Jumat, 01 Juli 2011

Kaitan Antara Teks dan Relasi Kuasa

Zuriati *
http://www.harianhaluan.com/

Saya mengawali tulisan ini dengan sebuah pemaknaan terhadap sebuah teks yang berjudul “Saudagar Penguasa”. Teks itu ditulis oleh Fachry Ali dan dimuat di Gatra, No. 44 Tahun XIII (13-19 September 2007). Kutipan itu berbunyi: “Sebenarnya tidak ada yang istimewa tentang ‘kritik’ Akbar Tanjung atas kinerja Partai Golkar pasca-kepemimpi­nannya. Dengan mengutip seorang ahli politik [cetak tebal dari penulis] dari Universitas Tasmania, Australia, dalam disertasinya, Akbar menyatakan bahwa Golkar dewasa ini telah didominasi kaum saudagar.”

Jika dibaca secara kritis, kutipan itu mengandung mak­na, bahwa sebenarnya, penulis ingin menyatakan, bahwa ada yang istimewa tentang kritik Akbar Tanjung terhadap kinerja Partai Golkar pasca-kepe­mimpinannya itu. Kata-kata yang dicetak tebal di atas mengandung makna (yang tidak diungkapkan), bahwa, dulu, Golkar didominasi oleh kaum bukan saudagar, seperti dirinya (Akbar Tanjung). Dengan mengutip pendapat seorang ahli politik, sebenarnya, Akbar Tanjung ingin mengatakan, bahwa dirinya bukan seorang saudagar, melainkan seorang politikus. Karena dipimpin oleh Akbar Tanjung yang seorang politikus, kinerja Golkar baik. Akan tetapi, sekarang, Golkar didominasi oleh kaum sauda­gar, seperti Yusuf Kalla. Sau­dagar dan pimpinan partai politik (Golkar) merupakan dua pekerjaan yang berbeda. Bagaimanapun, seorang sau­dagar, tentu saja, lebih meng­utamakan pekerjaannya sebagai saudagar dan mengurus Golkar merupakan pekerjaan yang kedua. Oleh karena itu, kinerja Golkar menjadi tidak baik. Lebih jauh, pernyataan Akbar Tanjung itu bermakna, bahwa kinerja Golkar lebih baik di bawah kepemimpinannya dari­pada di bawah kepemimpinan Yusuf Kalla: Saya (Akbar Tanjung) yang seorang politikus lebih baik daripada dia (Yusuf Kalla) yang seorang saudagar dalam memimpin Golkar.

Makna yang sangat seder­hana dan terbatas di atas tersembunyi di dalam teks, di dalam diksi (pilihan kata) atau di dalam bahasa, yang diperoleh melalui oposisi biner. Dengan oposisi biner itu, makna yang ada di belakang atau yang tersembunyi di dalam kata-kata atau bahasa yang dipakai dalam teks itu ditemukan. Dari opo­sisi biner itu, kelihatan, bahwa ada relasi kuasa di dalam teks itu, antara pemimpin Golkar yang dahulu dan sekarang, antara Akbar Tanjung yang politikus dan Yusuf Kalla yang saudagar. Pernyataan Akbar Tanjung dengan mengutip seorang politikus itu mengan­dung kuasa, bahwa dia lebih baik daripada Yusuf Kalla. Akbar Tanjung, tampak, men­do­minasi Yusuf Kalla. Dengan makna yang sederhana dan sangat terbatas yang ditemukan dalam kutipan teks itu, saya melihat bahwa teks dan relasi kuasa mempunyai kaitan yang sangat erat: Teks menyem­bunyikan relasi kuasa, atau relasi kuasa disembuyikan di dalam teks.

Pemahaman yang sangat terbatas dalam melihat kaitan antara teks dan relasi kuasa di atas; bahwa teks menyem­bunyikan relasi kuasa, atau relasi kuasa tersembuyi di dalam teks, didasarkan pada perspektif Cultural Studies yang memahami budaya sebagai teks dan praktik hidup sehari-hari (praktik budaya), suatu ranah tempat berlangsungnya perta­rung­an terus-menerus atas makna dan kelompok-kelom­pok subordinat mencoba me­nen­tang penim­paan makna yang penuh dengan kepen­tingan-kepentingan ke­lompok dominan. Hal itulah pulalah yang membuat budaya bersifat ideologis—ideologi merupakan konsep sentral dalam Cultural Studies.

Menurut Hall, teks dan juga praktik budaya tidak dibu­buhkan bersama makna, tidak dijamin secara pasti oleh tujuan-tujuan produksi. Akan tetapi, makna itu senantiasa merupakan akibat dari tindakan ‘artikulasi’ (sebuah proses ‘praktik produksi’ yang sifatnya aktif). Proses ini disebut ‘artikulasi’, karena makna harus diekspresikan, dalam konteks yang spesifik, dalam momen historis yang spesifik, dan di dalam sebuah wacana yang spesifik. Dengan begitu, eks­presi selalu dikaitkan dan disesuaikan dengan konteks. “Makna senantiasa ditentukan oleh konteks artikulasi”, begitu kata Volosinov.

Teks dan juga praktik buda­ya bersifat ‘multiaksentual’, yakni teks dan praktik budaya bisa diartikulasikan dengan ‘aksen’ yang berbeda oleh orang yang berbeda dalam konteks yang berbeda untuk tujuan politis yang berbeda. Oleh karena itu, makna merupakan sebuah produksi sosial. Sebuah teks atau praktik atau peristiwa merupakan tempat artikulasi makna-makna yang beragam bisa berlangsung. Makna yang berbeda dapat dibubuhkan atau diberikan pada peristiwa yang sama, sehingga makna senan­tiasa merupakan tempat yang potensial terhadap konflik. Dengan demikian, teks meru­pakan sebuah rumah ‘inkor­porasi’ dan ‘resistensi’, tempat hegemoni dimenangkan atau dikalahkan.

Sementara itu, Foucault mengonseptualisasikan peng­alaman manusia terhadap dominasi dan subordinasi sebagai efek ‘kuasa’ daripada sebagai kelanjutan dari sumber kuasa yang spesifik. Negosiasi dan pergulatan di dalam masya­rakat tidak semata-mata berke­naan dengan pemilikan kuasa, tetapi lebih pada istilah penye­baran kuasa yang diperebutkan. Kuasa itu berada di mana-mana dan pada level tertentu dapat diakses oleh semua orang. Ia merupakan sesuatu yang selalu berubah, menghasilkan pokok-pokok intensitas, dan juga dapat dipandang sebagai pembangkit pokok-pokok perlawanan.

Bagi Foucault, kuasa tidak terletak di dalam agensi, seperti negara, kekuatan ekonomi, atau individu, tetapi memandangnya dalam pengertian operasi ‘mikro’ kuasa. Foucault meng­gunakan kuasa sebagai sesuatu yang digunakan daripada sesu­atu yang dimiliki. Kuasa tidak melekat pada agen atau kepen­tingan, tetapi digabungkan di dalam berbagai praktik. Jadi, bagi Foucault, kuasa bukan sesuatu yang absolut, melainkan kuasa yang berarti relasi kuasa. Oleh karena itu, misalnya, Foucault mengakui pelak­sanaan kuasa laki-laki atas perempuan, tetapi menolak bahwa laki-laki meme­gang kuasa atas perem­puan itu.

Teks merupakan penye­derhanaan atas realitas yang seringkali lepas dari konteksnya. Realitas itu dikemas dengan kata-kata (bahasa) menjadi sebuah teks. Artinya, kata-kata juga berfungsi membentuk atau mewujudkan kenyataan, bukan merepresentasikannya. Suatu kata dapat menciptakan objek­nya sendiri, sehingga bahasa memiliki kekuasaan melebihi kebenaran dan realitas itu sendiri. Dalam pengertian itu dapat dilihat, bahwa bahasa merupakan suatu sistem yang mempunyai dunianya sendiri.

Bahasa selalu membentuk dan merangkai realitas dalam bentuk teks. Akan tetapi, teks selalu mendistorsi realitas. Oleh karena itu, teks selalu menyim­pan diskursus tertentu dan menyembunyikan pesan ideo­logi tertentu. Dengan teks, ketimpangan diproduksi dan disembunyikan. Sementara, ketimpangan itu berhubungan dengan relasi kuasa yang ada atau yang tersembunyi dalam teks. Dengan demikian, teks selalu menyimpan kuasa, atau kuasa itu selalu menyem­bunyikan dirinya dalam teks.

Relasi kuasa bermakna, bahwa ada kuasa yang masuk ke dalam bahasa (teks), yang kemudian akan menjadi wacana. Relasi kuasa itu merupakan sesuatu yang sangat kompleks, dalam berbagai tempat dan waktu. Kuasa itu bukanlah sesuatu entitas, melainkan sesuatu yang ada di mana-mana dan diaktifkan dalam setiap relasi sosial, seperti dalam percakapan. Segala sesuatu yang diaktifkan itu meliputi konteks, seperti dengan siapa berbicara, di mana dibicarakan, apa yang dibicarakan, kapan dibicarakan, dan bagaimana cara berbicara. Segala sesuatu yang diaktifkan inilah, yang kemudian, mem­bentuk wacana.

Teks merupakan perangkat yang paling efektif untuk menyebarkan wacana. Sehu­bungan dengan itu, Foucault menyatakan, bahwa tidak ada kekuasaan tanpa wacana dan tidak ada wacana tanpa adanya kekuasaan. Hal itu berarti, bahwa wacana selalu bekerja melewati jaringan kuasa. Se­men­tara, praktik kekuasaan selalu ditampilkan dengan menggunakan teks. Begitulah dalam konteks pengetahuan, misalnya, Foucault menyatakan, bahwa wacana selalu teraku­mulasi melewati pengetahuan dan pengetahuan selalu mem­punyai efek terhadap kuasa. Penyelenggara kekuasaan selalu memproduksi pengetahuan sebagai basis dari kekuasaannya. Kekuasaan menjadi hampir tidak mungkin tanpa didukung oleh suatu politik kebenaran. Pengetahuan tidak merupakan pengungkapan samar, tetapi pengetahuan itu berada dalam relasi-relasi kuasa itu.

Lebih lanjut, Foucault menyatakan, bahwa kuasa bersifat kapiler, yang menyebar melalui wacana, tubuh, dan hubungan di dalam metafor jaringan. Wacana penting dalam relasi kuasa. Wacana terkait dengan bidang praktis tempat ia disebarkan; ia merupakan serangkaian praktik daripada struktur. Wacana berkembang dalam wilayah ketidaksadaran manusis (subjek). Ia bergerak menuju kognitif manusia (sub­jek) dengan tanpa adanya sebuah persetujuan dari subjek tersebut. Dengan sendirinya, subjek akan meregulasi wacana yang baru, untuk kemudian, menjadikannya sebuah para­digma subjek. Dengan begitu, subjek akan mendisiplinkan tubuhnya sesuai dengan diskur­sus yang berkembang. Kuasa beroperasi melalui pengaturan institusional, seperti pendidi­kan, pekerjaan, dan hukum. Operasi kontrol sosial melalui agensi mendisiplinkan tubuh, pikiran, dan emosi, yang mem­bentuk formasi hierarki kuasa, seperti gender, etnisitas, dan kelas. Praktik yang dipelajari di dalam institusional mem­bentuk identitas subjektif.

Demikianlah, wacana mem­­bagi realitas menjadi dua pilihan yang selalu oposisional, seperti antara penguasa dan yang dikuasai, antara benar dan yang salah, antara yang baik dan yang buruk. Wacana selalu memiliki korelasi dengan kekuasaan. Oleh karena itu, kekuasaan selalu memberikan pilihan terhadap wacana ter­tentu, sehingga wacana tersebut menjadi dominan dan wacana yang lainnya menjadi terping­girkan. Wacana dominan mem­berikan arahan cara suatu objek harus dibaca dan dipa­hami dan struktur diskursif yang tercipta atas objek selalu mereproduksi ruang kosong yang tidak pernah dapat terbaca oleh subjek, sehingga wacana yang lainnya terpinggirkan. Wacana itu disebarkan melalui teks yang menyimpan relasi-relasi kuasa.

*) Peneliti dan Staf Pengajar Fakultas Sastra Unand. 10 April 2011

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati