Sabtu, 16 April 2011

Puisi Dan Sikap Peduli Penyair

Saripuddin Lubis
http://waspadamedan.com/

Puisi sebagai genre sastra seringkali dipahami secara dangkal oleh beberapa kelompok masyarakat kita. Puisi dianggap sebagai hasil aktivitas manusia yang membuang-buang waktu. Puisi bahkan dipandang sebelah mata yang tidak memiliki kontribusi bagi perkembangan peradaban manusia.

Padahal peran puisi bagi manusia cukup besar, terutama dalam pembangunan batin manusia untuk berperan positif. Itu juga yang menjadi indikator majunya perdaban di negara-negara. Negara-negara maju pada umumnya berangkat dari besarnya peran para sastrawan terhadap pembangunan masyarakatnya dan sebaliknya besar pula peran pemerintah terhadap perkembangan sastra dan sastrawannya.

Dalam perkembangan sastra, khususnya sastra Indonesia sebenarnya telah cukup lama para sastrawan mengupas berbagai permasalahan bangsa dan tawaran pemecahan tersebut dalam karya-karya mereka.

Kupasan tersebut terutama yang berkaitan dengan pembangunan batin manusia. Tentu saja kupasan itu bukan seperti bayangan beberapa orang berupa kalimat-kalimat lugas yang terdapat dalam karya ilmiah. Penuturan para sastrawan tersebut dipaparkan dalam karya sastra yang salah satunya adalah puisi.

Dari sekian banyak pemaparan para sastrawan yang berkaitan dengan pembangunan batin manusia dalam puisi, ada beberapa di antaranya yang berkaitan dengan ‘sikap peduli’. Sebuah sikap berempati terhadap permasalahan-permasalahan bangsa secara umum atau permasalahan masnusia dalam kajian lebih kecil lagi.

Belakangan ada yang imbas negatif sistem kapitalisme mulai terasa melanda bangsa kita, yaitu mulai lunturnya sikap peduli antar-institusi masyarakat. Manusia yang berkejar-kejaran dengan dunia materialis seakan melupakan dunia sekelilingnya. Konsep menjadi serba suka-suka agaknya mulai berlaku. Masyarakat pun seakan mengamini budaya siapa lu siapa gue, serba tidak peduli, benar-benar tidak peduli. Hal ini terutama terjadi di kota-kota besar. Tetapi disasari pula kalau di desa-desa pun sudah mulai merasakan imbas tersebut.

Melihat perkembangan itu, maka kita mencoba melihat buah pikir para sastrawan dalam karya-karya mereka yang ternyata sangat banyak menampilkan pembelajaran untuk memupuk sikap peduli tersebut. Kita mulai misalnya melihat sebuah puisi yang sudah sangat lazim kita baca dan dengar, yaitu puisi Karangan Bunga karya Taufik Ismail.

Merdeka. Ya, sebuah kata yang memiliki makna begitu luas. Merdeka bagi sebuah bangsa berarti lepas dari kungkungan penjajah. Bagi seorang mahasiswa boleh jadi ketika selesai mengikuti ujian semester, bagi seorang anak kecil bisa juga berarti ketika orang tuanya menambah jam bermain. Namun, bagaimanapun bentuk merdeka, pada dasarnya kata merdeka yang paling baik digunakan adalah ketika manusia mampu memerdekakan suara hati diri sendiri.

Agaknya hal itulah yang dapat ditangkap dari puisi Karangan Bunga karya Taufik Ismail.

Ada baiknya kita melihat secara lengkap puisinya seperti berikut. //Tiga anak kecil/ Dalam langkah malu-malu/Datang ke Salemba /Sore itu/‘Ini dari kami bertiga/Pita hitam pada karangan bunga/Sebab kami ikut berduka/Bagi kakak yang ditembak mati/ Siang tadi’/

Puisi pada dasarnya memiliki dua unsur utama yaitu unsur fisik dan unsur batin.Itu yang dikatakan beberapa ahli sastra kita Kedua unsur tersebut mestilah dipandang dalam satu unsur yang memiliki kesatuan. Unsur fisik puisi berkaitan dengan diksi, imaji, kata konkret, majas, rima, dan ritma. Sedangkan unsur batin adalah tema, nada, perasaan, dan amanat.

Karangan Bunga yang pernah menjadi ‘puisi wajib’ ujian nasional dan dimuat dalam buku paket Bahasa Indonesia SMA terbitan pemerintah tersebut adalah sebuah puisi singkat dari Taufik Ismail yang biasanya memiliki puisi yang panjang-panjang semisal Surat Ini Adalah Sebuah Sajak Terbuka dan Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia.

Yang terasa pertama sekali ketika membaca puisi Karangan Bunga (seterusnya KB) tersebut adalah adanya sebuah ucapan sederhana. Hal ini dapat kita lihat dari pilihan kata yang digunakan pada judul, yaitu Karangan Bunga. Pastilah ada dua makna yang akan muncul ketika mendengar kata Karangan Bunga, yaitu makna kegembiraan/ kebahagiaan atau makna kedukaan/ kepedihan.

Dari judul saja tentu kita belum bisa menebak makna mana yang muncul dari dua makna yang kita sebut di atas. Karena itu kita mencoba mengeksplorasi lebih dalam. //Tiga anak kecil// Dalam langkah malu-malu// Datang ke Salemba// Sore itu.// Kita masih belum bisa menafsir terlalu jauh, selain hanya melihat peristiwa yang menggambarkan ada tiga orang anak kecil yang datang ke sebuah tempat yang bernama Salemba pada sore hari. Ketiga anak kecil itu datang dengan langkah pelan sebab ada perasaan malu-malu.

Untuk menyingkap makna secara lengkap, kita harus membaca bagian berikut puisi tersebut. Kita mulai menemukan benang merah yang lebih jelas ketika membaca bait kedua puisi KB di atas. Kita telah bisa menemukan jawaban tentang makna karangan bunga tersebut yang mengarah kepada peristiwa duka. Ini ditandai dengan diletakkannya diksi //Pita hitam pada karangan bunga//. Perasaan duka tersebut semakin terlihat karena dikatakan //sebab kami ikut berduka// Bagi kakak yang ditembak mati// Siang tadi’//.

Taufik dengan jelas mengungkapkan bahwa anak kecil tiga orang yang digambarkan pada bait pertama ternyata memiliki rasa empati dan kepedulian yang mendalam terhadap seseorang yang telah meninggal dunia karena ditembak.Taufik jelas terlihat menggambarkan sesuatu apa adanya. Lalu baris akhir puisi : bunga//……..berduka//……..mati//……tadi// semakin memperjelas makna duka penyair terhadap peristiwa yang terjadi.

Keseluruhan isi puisi KB di atas semakin mengerucut membentuk sebuah makna yang sangat menyentuh hati. Tema yang diangkat Taufik cukup relevan dengan peristiwa yang terjadi ketika puisi KB tersebut ditulis, tahun 1966, yaitu tema duka cita yang mendalam terhadap peristiwa yang terjadi waktu itu.

Kepedulian dalam puisi kita temukan pula dalam karya-karya Herman KS. Satu puisinya begitu intens bercerita tentang Lingkungan Hidup. Kita coba baca sebagian puisi Ketika di Jakarta 1 berikut ini. Tiba-tiba aku merindukannya. Padang-padang Hijau/ menggelombang Sawah-sawah membentang/ dan di atas sana langit yang biru/ serta awan-awan putih beringsut perlahan// Aku ingin mendengarnya kembali/ merdunya nyanyian-nyanyian angin di hijau dedaunan/ kicau burung di dahan-dahan menyambut pagi/ sorak-sorak bocah angon di padang-padang/ …..//

Boleh jadi puisi di atas ditulis oleh Herman KS ketika beliau di Jakarta. Nafas kepenyairan seorang Herman KS ternyata menyulut jemarinya untuk menulis puisi di atas. Gambaran Herman KS tentang ibukota sangat bertentangan dengan kata hatinya yang merindukan Jakarta akan kembali seperti Padang-padang Hijau// yang // menggelombang sawah-sawah membentang/ dan seterusnya seperti Jakarta di waktu dulu.

Jika kita korelasikan dengan zaman ini, maka apa yang digambarkan pada puisi Karangan Bunga tersebut masih sangat relevan. Teori hermeneutik sastra yang menyatakan bahwa terbuka kemungkinan pemahaman trans-historis dengan konsep fungsi antara masa lalu dengan masa kini dapat diterima.

Sayangnya sikap yang digambarkan oleh tiga anak kecil pada puisi Taufik, atau kepedulian pada puisi Ketika di Jakarta 1 –nya Herman KS yang begitu peduli hidup tersebut mulai tak terlihat di masyarakat sekarang. Fungsi sosial yang seharusnya menjalin hubungan harmonis antar-institusi masyarakat dan alam semesta mulai rapuh.

Kita mulai melihat sikap tidak peduli dan acuh. Semua menjadi serba boleh. Ini adalah imbas dari modernisme-kapitalisme. Kapitalisme membuat manusia menjadi saling mengambil keuntungan antara satu dengan yang lainnya termasuk dengan alam.

Seharusnya dalam dunia manapun kita hidup, kita haruslah tetap mampu membentengi diri dari kekacauan lingkungan. Sikap peduli terhadap sesama dan seluruh penghuni alam semesta semestinya satu hal yang tetap ditumbuhsuburkan pada zaman ini. Ketimpangan sosial antara gaya hidup mewah dan orang-orang dari kelas marjinal harusnya dapat dijembatani dengan sikap peduli ini.

Jadi sebenarnya karya sastra melalui puisi dan penyairnya hingga akhir zaman akan tetap memberikan pencerahan batin yang mendalam terhadap peristiwa yang terjadi pada masa puisi itu dibuat dan masa sekarang dan nanti ketika zaman telah berubah.

Sebuah pencerahan batin yang kiranya dapat memberikan setitik embun harapan untuk membangun sebuah peradaban baru yang lebih bernilai. Mari membaca puisi!

(Penulis mahasiswa Program Magister Bahasa dan Sastra Indonesia UMN Medan, Email: eslubis@gmail.com)

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati