Ahmad Zaini
http://sastra-indonesia.com/
Menjelang pagi, mataku masih sulit dipejamkan. Di setiap arah mataku memandang yang tampak hanyalah wajah Luna yang baru saja menghadap Sang Mahakuasa. Kelopak mataku terasa pedih seakan ada yang mengganjal. Lagi-lagi bayangan wajahnya yang mengganjal agar mata ini tidak terpejam. Di setiap sisi ruang kamarku terbayang ribuan lukisan wajahnya yang tersenyum manis. Tawa manja yang merayu saat aku bertemu dengannya setahun yang lalu. Setelah kutatap bayangan itu ribuan wajah Luna pun lenyap ditelan cahaya lampu temaram di ujung malam.
Kusandarkan tubuhku pada tembok berwarna kelabu. Guratan-guratannya menarik khayalan saat aku bersuka cita dengan Luna kala itu. Namun, khayalan itu hanyalah kamuflase belaka. Ia lenyap lantas berganti air mata membanjiri kamarku.
”Andaikan aku tak berangkat saat itu, mungkin malam ini aku duduk berdampingan dengannya,” kataku dalam lamunan.
”Ah, tidak! Luna telah tiada. Aku pembunuh! Aku pembunuh!” teriakku menyalahkan diriku.
Kubekap wajahku dengan bantal guling kusam di pangkuanku. Air mataku terkuras oleh hisapan kapas-kapas yang bersembunyi di balik kantong bantal itu. Kepengapan hidup benar-benar kurasakan saat ini. Orang yang kucintai telah meninggalkanku selama-lamanya.
”Haruskah aku menyusulnya?” tanyaku pada diriku sendiri.
”Jangan!” tolak nuraniku.
”Kematian jangan dicari, kematian tidak bisa dihindari. Kapan dan di mana saja, kematian akan menjemput kita!” bisik nuraniku.
Kini hari-hariku dipenuhi perasaan bersalah yang menyebabkan kematian Luna. Pada suatu sore ia mengirimkan kabar padaku lewat pesan singkat. Dia minta diantarkan ke rumah teman sekolahnya. Saya sudah memperingatkannya agar ke sana besok pagi saja. Namun, ia masih bersikeras meminta aku mengantarkan ke rumah temannya itu. Katanya sangat penting. Akhirnya aku mengalah dan mengantarkannya demi rasa sayangku kepadanya.
Waktu maghrib telah berlalu. Malam mulai menungguku di gerbang hari. Diiringi rintik hujan kupacu motorku ke rumah Luna. Jaket yang kupakai basah kuyup terkena gerimis di malam itu. Sesampai di rumah Luna, kulepas jaket lalu kukibaskan berkali-kali agar butiran air hujan yang menempel segera lepas dari jaketku. Aku melihat Si Luna dari balik jendela kaca rumahnya. Ia sudah menungguku di ruang tamu. Dengan memakai swiiter yang ia beli sewaktu rekreasi ke WBL, ia mengusir dingin malam itu. Tangannya yang terasa dingin segera menjabat tanganku lantas ia mengajakku berangkat ke rumah temannya.
Motorku beranjak dari depan rumah Luna. Suaranya meraung mengusir gerimis yang menerobos cerobong knalpot.
”Agak cepat, dong!” pintanya dengan memukul pundakku.
”Sabar, Luna! Jalannya licin, nih!” jawabku.
Ia rupanya tidak mau bersabar. Ia terus memaksaku memacu motorku melintas di jalan yang licin setelah diguyur hujan.
Pekat malam sedikit mengganggu pandangan mataku. Kilatan cahaya kendaraan yang berpapasan denganku sedikit menyilaukan penglihatanku. Tapi aku tak peduli. Aku tidak mau mengecewakannya. Motor kupacu dengan kecepatan tinggi agar cepat sampai di rumah temannya.
Hawa dingin tak kuhiraukan. Jari-jari hujan membelai wajahku hingga butiran-butirannya mengalir melintasi relung mukaku. Sebutir air hujan mengecup bibir kemudian dengan spontan kuludahkan kembali air itu.
”Asin…!”
”Kenapa, kok, asin?”
”Bibirku dikecup air hujan!” jawabku menggoda.
Si Luna tertawa di atas motor yang melaju semakin kencang.
”Aku cemburu, lho!” katanya.
”Sudah, sudah! Ini di atas motor, lho! Jangan bergurau!”
Si Luna lantas diam tak mengucap sepatah kata pun lagi yang dapat mengganggu konsentrasiku. Lewat jalan berliku, kudahului satu persatu kedaraan di depanku. Di setiap celah yang dapat kulalui, motor yang kupacu lalu menyelinap dan menerobos himpitan kendaraan. Luna tak terlihat ketakutan atau panik saat motorku berada di antara dua kendaraan yang kulalui. Ia semakin senang dan bersemangat agar ia cepat sampai di rumah temannya.
Dekapan kedua tangannya terasa semakin erat. Nafas perutku terasa kembang kempis ditekan tangan halus yang melingkar penuh di perut. Ia seakan menikmati perjalanan yang penuh dengan risiko ini. Mesin motorku meraung-raung memecah gendang telinga. Bak tenaga kuda, motor kupacu tanpa sedikitpun kukendorkan tarikan gasnya. Deru suara motorku mengalahkan dering ponsel dari saku celana si Luna. Untung getaran ponsel itu menyadarkannya bahwa ada panggilan masuk ke ponselnya.
Dekapan erat Luna sedikit mengendur. Tangan kirinya meraih ponsel dari saku celanannya. Sementara tangan kanannya masih melingkar di tubuhku. Saat melintas di jalan berliku, motorku tergelincir dan aku tak mampu mengendalikan motorku lagi. Kami bergulingan jatuh dari motor. Sempat aku melihat motorku meluncur sendiri lantas menabrak pohon yang berdiri di samping jalan raya. Setelah tubuhku terhempas dan terjerembab di persawahan, aku mencari Luna yang sempat lepas lantas terlempar dari motor. Aku tak mendengar rintihan atau erangan dari Luna. Malam itu benar-benar sunyi. Aku melihat benda-benda di sekelilingku lewat terpaan lampu kendaraan yang berlalu. Tapi hingga mataku perih belum juga menemukan Luna.
Kaki kananku terasa perih. Kuraba dengan jari-jari tanganku. Darah mengucur deras dari betis dan telapak kakiku. Saat aku berusaha membalut lukaku dengan sobekan baju lengan panjangku agar darah tidak mengucur, tiba-tba terdengar suara ponsel dari bawah pohon mahoni di pinggir jalan raya. Lampu berirama memberi isyarat mungkin Luna ada di situ. Kuberjalan pelan mendekati kelap-kelip cahaya ponsel. Betapa terkejutnya aku saat melihat tubuh Luna meringkuk bersimbah darah di bawah pohon mahoni. Kuangkat kepalanya yang mengucurkan darah segar. Kupegang denyut nadinya tak ada detaknya. Akhirnya aku berteriak sekuat pita suaraku meminta pertolongan kepada pengguna jalan yang melintas di situ.
Wajah Luna membeku. Ia diam tak menyembulkan senyuman menggodaku. Wajahnya bersimbah darah kudongakku dengan mengharap keajaiban datang. Tapi ia tetap diam.
”Tolooooooong!” teriakku dengan suara serak. Tapi belum ada orang yang datang membantu.
Ponsel yang tergeletak di sisi Luna berdering lalu kuangkat.
”Halo, siapa ini?” tanya suara dari ponsel.
“Aku Daffa, teman Luna. Cepat kemari! Aku butuh pertolongan,” kataku panik.
”Kenapa?”
”Kami kecelakaan.”
”Baik, saya akan segera ke sana. Posisimu di mana?”
Aku kebingungan menjawab pertanyaannya. Aku tak tahu berada di mana sekarang ini. Tak ada rambu penunjuk arah. Tak ada pula papan nama yang bisa menujukkan di mana kami berada.
”Di tikungan jalan menuju ke rumahmu,” jawabku sekenanya.
Hampir dua jam kami bermandi air hujan dan air mata. Aku bingung apakah si Luna masih hidup atau sudah tiada. Dari tanda-tanda di denyut nadinya yang tak berdetak lagi telah menandakan bahwa Luna telah tiada. Aku takut, gugup menghadapi masalah ini sendirian. Dengan sekuat tenaga, tubuh Luna kubopong ke pinggir jalan raya. Baru saja kuturunkan tubuh Luna di pinggir jalan, tiba-tiba ada mobil yang berhenti di depanku.
“Lunaii, Lunaiii!” teriak seorang gadis yang melompat dari pintu mobil tersebut. Ia menangis sejadi-jadinya. Ia merangkul lantas menggoyang-goyang tubuh Luna yang lunglai.
“Luna, jangan pergi!” ratapnya yang tenggelam air mata.
Aku hanya duduk terpaku melihat teman Luna yang merangkul dan menggoyang-goyang tubuh Luna yang tak bernyawa. Sementara aku tak berdaya. Aku tak mampu membantu mereka mengurusi Luna. Akhirnya, tubuhku kusungkurkan di pinggir jalan raya sembari menutup muka dengan kedua telapak tangan. Kemudian dari arah belakang, ada orang yang membangunkanku lantas memapah diriku masuk ke dalam mobil.
Di tengah gerimis di malam itu, lewat kaca jendela mobil yang dipenuhi embun air hujan aku melihat tubuh Luna dibopong dan dimasukkan ke dalam ambulance. Lampu biru di atas ambulance mengubur hatiku ke dalam kesedihan yang mendalam. Tangisku kutahan tak kutumpahkan saat itu. Biarlah nanti air mataku kutumpahkan sebagai pembersih rasa salahku yang menyebabkan kematian Luna.
Saat pemakaman dilaksanakan, tangis pilu mewarnai para pelayat yang kebanyakan adalah kerabat dan teman-teman sekelas Luna. Mereka merasa kehilangan sosok yang supel dan pandai bergaul seperti Luna.
Di atas pusara tertancap dua batu nisan yang bertuliskan Luna Sukmawati. Di atas gundukan tanah itu, taburan ratusan, ribuan bahkan jutaan bunga dengan aroma wangi surga menghiasi pemakaman orang yang terkasih dan tercinta.
______________________________
*) Ahmad Zaini, Penulis beralamat di Wanar Pucuk Lamongan, beberapa puisi dan cerpennya pernah dimuat di Radar Bojonegoro, Majalah MPA (Depag Jatim), Antologi Puisi Bersama seperti Bulan Merayap (Dewan Kesenian Lamongan,2004), Lanskap Telunjuk (DKL, 2004), Khianat Waktu, Antologi Penyair Jawa Timur (DKL, 2006), Absurditas Rindu (Sastra Nesia Lamongan, 2006), Kidung Rumeksa Praja (Dewan Kesenian Jawa Timur, 2010). Pembina SMA Raudlatul Muta’allimin Babat, Lamongan.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar