Sabrank Suparno
http://media-jawatimur.blogspot.com/
Menelusuri kiprah para muda NU sepeninggal tokoh muktabar Abdurrahman Wahid, diam-diam generasi penerusnya aktif melakukan upaya terobosan yang mengarah ke pembangkitan kesadaran kembali, terutama pada wilayah tradisi keNUan atau yang dikenal dengan ‘tradisi santri’. Geliat ini dapat kita amati dari berbagai acara yang berkenaan dengan keNUan dari berbagai sektor kehidupan sosial, politik, kebudayaan, kesenian dan sastra, bahkan soal yang remeh sekali pun perihal ‘guyonan nyentrik ala NUis.
Menyimak beberapa catatan misalnya pertemuan dalam rangka memperingati 40 hari wafatnya mendiang Gus Dur yang diadakan oleh Pengurus Ranting Cabang NU Diwek di masjid Ulul Albab Tebuireng, dengan menghadirkan Djohan Efendi dan budayawan Kacung Marijan. Atau gagasan acara Buka Puasa bersama di Gereja Diaspora Jombang yang dihadiri Alisa Wahid pada 26 Agustus 2010. Juga kunjungan PBNU KH. Agil Shiroj di Tambakberas tanggal 26 Juni 2010.
Menyambung penelusuran catatan serentetan acara di atas, yang paling hangat pada tanggal 12 Pebruari 2011 lalu, dimana universitas Undar Jombang mengadakan bedah buku: Dari Kiai Kampung ke NU Miring, Aneka Suara Nahdliyin dari Beragam Penjuru. Sengaja fihak rektorat Undar (dalam hal ini dr. Ma’murotus Sa’diyah M Kes: salah satu penulis buku tersebut) menghadirkan tiga sastrawan kondang D. Zawawi Imron, novelis Lan Fang, dan penyair Binhad Nurohmad.
Maksut NU Miring dalam buku setebal 284 halaman ini bukanlah suatu gambaran ketegangan pada titik nadzir kondisi kritis, melainkan ekspresi kepekaan para panulis muda NU dalam menyikapi kondisi mutakhir NU ketika dihadapkan pada realitas jaman. Maka ditemukan berbagai cara pandang dari beberapa penulisnya yang merujuk pada tiga kategori menonjol, yakni Mengulas NU, Mencandai NU, serta Menonton NU. Namun secara global wacana ‘NU Miring’ dalam buku ini sebagai adagium atas beberapa ‘tradisi NU yang sering ‘nyleneh’.
Tentu ada alasan mendasar kenapa Binhad Nurohmad selaku sastrawan muda Indonesia punya niatan menyunting buku tersebut. Menjawab pertanyaan perihal tema yang diangkat buku NU Miring, Binhad mengurai bahwa agar ditemukan teks pembacaan keNUan dari berbagai kalangan dan dari berbagai propinsi di Indonesia. Teks yang dimaksut adalah NU yang berani nyleneh, unik, termasuk sikap otokritik penulisnya terhadap kondisi kontemporer tubuh NU sendiri atau pun mengkritisi pemerintah.
Senada dengan Binhad, penyair sepuh asal ujung Madura yang berjuluk ‘si celurit emas’ D. Zawawi Imron menandaskan bahwa kehadiran buku ini merupakan potret semangat generasi muda NU yang ingin bangkit dengan mendengarkan suara hati rakyat secara realitas. Kebangkitan yang substansial. Sebab NU mulai kehilangan nilai tradisinya termasuk di bidang seni-sastra. Dalam pesan singkatnya D. Zawawi Imron menyarankan agar generasi NU mentradisikan filsafat Jawa, “iso o rumongso, ning ojo rumongso iso (pandailah berintrospeksi diri, namun jangan sok merasa pakar).”
Novelis Lan Fang lebih mengurik soal tradisi NU yang ia nilai unik, yakni tradisi tawadzuk, andap asor, bertatakrama terhadap yang lebih tua. Tatakrama dinilai penting dalam tradisi nahdliyin yang setara dengan tradisi masyarakat Cina, sebab dengan bertatakramalah menjadikan seseorang berwibawa: sesuatu makna pamor yang tidak dimiliki orang Barat meski pun berpredikat pakar besar. Selain membidik pandangannya mengenai tradisi NU yang nleneh, Lan Fang juga membaca penggalan novel terbarunya ‘Ciuman di Bawah Hujan’.
Kehadiran intelektual muda NU Yudi Latief dari Jakarta, kian mengesahkan perihal kemiringan tradisi NU yang bertumpu pada pengkajian kitab kuning sebagai jantung kekuatan NU, dengan cara menarik garis sumbu simetri keilmuan ke berbagai sektor kehidupan bermasyarakat.
NU, sebagaimana kita ketahui, adalah organisasi islam terbesar di tanah air yang dalam doktrinnya memadukan nilai-nilai keislaman dengan nilai tradisi di tanah air. Menyimak ulang apa yang dikatakan Sholahudin Wahid saat 40 harinya Gus Dur, bahwa selaku tokoh besar NU, sepulang dari Timur Tengah, paham yang dikembangkan Gus Dur ialah ‘meng-Islamkan Indonesia, dan bukan mengArabkan Indonesia’.
Pengacakan kepanjangan “Nahdlotul Ulama”, benar-benar dibongkar miring oleh penulis Ahmad S Alwy menjadi “Nahdlotul Umum”yang memungkinkan warganya datang sedari kalangan borjuis hingga proletarian. Sementara Riadi Ngasiran lebih santai menghadirkan NU dari sisi humor yang dipandang penting oleh para santri untuk melenturkan ketegangan atas ketimpangan hidup.
Kenylenehan NU dalam berbagai aspek kehidupan, kerap menumbuhkan guyonan nyentrik jika berhadapan dengan organisasi lain. Namun guyonan tersebut semata bertujuan sebagai sikap egalitarian berdampingan, bermesrahan dengan golongan lain. Ada banyak guyonan semisal: orang NU yang suka berwirid dengan suara keras, memperbanyak ibadah sunat, artinya orang NU menyukai bonus dalam beribadah, sementara orang Muhammadiyah menyukai diskon dengan bertarawih hanya 8 rekaat. NU sekarang bermadzhab Imam Syafi ie Maarif, sementara Muhammadiyah bermadzhab Imam Malik Fajar. Atau kelakar warga yang berbasis NU ketika menyarankan anaknya. ”Nak! Kalau kamu menikah harus mencari orang muslim, minimum Muhammadiyah.” Juga kekentalan tradisi membaca salam, assalamu’alaikum warohmatullhohi-ta’ala-wabarokatuh. Sedang warga selain NU, assalamu’alaikum warohmatullhohi-gak usah ta’ala ta’alaan-wabarokatuh.
Tradisi NU tak lepas dari tradisi santri, tradisi kitab kuning dan tradisi sastra. Awal mendalami bahasa dan sastra di podok pesantren, santri pasti dihadapkan pada rumus-rumus tatabahasa yang disuguhkan dalam bentuk bait pantun bersajak. Sejak kitab terkecil Nahwu, Shorof, Jurumiyah, Imriti, Alfiyah, bahkan Al Hikam kental dengan tuangan irama sajak. Hingga metode ini kerap digunakan santri sebagai ajang sindiran ketika mengutarakan simpatinya terhadap santriwati. Dengan alasan menghafal sebaris bait dari kitab Alfiya –wa yak tadzi, ridhon bi ghoiri sukhti-faiqot alfiyat abnu Mukti- yang dirubah isi bahasanya menjadi –pagi-pagi tak samperi diam saja-sore-sore tak sindiri, lirik mata-, yang sengaja diperdengarkan kepada santri putri yang ia taksir.
Tradisi membaca bait puisi sholawat (al Barzanji, Diba’iyah) bagi remaja NU juga memiliki keunikan tersendiri. Disamping mereka melampiaskan kerinduan atas ketakjubannya pada kekasih petunjuk jiwanya yakni Muhammad Rasululloh, pun kadang dinunuti niatan mengutarakan isi hati kepada kekasih (wanita) yang ditaksirnya. Lagu sholawat yang dilantunkan dengan lirik lagu pop, dangdut, qosidah, pelantun dapat menyampaikan keluhan, pujaan, kerinduan terhadap sang pacar yang mendengarkan. Semisal ketika berlangsung acara Diba’iyah putri, mereka melantunkan lagunya Imam S Arifin// jangan tinggalkan aku // kumohon kepadamu // tak sanggup diri ini // hidup tanpa dirimu //ditembangkan dengan bersholawat. Sehingga pada kesempatan lain, ketika hari Diba’iyah putra, mereka membalas dengan lagu sholawat yang ditembangkan / hani / hani / aku juga rindu / tetapi untuk sementara / biarlah terpisah / lagunya Roma Irama.
Menyibak fenomena tradisi NU di atas, betapa warga NU lekat dengan dunia sastra. Itulah mungkin yang bisa melebar dari kajian buku NU Miring ini, menyorot NU dari sudut pandang sastrawan, dengan harapan, para santri lebih gigih dalam menulis dan bersastra. Hampir tidak ditemukan genre ‘sastra santri’ pasca-lengserkeprabonnya barisan penulis santri: Taufik Ismail, Abdul Hadi WM, Ahmad Thohari, Emha Ainun Nadjib, Danarto, Al Adawiyah, al Bustami, al Hallaj, Rumi, dll yang tidak sekedar mengguratkan pena dalam berkarya, melainkan menyempurnakan karya sastranya dari sekedar ‘seni untuk seni’ atau seni untuk masyarakat tertentu, menjadi ‘seni untuk kehidupan manusia yang berbudaya tinggi.
Agaknya tidak lengkap jika kemiringan NU tidak disertai karya sastra santrinya yang menggelegak hingga menggonjang-ganjingkan kesusastraan Indonesia. Bagi santri, satu huruf saja yang mereka tulis tak lepas dari keterlibatan Tuhan (ibadah). Bisa saja tiba-tiba mengantuk atau hilang kesadaran ketika berkarya, maka tak akan jadi sebuah karya.
Karya santri ialah karya yang disandarkan pada fastabikul khoirot (berlomba memperbanyak kebaikan untuk umat manusia-rahmatan lil alamin). Ukurannya hanya sejauh mana Alloh turut campur dalam proses esoteris komitmen dimensi batin penulis yang mengintegral pada karyanya.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar