Saripuddin Lubis
http://waspadamedan.com/
Puisi sebagai genre sastra seringkali dipahami secara dangkal oleh beberapa kelompok masyarakat kita. Puisi dianggap sebagai hasil aktivitas manusia yang membuang-buang waktu. Puisi bahkan dipandang sebelah mata yang tidak memiliki kontribusi bagi perkembangan peradaban manusia.
Padahal peran puisi bagi manusia cukup besar, terutama dalam pembangunan batin manusia untuk berperan positif. Itu juga yang menjadi indikator majunya perdaban di negara-negara. Negara-negara maju pada umumnya berangkat dari besarnya peran para sastrawan terhadap pembangunan masyarakatnya dan sebaliknya besar pula peran pemerintah terhadap perkembangan sastra dan sastrawannya.
Dalam perkembangan sastra, khususnya sastra Indonesia sebenarnya telah cukup lama para sastrawan mengupas berbagai permasalahan bangsa dan tawaran pemecahan tersebut dalam karya-karya mereka.
Kupasan tersebut terutama yang berkaitan dengan pembangunan batin manusia. Tentu saja kupasan itu bukan seperti bayangan beberapa orang berupa kalimat-kalimat lugas yang terdapat dalam karya ilmiah. Penuturan para sastrawan tersebut dipaparkan dalam karya sastra yang salah satunya adalah puisi.
Dari sekian banyak pemaparan para sastrawan yang berkaitan dengan pembangunan batin manusia dalam puisi, ada beberapa di antaranya yang berkaitan dengan ‘sikap peduli’. Sebuah sikap berempati terhadap permasalahan-permasalahan bangsa secara umum atau permasalahan masnusia dalam kajian lebih kecil lagi.
Belakangan ada yang imbas negatif sistem kapitalisme mulai terasa melanda bangsa kita, yaitu mulai lunturnya sikap peduli antar-institusi masyarakat. Manusia yang berkejar-kejaran dengan dunia materialis seakan melupakan dunia sekelilingnya. Konsep menjadi serba suka-suka agaknya mulai berlaku. Masyarakat pun seakan mengamini budaya siapa lu siapa gue, serba tidak peduli, benar-benar tidak peduli. Hal ini terutama terjadi di kota-kota besar. Tetapi disasari pula kalau di desa-desa pun sudah mulai merasakan imbas tersebut.
Melihat perkembangan itu, maka kita mencoba melihat buah pikir para sastrawan dalam karya-karya mereka yang ternyata sangat banyak menampilkan pembelajaran untuk memupuk sikap peduli tersebut. Kita mulai misalnya melihat sebuah puisi yang sudah sangat lazim kita baca dan dengar, yaitu puisi Karangan Bunga karya Taufik Ismail.
Merdeka. Ya, sebuah kata yang memiliki makna begitu luas. Merdeka bagi sebuah bangsa berarti lepas dari kungkungan penjajah. Bagi seorang mahasiswa boleh jadi ketika selesai mengikuti ujian semester, bagi seorang anak kecil bisa juga berarti ketika orang tuanya menambah jam bermain. Namun, bagaimanapun bentuk merdeka, pada dasarnya kata merdeka yang paling baik digunakan adalah ketika manusia mampu memerdekakan suara hati diri sendiri.
Agaknya hal itulah yang dapat ditangkap dari puisi Karangan Bunga karya Taufik Ismail.
Ada baiknya kita melihat secara lengkap puisinya seperti berikut. //Tiga anak kecil/ Dalam langkah malu-malu/Datang ke Salemba /Sore itu/‘Ini dari kami bertiga/Pita hitam pada karangan bunga/Sebab kami ikut berduka/Bagi kakak yang ditembak mati/ Siang tadi’/
Puisi pada dasarnya memiliki dua unsur utama yaitu unsur fisik dan unsur batin.Itu yang dikatakan beberapa ahli sastra kita Kedua unsur tersebut mestilah dipandang dalam satu unsur yang memiliki kesatuan. Unsur fisik puisi berkaitan dengan diksi, imaji, kata konkret, majas, rima, dan ritma. Sedangkan unsur batin adalah tema, nada, perasaan, dan amanat.
Karangan Bunga yang pernah menjadi ‘puisi wajib’ ujian nasional dan dimuat dalam buku paket Bahasa Indonesia SMA terbitan pemerintah tersebut adalah sebuah puisi singkat dari Taufik Ismail yang biasanya memiliki puisi yang panjang-panjang semisal Surat Ini Adalah Sebuah Sajak Terbuka dan Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia.
Yang terasa pertama sekali ketika membaca puisi Karangan Bunga (seterusnya KB) tersebut adalah adanya sebuah ucapan sederhana. Hal ini dapat kita lihat dari pilihan kata yang digunakan pada judul, yaitu Karangan Bunga. Pastilah ada dua makna yang akan muncul ketika mendengar kata Karangan Bunga, yaitu makna kegembiraan/ kebahagiaan atau makna kedukaan/ kepedihan.
Dari judul saja tentu kita belum bisa menebak makna mana yang muncul dari dua makna yang kita sebut di atas. Karena itu kita mencoba mengeksplorasi lebih dalam. //Tiga anak kecil// Dalam langkah malu-malu// Datang ke Salemba// Sore itu.// Kita masih belum bisa menafsir terlalu jauh, selain hanya melihat peristiwa yang menggambarkan ada tiga orang anak kecil yang datang ke sebuah tempat yang bernama Salemba pada sore hari. Ketiga anak kecil itu datang dengan langkah pelan sebab ada perasaan malu-malu.
Untuk menyingkap makna secara lengkap, kita harus membaca bagian berikut puisi tersebut. Kita mulai menemukan benang merah yang lebih jelas ketika membaca bait kedua puisi KB di atas. Kita telah bisa menemukan jawaban tentang makna karangan bunga tersebut yang mengarah kepada peristiwa duka. Ini ditandai dengan diletakkannya diksi //Pita hitam pada karangan bunga//. Perasaan duka tersebut semakin terlihat karena dikatakan //sebab kami ikut berduka// Bagi kakak yang ditembak mati// Siang tadi’//.
Taufik dengan jelas mengungkapkan bahwa anak kecil tiga orang yang digambarkan pada bait pertama ternyata memiliki rasa empati dan kepedulian yang mendalam terhadap seseorang yang telah meninggal dunia karena ditembak.Taufik jelas terlihat menggambarkan sesuatu apa adanya. Lalu baris akhir puisi : bunga//……..berduka//……..mati//……tadi// semakin memperjelas makna duka penyair terhadap peristiwa yang terjadi.
Keseluruhan isi puisi KB di atas semakin mengerucut membentuk sebuah makna yang sangat menyentuh hati. Tema yang diangkat Taufik cukup relevan dengan peristiwa yang terjadi ketika puisi KB tersebut ditulis, tahun 1966, yaitu tema duka cita yang mendalam terhadap peristiwa yang terjadi waktu itu.
Kepedulian dalam puisi kita temukan pula dalam karya-karya Herman KS. Satu puisinya begitu intens bercerita tentang Lingkungan Hidup. Kita coba baca sebagian puisi Ketika di Jakarta 1 berikut ini. Tiba-tiba aku merindukannya. Padang-padang Hijau/ menggelombang Sawah-sawah membentang/ dan di atas sana langit yang biru/ serta awan-awan putih beringsut perlahan// Aku ingin mendengarnya kembali/ merdunya nyanyian-nyanyian angin di hijau dedaunan/ kicau burung di dahan-dahan menyambut pagi/ sorak-sorak bocah angon di padang-padang/ …..//
Boleh jadi puisi di atas ditulis oleh Herman KS ketika beliau di Jakarta. Nafas kepenyairan seorang Herman KS ternyata menyulut jemarinya untuk menulis puisi di atas. Gambaran Herman KS tentang ibukota sangat bertentangan dengan kata hatinya yang merindukan Jakarta akan kembali seperti Padang-padang Hijau// yang // menggelombang sawah-sawah membentang/ dan seterusnya seperti Jakarta di waktu dulu.
Jika kita korelasikan dengan zaman ini, maka apa yang digambarkan pada puisi Karangan Bunga tersebut masih sangat relevan. Teori hermeneutik sastra yang menyatakan bahwa terbuka kemungkinan pemahaman trans-historis dengan konsep fungsi antara masa lalu dengan masa kini dapat diterima.
Sayangnya sikap yang digambarkan oleh tiga anak kecil pada puisi Taufik, atau kepedulian pada puisi Ketika di Jakarta 1 –nya Herman KS yang begitu peduli hidup tersebut mulai tak terlihat di masyarakat sekarang. Fungsi sosial yang seharusnya menjalin hubungan harmonis antar-institusi masyarakat dan alam semesta mulai rapuh.
Kita mulai melihat sikap tidak peduli dan acuh. Semua menjadi serba boleh. Ini adalah imbas dari modernisme-kapitalisme. Kapitalisme membuat manusia menjadi saling mengambil keuntungan antara satu dengan yang lainnya termasuk dengan alam.
Seharusnya dalam dunia manapun kita hidup, kita haruslah tetap mampu membentengi diri dari kekacauan lingkungan. Sikap peduli terhadap sesama dan seluruh penghuni alam semesta semestinya satu hal yang tetap ditumbuhsuburkan pada zaman ini. Ketimpangan sosial antara gaya hidup mewah dan orang-orang dari kelas marjinal harusnya dapat dijembatani dengan sikap peduli ini.
Jadi sebenarnya karya sastra melalui puisi dan penyairnya hingga akhir zaman akan tetap memberikan pencerahan batin yang mendalam terhadap peristiwa yang terjadi pada masa puisi itu dibuat dan masa sekarang dan nanti ketika zaman telah berubah.
Sebuah pencerahan batin yang kiranya dapat memberikan setitik embun harapan untuk membangun sebuah peradaban baru yang lebih bernilai. Mari membaca puisi!
(Penulis mahasiswa Program Magister Bahasa dan Sastra Indonesia UMN Medan, Email: eslubis@gmail.com)
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar