Maman S Mahayana *
Pikiran Rakyat, 28 Nov 2010
Kesalahpahaman atas kritik sastra Indonesia telah membentuk sejarahnya sendiri. Bagaimanapun, latar belakang pendidikan dan tingkat apresiasi setiap pembaca, tidaklah seragam. Maka, simpang-siur pemikiran tentang kritik sastra Indonesia menggelinding, membentangkan perjalanannya yang panjang. Tanggapan atas buku Darah Daging Sastra Indonesia (2010), Damhuri Muhammad, adalah satu contoh. Semangat untuk menghasilkan kritik sastra khas Indonesia tahun 1980-an, juga kesalahpahaman lain lagi. Contoh lain tentu masih dapat kita deretkan. Sejak istilah kritik sastra dilontarkan Sutan Takdir Alisjahbana (Pandji Poestaka, edisi 5, Th. X, Juli 1932), kesalahpahaman itu kerap terjadi hingga menjelma salah kaprah yang lalu diperlakukan seolah-olah sebagai kebenaran.
Esai “Seolah-olah Kritik Sastra” (Pikiran Rakyat, 3 Oktober 2010), substansinya adalah coba menekankan pentingnya keadilan dalam memperlakukan karya. Diingatkan pula perlunya berhati-hati dalam melontarkan istilah dan cermat memanfaatkan sumber, agar tidak terjadi sesat nalar dan salah data. Tetapi apa yang terjadi? Muncul beberapa pandangan yang malah makin menjauhkan panggang dari api. Jadi, kesimpangsiuran gagasan itu menegaskan lagi terjadinya kesalahkaprahan dalam memaknai—memahami—substansi kritik sastra.
Sejak awalnya dan dalam perkembangannya sampai kini, semangat hakiki kritik sastra adalah keadilan yang dapat diterjemahkan lebih luas sebagai proporsional, holistik, menyeluruh, dan objektif. Kritikus hendaklah berperilaku arif ketika menanggapi karya apa pun. Maka, ketika satu istilah diperlakukan untuk merontokkan keseluruhan, jelas hal itu dapat mencederai rasa keadilan. Problem itu pula yang dalam Metode Ganzheit hendak ditekankan, yaitu menempatkan setiap elemen sebagai penyatuan totalitas.
Pembaca memang punya kebebasan untuk menanggapi dengan cara apa pun. Tetapi, hak mutlak pembaca itu, patut dibarengi kesadaran untuk bersikap arif dan cerdas yang justru mesti menjadi semangat dasar kritik(us) sastra. Sikap serampangan dalam menulis kritik sastra, tak hanya menunjukkan kerdilnya kecerdasan, tetapi juga cermin kebelummatangan wawasan dan kebeliaan memasuki wilayah yang sesungguhnya baru diketahui kulitnya belaka. Sebagai mualaf tentu saja belajar berhati-hati jauh lebih terpuji. Dalam konteks itulah, pemahaman kesejarahan adalah hal yang mustahak dan penting. Jika ada yang mengingatkan kesalahan elementer itu, sepatutnya pula ditangggapi bukan dengan cara mengulangi kembali ketersesatannya, melainkan dengan memperlakukan catatan masa lalu secara kritis untuk mampu memilah, mana sumber terpercaya, mana fakta yang masih patut dipertanyakan, seperti kisah pertentangan H.B. Jassin dan Chairil Anwar itu. Jadi, eloklah menambah satu atau dua buku pengantar ilmu sejarah. Sebab, tugas kritikus bukan sekadar sebagai Sherlock Holmes yang mesti tetap waspada dan kritis, tetapi juga akurat dalam memilih data agar tak terkecoh oleh fakta yang fiktif atau oleh fiksi yang dimitoskan jadi fakta.
Ada tiga faktor utama yang menggelindingkan ketersesatan pemahaman atas kritik sastra Indonesia selama ini: (1) lalai membaca sejarah, (2) salah kaprah memahami hakikat dan tujuan kritik sastra, (3) keliru memahami kategori kritik sastra.
Bermula Maret 1932 saat majalah Pandji Poestaka membuka rubrik “Memadjoekan Kesoesasteraan.” Dari sana, kritik sastra teoretis berupa konsep-konsep puisi dengan model estetikanya, melengkapi praktik kritik sastra yang berupa pembahasan sejumlah puisi. Model kritik sastra itu lalu merebak semarak ketika STA hengkang dari majalah itu dan mengelola Poedjangga Baroe. Bahkan, estetika pantun pun muncul di sana sebagai penolakan atas pandangan peneliti Barat yang memperlakukannya dengan estetika puisi Eropa. Esai-esai kritik sastra yang semarak di berbagai media massa tahun 1950-an (baca: Akar Melayu: Ideologi dalam Sastra, 2001; 2010), menunjukkan panorama adanya benang merah pada model esai kritik sastra STA. Tahun 1970-an, meski ada sejumlah suratkabar dan majalah masih memainkan peranan penting, wibawanya di dunia akademik, mulai direbut kritik aliran Rawamangun.Tetapi apa yang terjadi selepas pengaruh Aliran Rawamangun mulai pudar? Seolah-olah terjadi krisis kritik sastra. Padahal, Aliran Rawamangun membangun paradigmanya di lingkungan akademi. Lalu muncul kerinduan pada H.B. Jassin dengan model esai—kritiknya. Jassin sendiri sebenarnya bagian dari kelompok Rawamangun itu. Jelas, ada dua jalur perkembangan: (1) kritik akademis dengan segala kurikulumnya sebagai produk institusi sastra, dan (2) kritik umum yang ditanamkan STA dan dikembangkan Jassin yang medianya majalah dan suratkabar. Begitulah catatan sejarah tentang jalur perkembangan kritik sastra kita. Maka, tak perlulah repot-repot menderetkan berbagai kutipan tentang esai. Bukankah judul buku Jassin yang empat jilid itu tegas menyebut: kritik dan esai.
Keinginan menjadi kritikus (sastra) adalah hak segenap manusia. Pendidikan formal lewat institusi hanya sebuah cara. Cara lain dengan latar belakang keilmuan atau wawasan yang juga lain, tentu saja sangat diizinkan—dianjurkan. Semakin ramai orang memasuki bidang ini, semakin bagus pula pengaruhnya bagi perkembangan sastra. Bagaimanapun, institusi sastra tidaklah dimaksudkan semata-mata sebagai lembaga pencetak kritikus (sastra). Bukankah H.B. Jassin sendiri masuk fakultas sastra, justru setelah ia dikenal luas sebagai kritikus dan karyanya bertebaran. Begitu juga doktor (Honoris Causa) yang disandangnya, bukan lantaran capaian akademik, melainkan prestasinya sebagai penggiat sastra. Labelnya sebagai kritikus, bahkan “Paus Sastra” bukan pula klaim dirinya, melainkan penghargaan masyarakat atas kematangan dan kearifannya dalam memperlakukan dunia sastra.
Jadi, menulis kritik sastra dapat dilakukan siapa pun. Latar belakang pendidikan adalah alat bantu. Skripsi—disertasi atau esai—resensi hakikatnya sama, yaitu apresiasi atas karya, meski ekornya jatuh pada kebertanggungjawaban ilmiah (kritik akademis) dan kemengaliran (kritik umum).
Sejak Plato dan Aristoteles menganalogikan posisi kritikus sebagai hakim yang mesti adil melakukan timbangan (: evaluasi), konsep evaluasi itu terus menggelinding, berkembang biak melahirkan konsep dan istilah baru dengan segala cabang rantingnya. Meski begitu, hakikat dan tujuan kritik sastra tidak bergeser dari semangat awal: melakukan timbangan yang bijaksana dan sekaligus mengungkap kekayaan teks (sastra). Maka, munculnya berbagai pendekatan, semangatnya tidak lain mengungkap kekayaan teks. Itulah hakikat dan tujuan kritik sastra sebagai bentuk apresiasi pada teks. Jadi, resensi, endorsement, atau apa pun namanya, yang dikedepankan adalah semangat apresiatif, dan bukan telaah kritis model skripsi. Itulah yang juga dilakukan Jassin dalam sejumlah kritik—esainya.
Kritik sastra yang memperkarakan konsep, metode, aliran, pendekatan atau segala yang berkaitan dengan teori, membentangkan paradigmanya sendiri. Itulah yang disebut kritik sastra teoretis (theoretical criticism). Manakala segala konsep itu coba diaplikasikan pada karya sastra, disebutlah kritik sastra konkret, kritik praktik (practical criticism) atau kritik terapan (applied criticism). Pandangan-pandangan Roman Jakobson, Cleanth Brooks, Roland Barthes, atau STA, Jassin (Aliran Rawamangun), Goenawan Mohamad—Arief Budiman (Metode Ganzheit), atau Ariel Heryanto (Sastra Kontekstual) adalah kategori kritik sastra teoretis. Tentu saja perbincangannya berbeda dengan kritik sastra konkret, meski tak terhindarkan: kerap bersinggungan.
Nah, yang terjadi dalam polemik ini –dan sebelum itu sudah berulang kali terjadi—adalah pencampuradukan pengertian antara kritik sastra teoretis dan model kritik praktik. Itulah yang saya maksud dengan sesat nalar. Oleh sebab itu, meski masih mualaf, penting artinya memahami dulu kategori kritik sastra. Maka, klaim diri sebagai pujangga dengan bergincu di balik rangkaian istilah yang terkesan canggih, hakikatnya tak beda dengan menggarami laut.
*) Pengajar FIB-UI. Kini bertugas sebagai Dosen Tamu di Hankuk University of Foreign Studies, Seoul, Korea.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar