Nurani Soyomukti *
Seputar Indonesia, 23 Des 2007
DALAM kesusastraan Indonesia, masih sedikit kaum perempuan yang berkecimpung di bidang sastra. Dunia sastra masih didominasi kaum laki-laki.Tak heran jika cara pandang bias gender pun terjadi.
Ideologi patriarki yang mendominasi masyarakat kita nampaknya turut memengaruhi cara pengarang dalam menempatkan tokoh perempuan dalam karya-karyanya. Kontradiksi pokok masyarakat Indonesia mulai dari feodalisme (yang masih tersisa dan belum hancur), kapitalismeimperialistik, dan militerisme adalah tantangan terbesar bagi kemerdekaan perempuan.
Struktur sosial tersebut menempatkan perempuan sebagai makhluk penuh dosa, dilemparkan secara nista dari wilayah produktifnya ke dalam domain domestik; pernikahan seperti pelacuran yang berpilar pada kebaikhatian dan kepasrahan perempuan.
Dalam bukunya Gadis Pantai, Pramoedya Ananta Toer menceritakan bahwa perempuan tidak lebih dari media pelatihan bagi pria menuju kesejatiannya untuk menikahi perempuan lainnya yang lebih berderajat atau bangsawan, tetapi tetap dijadikan perhiasan dalam sangkar emas, tetap menjadi alat untuk memproduksi keturunan.
Tidak lebih dari itu. Meski tragis, melalui karya itu, Pram menampilkan perempuan yang memberontak. Tokoh Srintil adalah gadis yang melawan kesewenang-wenangan terhadap dirinya dengan kesadaran melakoni hidup sebagai ronggeng yang dianggapnya sebagai pilihan untuk memberontak.
Humanisme realis Pram memang cukup kritis dalam melihat keberadaan struktur sosial yang membelenggu kaum perempuan. Karena itu pulalah, syaratsyarat munculnya kesadaran akan ketertindasan selalu dimiliki kaum perempuan. Pram menemukan tokoh-tokoh perempuan yang tercerahkan dalam sejarah kebudayaan Indonesia.Tradisi inilah yang sebenarnya harus dikembangkan dalam karya sastra agar berguna bagi kemanusiaan.
Tokoh Ibu yang Mencerahkan
Tokoh Nyai Ontosoroh dalam Tetralogi Pramoedya Ananta Toer (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, Rumah Kaca) adalah gambaran lain dari perempuan yang mengalami pencerahan; sosok yang bersahaja.
Ia mirip dengan seorang ibu dalam novel Ibundanya Maxim Gorky yang memahami dan mengerti kenapa anaknya dan anakanak muda lainnya harus berjuang membebaskan belenggu ketertindasan. Bahkan, sang ibu tersebut bukan hanya merelakan anaknya dengan tangis keharuan atas jiwa kepahlawanan.
Seorang ibu dalam novel Gorky digambarkan sebagai orangtua yang bertindak; mengirimkan surat-surat ke penjara, membagi-bagikan selebaran secara sembunyi-sembunyi.
Secara tegas, ibunda dalam karya Gorky digambarkan sebagai sosok perempuan yang hidup di masa Revolusi Demokratik berlangsung di Rusia, sekitar awal abad 20. Ia bersama rakyat miskin lainnya hidup di tengah peluit pabrik yang menjerit-jerit di atas perkampungan buruh yang kumuh. Ibunda menikah dengan Michail Wlassow, laki-laki peminum berat yang memperlakukan istri secara amat kejam.
Setelah suaminya meninggal, banyak keadaan yang berubah.Ia masih punya anak bernama Pavel,yang kemudian menjadi aktivis buruh dan terlibat dalam gerakan politik pada waktu itu. Keterlibatan Pavel dalam politik dimulai ketika ia memiliki kebiasaan baru, yaitu membaca buku dan interaksinya dengan para aktivis yang ditemuinya di tempat lain.
Awalnya, ketika dilihatnya bahwa kepribadian, komitmen, dan (utamanya) tujuan hidup anak laki-laki itu berubah, sang ibunda cemas dan khawatir padanya.Tetapi, akhirnya ia mulai dapat memahami hal-hal baru yang tak pernah terbayangkan dalam hidupnya setelah kawan-kawan Pavel menyusun sebuah gerakan kemanusiaan yang juga dibicarakan di rumahnya.
Bahkan,sang ibunda haru karena sekecil kumpulan pemuda tidak mabuk-mabukan ketika mengadakan pertemuan di antara mereka. Padahal, di daerah tempat ia tinggal, bila seorang pemuda telah usai kerjanya di pabrik dan berkumpul dengan teman-temannya, kegiatan yang normal adalah minumminum sampai mabuk.
Hal baru lainnya adalah bagaimana seorang gadis kawan Pavel mengorbankan dirinya, waktunya, hanya untuk sesuatu yang abstrak, yang disebut cita-cita. Maka,dalam novel Gorky ini, seorang ibu digambarkan sebagai sosok yang produktif dan aktif dalam sejarah untuk perubahan masyarakat.
Bukan seorang ibu yang cengeng dan hanya menginginkan kesuksesan pribadi anaknya.Ibunda dalam novel Gorky ini adalah yang memiliki cinta kasih universal, menyinari perasaan-perasaan tersulit anak-anak selama menghadapi represi kekuasaan Tsar.Ketika Pavel dan anak-anak itu satu persatu ditangkap, bahkan disiksa di depan matanya, Ibunda terjun ke kancah revolusi dengan peranannya sebagai pendistribusi pamflet ke kalangan buruh dan tani.
Kemudian, ia dituduh sebagai pencuri oleh seorang mata-mata dan saat sedang ditangkap polisi militer dengan kekerasan, ia teriakkan,“ Bahkan samudra pun takkan mampu menenggelamkan kebenaran!” Pengaruh Maxim Gorky dan sastra realisme sosialis di Indonesia memang melekat pada Pramoedya Ananta Toer, sastrawan besar Indonesia yang telah meninggal dunia beberapa waktu lalu.
Melalui karya terbesarnya, tetralogi Bumi Manusia, Pram juga mengangkat sosok perempuan sekaligus seorang ibu di masa penjajahan yang banyak melontarkan pemikiran yang maju dan mencerahkan. Tokoh Nyai Ontosoroh yang dikonstruksi dan diidealisasi Pram juga merupakan seorang yang ikut mendukung pemikiran baru yang sedang bangkit waktu itu karena pengaruh pencerahan.
Nyai Ontosoroh adalah seorang wanita bumiputra yang bernama asli Sanikem, perempuan pribumi sederhana yang awalnya tak berdaya untuk menolak menjadi gundik (nyai) seorang Belanda bernama Herman Mellema. Tetapi, ia menemukan kebangkitan diri. Kekalahannya dalam bentuk ketakberdayaan dalam menolak menjadi gundik mendorong Nyai Ontosoroh untuk banyak menyerap berbagai arus pemikiran Belanda dan bahkan mengendalikan perusahaan milik Herman.
Nyai Ontosoroh tetaplah Sanikem, wanita pribumi yang lagi-lagi tak berdaya ketika anaknya, Anellies, diambil paksa dari tangannya. Namun bagaimanapun, Nyai Ontosoroh dalam novel tersebut telah berusaha keras melakukan perlawanan mempertahankan anaknya, meski kalah. Kekalahan adalah risiko dari pertarungan. Tetapi, semangat untuk mengalahkan belenggu penindasan dan kemunafikan adalah sebuah harga yang mahal.
Dalam novel tersebut digambarkan bahwa Nyai Ontosoroh berkata kepada tokoh Minke dengan kepala tegak, “Kita kalah. Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya!” Dalam novel tersebut, Nyai Ontosoroh adalah seorang ibu yang sangat mengasihi anaknya,Annelis.
Bahkan, ia adalah ibu yang memberikan banyak gagasan maju yang mencerahkan anak angkatnya, Minke, seorang pemuda keturunan bangsawan Jawa yang tidak lagi mau tunduk patuh pada produk pikiran dan tindakan lama yang mencerminkan relasi ketidakadilan.
Seorang ibu, Nyai Ontosoroh, telah mendorong seorang pemuda untuk berpartisipasi dalam mendukung perubahan di sebuah negeri yang memang hendak meninggalkan zaman kegelapan. Seorang ibu dalam masyarakat transisi memiliki peran yang kuat, tidak lemah dan hanya tunduk patuh serta jatuh ke dalam kubang posisi dan peran domestik,apalagi sampai menjadi objek kekerasan suami.
Karya-karya semacam itulah yang sangat kita butuhkan sekarang ini.Perjuangan memperjuangkan hak-hak perempuan dan menuntut partisipasi aktif dan produktif bagi kaum perempuan adalah kebutuhan yang tak dapat ditawar. Para penulis dan pengarang (sastrawan) harus mengagendakan aktualisasi komitmen sosial kepengarangannya, terutama dari kaum perempuan sendiri yang seharusnya berada di garis depan dalam dunia kesusastraan untuk menuliskan posisi dan peran yang maju dan mendobrak budaya patriarki.
Mendobrak Kebudayaan Lama
Akhir-akhir ini memang banyak karya sastra yang menjadi tempat bagi kaum perempuan mendobrak kebudayaan lama Indonesia yang membelenggunya.Bukan lagi lelaki seperti Pram yang hadir,tetapi justru kaum perempuan sendiri yang telah menghasilkan karya sastra untuk melontarkan pemikirannya menamai relasi kesetaraan.
Sebut saja Ayu Utami yang dengan novel Saman dan Larung-nya berhasil merebut diskursus baru tentang perempuan yang memiliki hak atas tubuh dan pilihan ideologis atau keberpihakan. Nama lain seperti Jenar Mahesa Ayu,Dewi “Dee” Lestari,Rieke Dyah Pitaloka, turut membuka kembali kebekuan paham lama.
Mereka melanjutkan upaya perlawanan yang dirintis Kartini. Melalui sastra, pencerahan dimulai dan paham lama ditinggalkan. Karya-karya tersebut turut mengiringi gerakan sosial untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan. Capaian legal dan formal saja tidak cukup.Memang,dibutuhkan sebuah penempatan perempuan dalam perjuangan untuk menghadapi dan menghancurkan tatanan penindasan yang kini didominasi neoliberalisme dan sisa-sisa feodalisme.
Perjuangan perempuan tidak boleh eksklusif, tetapi harus terlibat dalam perjuangan massa rakyat, mengarahkan serangan ideologis,dan programatiknya untuk menyerang akar permasalahan. Sebagaimana kita rasakan, karya-karya sastra tersebut turut mewarnai dan memberikan nuansa estetis pada gerakan sosial dan (bahkan) politik untuk menghancurkan sumber-sumber sosial yang menyebabkan ketertindasan perempuan.
*) Pendiri Yayasan Komunitas Teman Katakata (Koteka), memperoleh penghargaan Juara I Lomba Esai Pemuda Tingkat Nasional Menpora 200
Sumber: http://cabiklunik.blogspot.com/2007/12/esai-perempuan-dalam-sastra.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar