Indra Tjahjadi
Pewawancara: R. Giryadi
Suara Indonesia, 20 September 2005
Sejak berkenalan dengan W. Hariyanto, Indra Tjahja dimengakui mulai belajar menulis puisi. Energi kreatrf kepenyairannya diakui, selain lewat buku-buku bacaan tetapi lewat perkenalannya dengan penyair W.Hariyanto. Karena tertarik dengan bahasa ungkap puisi W. Hariyanto, Indra berusaha ‘mempelajari’ gaya penulisan W. Hariyanto, dengan mencoba menjadi ‘juru ketik’ puisi-puisi W.Hariyanto. “Tetapi anehnya setelah saya membuat puisi, justru menjadi antitesis dari pemikiran We,” kata Indra kepada R. Giryadi wartawan Suara Indonesia dikediamannya Jl. Potro Agung II/5 Surabaya, Sabtu (20/11).
Sejak saat itulah, proses kreatrif mereka secara konseptual memiliki arah yang berbeda meski Indra mengakui, We memiliki kekuatan lompatan diksi yang basiknya jelas, yaitu culture Surabaya.Setelah itu, Indra mencoba mencari bahan-bahan bacaan lain. Selain itu dia juga mencoba aktif diberbagai gerakan yang ada di kampusnya Universitas Airlangga Surabaya. Namun, secara tidak langsung Indra juga mengakui campur tangan cerpenis Sony Karsono, juga melecutnya untuk mempelajari tentang konsepsuriallisme yang terus diperkenalkan oleh Sony di forumnya Rumah Biru.
Di tengah kesibukannya mengajar di Fakultas Sastra & Filsafat Universitas Panca MargaProbolinggo, Indra juga aktif menterjemahkan karya-karya sastra bahasa asing kedalam bahasa Indonesia. Perkenalannya dengan buku-buku barat dan literature dari penulis Indonesia, Indra mengakui banyak mempengaruhi proses penciptaanya.
Bagai mana proses penciptaan puisi-puisi Indra? Dan bagaimana Indra memperoleh bahan-bahan bacaan untuk menambah pengetahuannya? Lalu apa hubungannya buku-buku bacaan dengan proses kreatifnya? Berikut wawancara dengan Indra Tjahjadi, salah seorang penyair muda dari Surabaya.
Apa kesibukan Indra akhir-akhirini?
Saya sedang mempersiapkan antologi puisi tunggal saya ‘Ekspedisi Waktu’. Desember ini insy’allah akan terbit. Puisi itu sayakumpulkan dari karya tahun 1995 sampai karya tahun 2004. Buku itu diterbitkanoleh penerbit Atlas, Jakarta. Puisi-puisi saya yang mengeditori JJ.Kusni, salah satu tokoh sastrawan eksil.
Selain itu?
Membantu penerbitan puisi Dewan Kesenian Jawa Timur bersama W. Hariyanto. Tahun ini DKJT menerbitkan dua antologi puisi, milik penyair Aming Aminudin dari Mojokerto, dan Mashuri dari Surabaya. Di Jatim penerbitan buku-buku sastra sangat sepi, padahal sastrawan Jatim sangat produktif. Setiap tahun,DKJT masih bisa menerbitan 2 buku, dan itu harus bergiliran. Padahal jumlah sastrawan kita banyak dan produktif.
Berbicara masalah buku,dari mana Indra mendapatkannya?
Terus terang di Surabayabuku-buku literature sangat terbatas. Untuk mencari buku-buku barat kita harus ke Jakarta atau ke Jogjakarta. Kalau itu dikira lebih mahal, biasanya juga terpaksa memfoto kopy buku yang dimiliki teman atau terkadang juga mencarai bahan di internet.
Buku yang kali pertamaIndra baca dan bisa menggerakan energi kreatif, bukunya siapa?
Sebelum berkenalan lebih jauh dengan W. Hariyanto, Sony Karsono, Imam Muhtarom, Mashuri, dan lainnya saya tidak punya teman. Bahanbacaan pun sedikit. Kali pertama yang saya baca puisi karya Acep Zazam Noor dari kumpulan ‘Dari Kata Hujan’. Saya mengagumi puisi Acep dan juga puisi Jamal D Rahman, ‘Airmata Diam’. Dua penyair ini terus terang sedikit mempengaruhi proses kepenyairan saya, pada periode awal, sekitar tahun 1994-an. Begitu jugapenyair romantic John Keats, Baudelaire. Dan juga ‘Arsitektur Hujan’ karya Afrizal dan juga sajak-sajak Kreapor, banyak memberikan ispirasi pada saya.Sajak-sajak Kreapor bagi saya menarik. Bahkan saking sulitnya mendapatkan sajak-sajaknya, saya sampai mencari di perpustakaan Surabaya Post. Meski tidak sepenuhnya saya terpengarauh oleh ke empat tokoh tersebut, tetapi saya mengakui dari situlah saya memulai menulis puisi dan tahu puisi yang baik. Puisi-puisi Gunawan Muhammad, ‘Asmaradana’ saya juga tertarik.
Bagaimana dengan peran Sony Karsono?
Sony Karsono banyak memberikan dapak kepada pribadi saya.Tetapi selain itu, dia juga memberikan dampak yang cukup meluas dikalangan teman-teman penyair seangkatan saya di Unair yang sering nongkrong di warung ‘Emak’ depan kampus Karang Menjangan. Sony memperkenalkan saya dengan karya-karya sastrawan Perancis seperti Rimbault, TS. Elliot. Dan terutama soal konsepsurialisme.
Tetapi secarapenulisan, kepada siapa Indra banyak belajar?
Tahun 1997 saya dekat We (W. Hariyanto, penyair yang lebihdulu muncul sebelum Indra Tjahyadi, red). Tetapi terus terang, pada akhirnya setiap kali saya membuat puisi yang terinspirasi dengan puisinya We, justru yang muncul bukan kesamaan pemikiran tetapi merupakan antitesis dari pemikiran We.
Di sini kami sering saling ‘berolok-olok’. We sering menyarankan saya untuk mengambalikan diksi ke semangat cultural. Kalau kitatinggal di Surabaya, ya semangat Suroboyoannya itu yang diangkat. Tetapi bagi saya, justru sebaliknya bukan diksinya tetapi cultural sebagai semangat penciptaan, karenaterus terang saya membawa semangat cultural yang berbeda dengan We. We, orang Surabaya asli, sementarasaya berasal dari persilangan berbagai cultural. Ibu saya Bandung, Bapak Jakarta, saya lahir di Jakarta, dan dibesarkandi Surabaya.
Banyak orang yang mengatakan puisi-puisi saya dengan We, itu tidak terlalu benar. Henri Mardi Luhung (penyair Gresik, red), pernah mengatakan pada saya, bahwa We, lompatan diksinya begitu jauh dan nilai filosofinya lebih kental. Sementara puisi saya lebih ekspresif. Tetapi saya mengakui belajar menulis puisi dari We, karena pada masa awal dulu, saya sering mengetikan naskah We yang akan dikirimkan ke media massa.
Indra Tjahjadi, Lahirdi Jakarta 21 Juni 1974. Alumi Fakultas Sastra Universitas Airlangga Surabaya ini menulispuisi sejak tahun 1994. karya-karyanya tersebar di berbagai media massa luar dan dalamnegeri. Karya-karya puisinya pernah dimuat di AIAA News (Australia), Bahana (Brunei). Puisinya dalam bahasa Inggris dimuat di Big Lick Literary Review; aMulticultural Arts Ezine yang di terbitkan Roanoke, Virginia-USA dan Conestoga Literary Journal. Di Indonesia puisi-puisinya pernah dimuat antara lainHorison, Jurnal Puisi, Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, republika, Surabaya Post, Suara Indonesia, Jawa Pos, dan lain sebagainya. Manuskrip kumpulan puisinya yang berjudul ‘Di Bawah Nujum Kabut’ tercatat sebagai salahsat7u nominasi penghargaan KSI Award 2003. Tahun 2002 bersama, W. Haryanto, Indra Tjahyadi, Mashuri, Muhammad Aris, mendeklarasikan ‘Manifesto Surrealisme’di Gallery Surabaya.
Apa yang melatariterbitnya ‘Manifesto Surrealisme’?
Ini salah satu sikap terhadap kekosongan gagasan, setelahbangsa kita disibukan dengan efuria reformasi yang begitu dasyat sekitara tahun 1998. pada awalnya kami yang sering berkumpul di warung kopi, mempelajari konsep-konsep dadaisme, yang kalau disini kita bisa melihat puisi-puisi karya SaifulHadjar. Tetapi di situ kami tidak menemukan sesuatu dasar estetika yang jelas. Pada saat itu Sony memperkenalkan konsep Surrealisme yang diliputi suasana revolusi Perancis.
Kami melihat kesamaan perjuangan atas hakikat kemanusiaan yang utuh. Dan konsep Surrealisme memberikan syarat estetik yang jelas bila dibandingkan dengan konsep dadaisme. Dari sinilah kami pingin bicara. Dengan semangat manifesto itu, kita ingin menghindari pengucapan yang politis yang leterlek dalam puisi. Sehinga alat ucap itu tidak mencair tetapi padat danlebih simbolis.
Semangat ini justru sekarang menjadikan banyak orangmengeklaim, kecenderungan sastrawan Jatim lebih banyak yang bernuansakan Surrealisme. Barangkali mereka benar, karena menurut saya ada missing-ling dengan aspek cultural yang ada di Jatim. Orang-orang Jakarta, memandang Jatim, seperti bom yang meledak. Puisi-puisinya banyak yang menggunakan bahasa yang melompat-lopat dan lebih gelap.
Sejak saat itu konseppenulisan Indra berubah?
(Diam sejenak) Puisi-pusisi Acep masih sering melintas dibenak saya. Adabeberapa puisi yang sering kali membayangi proses penciptaan pusisi saya,seperti karya Acep yang berjudil ‘Buat Malika Hamudi’ dan menjadi pusisi sayaberjudul ‘Buat Wan Aiping.’ Dari puisi We, ‘bagaimana Aku Lihat Tubuhku Membeku, ‘saya menulis puisi,’ Barangkali dari Usia Kita yang TertinggalHanyalah Kesendirian.’
Kapan Indra menuliskan puisinya?
Setiap waktu saya menulis puisi. Kalau sudah mendapatispirasi, tidak bisa ditunda-tunda lagi. Kepala saya bisa pusing, kalau tidak segera ditulis. Pernah suatu kali di tahun 1995, We, bercertia tentangperistiwa bunuh diri yang terjadi di dekat rumahnya. Mendengar cerita itu sayalangsung meninggalkan We, pulang ke rumah dan mengetik secara manual. Sesaat kemudian puisi itu jadi. Kemudian saya kembali ke Kampus dan memberikan puisiitu kepada We.
Menurut Indra, menulispuisi merupakan proses kesadaran ekspresi, karena menurutnya sebelum jauh berkenalan dengan We, S.Jai, Imam Muhtarom, Mashuri, dia sudah lama menulis puisi.Tetapi sebelumnya Indra lebih suka melukis. Karena dirasa materialnya begitu mahal, Indra akhirnya memilih untuk menjadi penulis puisi saja. Begitu jugapada tahun 1997 dia menulis cerpen, tetapi karena tidak tertarik cerpen pun akhirnya ditinggalkan. “Cerpen hanya menampilkan cerita-cerita saja. Tetapipuisi lebih ekspresi dan bisa mewadahi ekspresi yang sangat individualsekalipun,” kata Indra.
Setelah memilih menjadi penulis puisi, tingkat produktifitasnya tak terbendung. Hampir setiapminggu Indra mengirimkan puisinya ke media massa. Maka tak heran kalau hampir seluruh media massa yang ada di Indonesia itu pernah memuat karya-karyanya. “Setiap kali saya mengirim ke media, ada 10puisi yang saya lampirkan. Dan itu hanya berselang seminggu atau dua minggukemudian, saya kirmkan 10 puisi berikutnya,” kata Indra mengakhiri pembicaraan siang itu. n gir
*) dijumput dari http://www.facebook.com/notes/rakhmat-giryadi/indra-tjahjadi-puisi-saya-antitesis-puisi-w-haryantosuara-indonesia-20-september/419385546610
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar