Sabtu, 24 September 2011

Djibril dan Aku

Pringadi AS
http://reinvandiritto.blogspot.com/

Aku benar-benar tidak berbohong. Toh, tak ada gunanya aku berbohong. Sungguh, tadi aku bertemu Djibril sedang menyunyikan dirinya di tepi bukit sebelah Timur. Ia, dengan jubah putihnya, memandang langit dengan gamang – mengucap mantra-mantra yang tak bisa kupahami artinya. Kira-kira lima menit ia terus begitu. Setelah itu, ia tampak memilin sesuatu yang tak begitu jelas kulihat. Sampai ia mengulum pilinan itu dan asap-asap berbentuk lingkaran mengepul dari mulutnya itu. Ya, aku baru sadar bahwa Djibril juga seorang perokok!

Kau tak percaya padaku?

“Keluarlah, jangan terus bersembunyi,” katanya pelan. Aku jelas kaget. Aku takut. Aku, ah entah. Dengan langkah kaki ragu-ragu kudekatkan diriku padanya. Toh, aku pasti tidak akan bisa melarikan diri. Kautahu… dia malaikat! Bisa terbang, bisa muncul tiba-tiba dihadapanku jika ia mau. Setan-setan saja digambarkan begitu, apalagi malaikat. Pasti lebih itu…

“Jangan takut padaku. Aku bukan Izrail, tidak akan mencabut nyawamu,” katanya sambil tersenyum – tenangkan hatiku.

Aku masih hanya bisa diam.

“Kau merokok?” tanyanya lembut.

Aku menggelengkan kepalaku.

Kepulan asapnya membuatku terbatuk; ia tertawa.

“Darimana kautahu aku ini Djibril?” tanyanya lagi.

Aku diam, masih sedikit takut. Djibril masih asik menghisap rokoknya kemudian menatapku dengan tatapannya yang teduh.

“Hanya Djibril yang sering turun ke bumi, begitu kisah-kisah yang aku tahu,” jawabku memberanikan diri.

Djibril tertawa, “Iya, bisa dibilang… aku pengangguran sekarang. Tak ada lagi tempat yang bisa kusampaikan wahyu. Telah habis kisah kenabian.” Dia mendesah. “Atau kau mau menjadi nabi selanjutnya?” tanyanya dengan nada sedikit bercanda.

Aku menggelengkan kepalaku.

“Tapi seringkali aku difitnah… “ desahnya lagi.

“Maksudmu?”

“Kautahu… beberapa orang di negaramu ini ada yang mengaku mendapatkan wahyu dariku. Atau bahkan mengaku aku. Kalau aku Izrail, sudah kucabut
nyawa mereka dengan cara yang paling menyakitkan.”

Aku menganggukkan kepalaku tanda setuju.

“Kau benar-benar tidak merokok?” tanyanya untuk kesekian kali.

Aku kembali menggelengkan kepalaku. “Rokok tak baik untuk kesehatan,” jawabku pelan.

“Ya, kalau mau aku akan buatkan. Ini bukan tembakau biasa. Ini tembakau surga. Rasanya lebih nikmat dari kretek murahan yang dijual di pasaran. Toh aku tetap sehat meski aku merokok.”

“Mungkin anatomi fisiologi tubuhmu beda.”

Djibril tertawa.

Aku juga (akhirnya) tertawa.

….

Dan kautahu, itu bukan pertemuanku terakhirku dengannya. Sabtu kliwon, purnama bulan berikutnya, lagi-lagi aku tak sengaja bertemu dengannya. Djibril menyamar menjadi manusia. Tapi tentu wajahnya aku kenal. Ia sedang asik bergoyang di diskotik ternama. Kau pasti bertanya kenapa aku bisa berada di tempat itu. Kautahu, aku diajak ke Jakarta oleh anak tetangga untuk mencari kerja. Bagaimana aku tak tergiur, satu tahun ia bekerja, pulangnya sudah membawa mobil baru. Tentu tak kutolak tawarannya. Mungkin nasibku bisa sebaik atau lebih baik dari dia.

Hari pertama ia membicarakan surga ibukota. Dan malamnya aku ikuti ajakannya ke sini, ke tempat keduakalinya aku bertemu dengan Djibril. Aku baru tahu bahwa yang disebut surga itu adalah tempat remang-remang dengan penghuni mayoritas wanita yang disebutnya bidadari, dengan pakaian seadanya: tonjolan-tonjolan dada yang mengundang hasrat dan lautan paha yang diumbar memancing syahwat. Aku tidak, atau belum, terbiasa dengan surga yang seperti ini. Sebab kata orangtuaku dulu, surga itu adalah tempat suci dengan sungai-sungai madu mengalir di dalamnya. Tapi, yang ada di sini – meski nyaris berwarna sama seperti madu – adalah minuman dengan aroma yang menyengat.

“Kau tidak minum?” Djibril bertanya padaku sambil meneguk minuman itu.

“Apa ini?”

“Alkohol. Kau tak tahu?”

Aku menggeleng.

“Kitab suci menyebutnya ‘Khamr’ atau ‘sesuatu yang memabukkan’.”

“Bukannya itu diharamkan?” tanyaku padanya.

“Tadinya tidak…” ia berhenti sejenak – bersendawa. “Ini minuman favorit malaikat.” Dan ia tertawa. Entah apa yang ditertawakannya.

“Kau sudah mabuk.”

“Aku? Mabuk? Tidak mungkin.”

“Kenapa kau di sini? Jangan bilang bahwa kau sudah jenuh jadi malaikat.”

“Ini minuman favorit malaikat! Bukannya tadi aku sudah mengatakannya kepadamu?”

Aku menatapnya dalam. Melihat kedua bola matanya yang mungkin sudah merah.

Djibril mulai bercerita, “Dulu… surga tidak penuh sungai madu. Alkohol lah yang mengalir di dalamnya. Kautahu, kami – kaum malaikat – selalu berpesta
tiap minggunya. Itu dulu sekali, sebelum kalian ada. Kau tentu tidak tahu betapa nikmatnya bercinta dengan bidadari surga yang selalu kembali perawan setelah kami melakukannya.”

“Kau bohong! Dusta!” nadaku mulai meninggi.

Djibril hanya tertawa. “Kautahu, Ablasa, sahabat terdekatku… dia terusir dari kami. Kautahu kenapa? Dia membenci moyangmu, makhluk sok suci yang hobinya menjilat Tuan kami. Ablasa membuat sayembara, siapa yang bisa membongkar topeng kesok-sucian moyangmu itu akan diangkat menjadi pemimpin di antara kami. Sebenarnya aku sudah memperingatkannya, memperingatkan semua kaumku bahwa tindakan seperti itu sudah keterlaluan. Tuan kami bisa marah. Bisa murka. Tapi, Ablasa tetap nekat menggoda. Dan pasti kautahu apa yang selanjutnya terjadi… Ablasa terusir dari surga. Maka, Tuan kami sedikit ‘memperindah’ ceritanya kepada kalian, biar Ia tak kehilangan ‘muka’.”

“Kau benar-benar sudah mabuk. Aku tak mau lagi berbicara kepadamu!”

Aku beranjak pergi. Djibril mencengkram sebelah tanganku, “Kau harus janji, takkan menceritakan kisah ini kepada siapa-siapa. Kalau Ia sampai tahu, aku bukan saja akan dipecat jadi malaikat… nasibku bisa lebih hina ketimbang Ablasa.”

Aku tidak menjawabnya. Aku hentakkan saja tanganku – lepas dari cengkramannya. Lalu pergi.



Satu bulan.
Dua bulan.

Ternyata sudah tiga bulan aku di ibukota. Di sini, aku menjadi bawahannya si anak tetangga. Aku hanya sebagai pengantar jasa. Tiap tiga kali dalam seminggu, aku ditugaskan mengantarkan sejumlah paket ke alamat tertentu. Aku tak tahu apa isi paket itu. Yang jelas aku bahagia, gaji lebih satu juta dalam sebulan aku dapatkan. Lumayan untuk memenuhi kebutuhan dan keluarga di kampung halaman.

Aku masih bersiul di atas motorku, menuju alamat yang ditentukan di kawasan Jakarta Selatan. Terbersit ingatan tiga bulan sebelumnya, tentang Djibril. Ah, pasti dia hanya mengaku Djibril. Djibril tak mungkin seperti itu …, ungkap bathinku. Segerombolan polisi melakukan razia. STNK ada, SIM juga ada. Tak ada yang perlu kucemaskan.

“Ini apa, Pak?” polisi muda satu bertanya. Kutaksir usianya baru duapuluhlimaan.

“Paket, Pak.”

“Bisa saya lihat surat kirimannya?”

Aku merogoh saku celana. Mengeluarkan dompet. Dan kuberikan yang ia minta.

“Boleh kami periksa isinya?”

Dengan terpaksa aku mengiyakan. Maklum, malas rasanya harus membungkus ulang barang ini.

Tak lama, polisi muda tampak memanggil rekannya. Berbisik-bisik. Kemudian berjalan ke arahku. Membekukku. Memborgol tanganku. Tanpa bisa kumengerti alasannya.

“Anda ditangkap dengan tuduhan sebagai pengedar narkoba!”

Aku mengelak. Aku teriak. “Tidak… tidak… aku bukan pengedar!”

“Ini buktinya,” polisi muda itu menunjukkan beberapa bungkusan bubuk berwarna putih yang disebutnya sebagi shabu-shabu. Aku ditangkap dan dibawa ke kantor kepolisian setempat untuk dimintai keterangan.


Aku berada dalam kurungan. Disebutnya aku tertangkap tangan, dengan dakwaan yang tak pernah kulakukan. Si anak tetangga sudah tak ada. Kabarnya ia sudah tak ada di tempat saat aku tertangkap. Aku menjadi terdakwa tunggal. Padahal… kautahu aku tak tahu apa-apa. Aku cuma korban ketidaktahuan. Aku adalah … Hah sudahlah…

Aku hanya bisa menangis.

Dan terus menangis.

Terus menerus berada dalam tekanan. Lama-lama tak selera makan.

Malam kedelapan, dua sosok tampak berusaha membangunkan. Mungkin petugas polisi sialan yang mencoba memaksaku makan seperti hari-hari sebelumnya. Namun setelah kuperhatikan, suara itu tampak tak asing. Seperti… ya kautahu… itu suara Djibril!

“Djibril? Kaukah itu?” Tanyaku dengan suara lirih dengan bibir bergetar pelan.

“Kau sudah sadar rupanya… tidak kusangka kau jadi seperti ini.”

“Djibril… aku tidak bersalah. Tolong aku.”

Samar-samar kulihat ia tersenyum. Sementara aku tak tahu siapa di sampingnya. Mukanya ia tutupi dengan topeng hitam. Dengan baju serba hitam pula.

“Bukannya kau sempat meragukan ke-Djibrilanku?” tanyanya dengan nada sinis.

Aku cuma diam.

“Tapi untunglah… karena itu kau tak membicarakan apa yang pernah kita bicarakan kepada orang lain,” lanjutnya lagi mengungkit kata-kata yang
ia bicarakan saat dia mabuk. “Dan hentikan pikiran bahwa saat itu aku sedang mabuk!” ia menghardik keras – tahu apa yang aku pikirkan.

“Aku akan menolongmu.”

Aku tersenyum. Ingin bangkit memeluknya.

Laki-laki (kukira laki-laki) di sampingnya maju ke hadapanku. Suaranya serak-serak bernada tenor. “Dengan cara apa?” tanyanya kepada Djibril.

“Terserahmu…” Djibril memalingkan muka.

Dan kautahu… aku menjerit. Sakit… sakit sekali. Tidak akan bisa kau bayangkan rasa sakitnya. Beberapa menit aku harus bergumul dengan rasa sakit ini. Aku tersadar… dia Izrail, Si Pencabut Nyawa. Sejenak kutatap Djibril yang sudah memalingkan mukanya. Dan zapp… semua pandanganku lenyap.


(Kau dengar ceritaku kan? Hei kau, tatap aku!
Ternyata percuma mengajakmu bicara
Sekali pun kau tak bisa mendengarku)

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati