Rabu, 28 September 2011

Gerimis di Suatu Malam

Ahmad Zaini
http://sastra-indonesia.com/

Menjelang pagi, mataku masih sulit dipejamkan. Di setiap arah mataku memandang yang tampak hanyalah wajah Luna yang baru saja menghadap Sang Mahakuasa. Kelopak mataku terasa pedih seakan ada yang mengganjal. Lagi-lagi bayangan wajahnya yang mengganjal agar mata ini tidak terpejam. Di setiap sisi ruang kamarku terbayang ribuan lukisan wajahnya yang tersenyum manis. Tawa manja yang merayu saat aku bertemu dengannya setahun yang lalu. Setelah kutatap bayangan itu ribuan wajah Luna pun lenyap ditelan cahaya lampu temaram di ujung malam.

Kusandarkan tubuhku pada tembok berwarna kelabu. Guratan-guratannya menarik khayalan saat aku bersuka cita dengan Luna kala itu. Namun, khayalan itu hanyalah kamuflase belaka. Ia lenyap lantas berganti air mata membanjiri kamarku.

”Andaikan aku tak berangkat saat itu, mungkin malam ini aku duduk berdampingan dengannya,” kataku dalam lamunan.

”Ah, tidak! Luna telah tiada. Aku pembunuh! Aku pembunuh!” teriakku menyalahkan diriku.

Kubekap wajahku dengan bantal guling kusam di pangkuanku. Air mataku terkuras oleh hisapan kapas-kapas yang bersembunyi di balik kantong bantal itu. Kepengapan hidup benar-benar kurasakan saat ini. Orang yang kucintai telah meninggalkanku selama-lamanya.

”Haruskah aku menyusulnya?” tanyaku pada diriku sendiri.

”Jangan!” tolak nuraniku.

”Kematian jangan dicari, kematian tidak bisa dihindari. Kapan dan di mana saja, kematian akan menjemput kita!” bisik nuraniku.

Kini hari-hariku dipenuhi perasaan bersalah yang menyebabkan kematian Luna. Pada suatu sore ia mengirimkan kabar padaku lewat pesan singkat. Dia minta diantarkan ke rumah teman sekolahnya. Saya sudah memperingatkannya agar ke sana besok pagi saja. Namun, ia masih bersikeras meminta aku mengantarkan ke rumah temannya itu. Katanya sangat penting. Akhirnya aku mengalah dan mengantarkannya demi rasa sayangku kepadanya.

Waktu maghrib telah berlalu. Malam mulai menungguku di gerbang hari. Diiringi rintik hujan kupacu motorku ke rumah Luna. Jaket yang kupakai basah kuyup terkena gerimis di malam itu. Sesampai di rumah Luna, kulepas jaket lalu kukibaskan berkali-kali agar butiran air hujan yang menempel segera lepas dari jaketku. Aku melihat Si Luna dari balik jendela kaca rumahnya. Ia sudah menungguku di ruang tamu. Dengan memakai swiiter yang ia beli sewaktu rekreasi ke WBL, ia mengusir dingin malam itu. Tangannya yang terasa dingin segera menjabat tanganku lantas ia mengajakku berangkat ke rumah temannya.

Motorku beranjak dari depan rumah Luna. Suaranya meraung mengusir gerimis yang menerobos cerobong knalpot.

”Agak cepat, dong!” pintanya dengan memukul pundakku.

”Sabar, Luna! Jalannya licin, nih!” jawabku.

Ia rupanya tidak mau bersabar. Ia terus memaksaku memacu motorku melintas di jalan yang licin setelah diguyur hujan.

Pekat malam sedikit mengganggu pandangan mataku. Kilatan cahaya kendaraan yang berpapasan denganku sedikit menyilaukan penglihatanku. Tapi aku tak peduli. Aku tidak mau mengecewakannya. Motor kupacu dengan kecepatan tinggi agar cepat sampai di rumah temannya.

Hawa dingin tak kuhiraukan. Jari-jari hujan membelai wajahku hingga butiran-butirannya mengalir melintasi relung mukaku. Sebutir air hujan mengecup bibir kemudian dengan spontan kuludahkan kembali air itu.

”Asin…!”

”Kenapa, kok, asin?”

”Bibirku dikecup air hujan!” jawabku menggoda.

Si Luna tertawa di atas motor yang melaju semakin kencang.

”Aku cemburu, lho!” katanya.

”Sudah, sudah! Ini di atas motor, lho! Jangan bergurau!”

Si Luna lantas diam tak mengucap sepatah kata pun lagi yang dapat mengganggu konsentrasiku. Lewat jalan berliku, kudahului satu persatu kedaraan di depanku. Di setiap celah yang dapat kulalui, motor yang kupacu lalu menyelinap dan menerobos himpitan kendaraan. Luna tak terlihat ketakutan atau panik saat motorku berada di antara dua kendaraan yang kulalui. Ia semakin senang dan bersemangat agar ia cepat sampai di rumah temannya.

Dekapan kedua tangannya terasa semakin erat. Nafas perutku terasa kembang kempis ditekan tangan halus yang melingkar penuh di perut. Ia seakan menikmati perjalanan yang penuh dengan risiko ini. Mesin motorku meraung-raung memecah gendang telinga. Bak tenaga kuda, motor kupacu tanpa sedikitpun kukendorkan tarikan gasnya. Deru suara motorku mengalahkan dering ponsel dari saku celana si Luna. Untung getaran ponsel itu menyadarkannya bahwa ada panggilan masuk ke ponselnya.

Dekapan erat Luna sedikit mengendur. Tangan kirinya meraih ponsel dari saku celanannya. Sementara tangan kanannya masih melingkar di tubuhku. Saat melintas di jalan berliku, motorku tergelincir dan aku tak mampu mengendalikan motorku lagi. Kami bergulingan jatuh dari motor. Sempat aku melihat motorku meluncur sendiri lantas menabrak pohon yang berdiri di samping jalan raya. Setelah tubuhku terhempas dan terjerembab di persawahan, aku mencari Luna yang sempat lepas lantas terlempar dari motor. Aku tak mendengar rintihan atau erangan dari Luna. Malam itu benar-benar sunyi. Aku melihat benda-benda di sekelilingku lewat terpaan lampu kendaraan yang berlalu. Tapi hingga mataku perih belum juga menemukan Luna.

Kaki kananku terasa perih. Kuraba dengan jari-jari tanganku. Darah mengucur deras dari betis dan telapak kakiku. Saat aku berusaha membalut lukaku dengan sobekan baju lengan panjangku agar darah tidak mengucur, tiba-tba terdengar suara ponsel dari bawah pohon mahoni di pinggir jalan raya. Lampu berirama memberi isyarat mungkin Luna ada di situ. Kuberjalan pelan mendekati kelap-kelip cahaya ponsel. Betapa terkejutnya aku saat melihat tubuh Luna meringkuk bersimbah darah di bawah pohon mahoni. Kuangkat kepalanya yang mengucurkan darah segar. Kupegang denyut nadinya tak ada detaknya. Akhirnya aku berteriak sekuat pita suaraku meminta pertolongan kepada pengguna jalan yang melintas di situ.

Wajah Luna membeku. Ia diam tak menyembulkan senyuman menggodaku. Wajahnya bersimbah darah kudongakku dengan mengharap keajaiban datang. Tapi ia tetap diam.

”Tolooooooong!” teriakku dengan suara serak. Tapi belum ada orang yang datang membantu.

Ponsel yang tergeletak di sisi Luna berdering lalu kuangkat.

”Halo, siapa ini?” tanya suara dari ponsel.

“Aku Daffa, teman Luna. Cepat kemari! Aku butuh pertolongan,” kataku panik.

”Kenapa?”

”Kami kecelakaan.”

”Baik, saya akan segera ke sana. Posisimu di mana?”

Aku kebingungan menjawab pertanyaannya. Aku tak tahu berada di mana sekarang ini. Tak ada rambu penunjuk arah. Tak ada pula papan nama yang bisa menujukkan di mana kami berada.

”Di tikungan jalan menuju ke rumahmu,” jawabku sekenanya.

Hampir dua jam kami bermandi air hujan dan air mata. Aku bingung apakah si Luna masih hidup atau sudah tiada. Dari tanda-tanda di denyut nadinya yang tak berdetak lagi telah menandakan bahwa Luna telah tiada. Aku takut, gugup menghadapi masalah ini sendirian. Dengan sekuat tenaga, tubuh Luna kubopong ke pinggir jalan raya. Baru saja kuturunkan tubuh Luna di pinggir jalan, tiba-tiba ada mobil yang berhenti di depanku.

“Lunaii, Lunaiii!” teriak seorang gadis yang melompat dari pintu mobil tersebut. Ia menangis sejadi-jadinya. Ia merangkul lantas menggoyang-goyang tubuh Luna yang lunglai.

“Luna, jangan pergi!” ratapnya yang tenggelam air mata.

Aku hanya duduk terpaku melihat teman Luna yang merangkul dan menggoyang-goyang tubuh Luna yang tak bernyawa. Sementara aku tak berdaya. Aku tak mampu membantu mereka mengurusi Luna. Akhirnya, tubuhku kusungkurkan di pinggir jalan raya sembari menutup muka dengan kedua telapak tangan. Kemudian dari arah belakang, ada orang yang membangunkanku lantas memapah diriku masuk ke dalam mobil.

Di tengah gerimis di malam itu, lewat kaca jendela mobil yang dipenuhi embun air hujan aku melihat tubuh Luna dibopong dan dimasukkan ke dalam ambulance. Lampu biru di atas ambulance mengubur hatiku ke dalam kesedihan yang mendalam. Tangisku kutahan tak kutumpahkan saat itu. Biarlah nanti air mataku kutumpahkan sebagai pembersih rasa salahku yang menyebabkan kematian Luna.

Saat pemakaman dilaksanakan, tangis pilu mewarnai para pelayat yang kebanyakan adalah kerabat dan teman-teman sekelas Luna. Mereka merasa kehilangan sosok yang supel dan pandai bergaul seperti Luna.

Di atas pusara tertancap dua batu nisan yang bertuliskan Luna Sukmawati. Di atas gundukan tanah itu, taburan ratusan, ribuan bahkan jutaan bunga dengan aroma wangi surga menghiasi pemakaman orang yang terkasih dan tercinta.

______________________________
*) Ahmad Zaini, Penulis beralamat di Wanar Pucuk Lamongan, beberapa puisi dan cerpennya pernah dimuat di Radar Bojonegoro, Majalah MPA (Depag Jatim), Antologi Puisi Bersama seperti Bulan Merayap (Dewan Kesenian Lamongan,2004), Lanskap Telunjuk (DKL, 2004), Khianat Waktu, Antologi Penyair Jawa Timur (DKL, 2006), Absurditas Rindu (Sastra Nesia Lamongan, 2006), Kidung Rumeksa Praja (Dewan Kesenian Jawa Timur, 2010). Pembina SMA Raudlatul Muta’allimin Babat, Lamongan.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati