam pembentukan sikap yang lebih bersahabat serta lebih intim, maka dalam kehidupan pasca kemerdekaan, kita harus lebih meningkatkan lagi kerjasama yang berlangsung antara kelompok-kelompok sosial yang ada pada masa silamnya pernah terkotak-kotak dalam beberapa kasta yang setiapnya terasa mengembun amanat budaya yang cukup tinggi. Sebagai contoh, antara kaum ksatria yang tergolong ningrat di Jawa, dengan kelompok-kelompok waisya (usahawan) dan sudra (kelompok tanpa kerja, tanpa profesi) dan hingga paria (mereka tak terjamah, karena merupakan orang-orang urakan. Fungsionalitas yang menghubungkan antara kelas yang satu dengan yang lain, pada zaman Hindhu adalah fungsionalitas yang formal dan struktural, dan membawa serta kebutuhan massa yang jadi penyangga komunalnya, bahkan juga peneguh dinasti yang bertahta. Demikian pula, pertautan antara ksatruan dengnan kasta yang paling tinggi, yakni Brahmana—senantiasa terlihat akrab, lantaran yang disebut tertinggi itu berpengaruh dalam agama, tradisi, restu kehidupan, maupun tatanilai senibudaya yang mendukung legalnya pemerintahan. Memang sedari zaman pengaruh Islam di Jawa (akhir abad ke-15), saat matahari kerajaan Islam Demak naik, mengikis sisa-sisa kerajaan Majapahit, maka kasta ksatria “memenangi, bahkan Berjaya” di atas kasta tertinggi, sebagai pengganti brahmana-brahmana asli, pengaruhnya dikebiri, hingga menjadi kelas penaseat, tetapi secara pelan-pelan tak diberi peranan besar dalam politik maupun ekonomi. Hanya saja, mereka lebih banyak dilibatkan dalam persoalan-persoalan agama, adat istiadat dan kultur. Pada zaman Pajang dan Matarm (abad 16 hingga akhir 17), maka kelompok Wali lebih tersudut lagi, lantaran raja yang berkasta ksatria enggunakan gelar “Ratu, sekaligus Wali” (Khalifatullah Sayidin Panatagama), yang memotong jalur pengaruh Wali khususnya, dan ulama umumnya, lebih-lebih yang bersifat tradisional-agraris, sehingga wibawa mereka makin menipis di kalangan rakyat.

5.
Ujung ke ujung penguasaan terhadap kawula alit, niscaya mengandung seni yang lebih mudah ditelusuri, lantaran tatanilai yang diendapkannya, lewat pelbagai zaman. Kriteria apa yang kita pakai untuk mereka, sebagai dimensi-dimensi pembangunan manusia yang kompleks, ternyata membawa serta pemikiran pokok tentang esensi “ pengkastaan baru”. Artinya, bahwa seiring dnegan tumbuhnya patron-patron sosial yang meliputi kedaerahan yang luas ini, kita melihat, sejauh ini terdapat nilai tambah yang lebih akumulatif lagi, teruhlah, bahwa kelas yang tergolong priyayi, yakni kaum bangsawan, pada masa lampau memegang tongkat-tongkat kepemimpinan, dan pada masa kini, memiliki pula sarana-sarana pelestari kelasnya itu, dengan semakin banyak mencampuri bisini terselubung, yang sudah barang tentu di luar kesibukan yang “diizinkan oleh instansinya”. Penyalahgunaan wewenang juga terjadi pada lingkungan ini. Sedangkan kaum saudagar atau usahawan pada umumnya, banyak yang menggunakan lisensi berdasarkan koneksi yang diberkahi oleh”perkenalan dekat dengan pihak yang di atas”, yang tiada lain adalah alat-alat administrasi resmi pemerintah. Sudah jelas, dua kelas bersaing untuk memperebutkan lahan-lahan rezeki, bahkan terjadi pula sudra dan paria, yang menjadi kelompok yenga terseret kesana-kemari, mengikuti arus limbahnya pihak yang berwenang, masih terus menjadi Si Lebai Malang, dewasa ini.

6.
Buana berkembang, karena peperangan jua. Kisah pewayangan di dalam perbendaharaan susastra Nusantara acapkali menyuguhkan untar-gemuntang peperangan, yang bukan hanya diselimuti oleh kemelut tak berkesudahan, melainkan juga lebih banyak disulut oleh saling tuding, salah-menyalahkan, serta keserba-ingintahu-an dari pihak-pihak yangtak mempunyai tenggangrasa yang baik. Kemungkinan yang dapat ditarik dari pecahnya pemberontakan kawula cilik dalam percaturan babad-babad setempat, memperlihatkan bagaimana mereka saling “tidak diacuhkan” sebagai warga besar komunitas terhormat, yang diterjang-diganyang, dalam artian prinsip bertetangga baik. Atau, dengan meminjam falsafah perang Dunia Timur (Hindhu-Tiongkok), sifatnya mementingkan keluhuran motif, tak jarang untuk menegakkan sesuatu missi yang dianggap luhur. Namun demikian, jika sifatnya berandalan, ontran-ontran, jelas tiada motif luhur, selain kepentingan sektoral, kepentingan segelintir orang yang tanpa pikir panjang, tanpa rencana terperinci. Maka menjadi kewajiban kita semua, untuk mencegah konflik berkepanjangan jika soalnya hanya berkisar pada ukuran moral yang belum punya standard tertentu, yang masih kudu dimusyawarahkan. Dan itulah yang patut diingat, keutuhan bangsa jadi dasar-pijak tindakan!

* Penanggungjawab posting atas PuJa [PUstaka puJAngga]

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati