Sabtu, 03 September 2011

Teks, Celah dan Kita

Misbahus Surur
Lampung Post, 14 Mei 2011

Sebagai jendela pengetahuan yang menumpu pada kemampuan daya (me)resepsi, habitus “membaca” lazim punya produktivitas ganda. Selain akumulasi dalam bentuk ujaran atau lisan (speaking), tabiat ini tentu saja dapat memantulkan resonansi dalam tulisan (writing). Dan, buku –salah satunya-, sebagai jantung di mana degup teks memompa darahnya, guna mendapatkan vitalitas. Juga ruang, di mana mekanisme “membaca” bekerja. Adalah tanda mata (reminder) bagi sesiapa yang tak letih menajamkan indra dan pikirannya. Tersebutlah Wolfgang Iser, yang mengatakan semua objek yang kita baca (teks-teks) pada akhirnya menyisakan celah-celah (Cavallaro, 2004: 99). Katakanlah sebagai semacam “pintu masuk” yang, sering tak sadar, disediakan pengarang, di mana pembaca –dengan cara dan kemampuan menyerap yang berbeda-beda, membenamkan diri ke sana. Entah aktivitas itu kelak sekadar semata pleasure atau akan menjadi sarana memadukan kembali komponen-komponennya ke dalam berbagai perayaan dan interaksi tulisan yang lebih baru (?).

Namun, lepas dari itu, ketika sebuah teks mendapatkan apresiatornya, lebih-lebih respons dalam reproduksi yang divergen, baru aktivitas ”membaca” dapat bertiwikrama. Suatu fase (per)gerak(an) teks, awal dari impuls bagi titik cerah untuk menuai momen-momen katarsis, atau ekstase (kata-kata). Di mana pembaca dan teks, dalam kadar tertentu punya kesanggupan untuk saling bertaut dalam interaksi yang terbuka, intim, dan sepenuhnya. Dan memang laku “membaca”, setidaknya, adalah upaya memasuki relung-relung kata, untuk menyibak segenap sisi dan menelusuri lipatan-lipatan petanda yang mengeram dalam ruang bahasa. Sebuah ruang, yang tak jarang menyimpan, kemudian menghantarkan, momen, yang dalam kata-kata Barthes, biasa disebut Jouissance. Yakni istilah bagi kondisi atau momen, saat-saat membaca mampu mendapatkan ”rasa nikmat”, yang bisa sampai tak berhingga.

Sastrawan-kritikus, Jean-Paul Sartre, karena sebuah tulisan, pernah dihantam kritik suatu kali. Kala itu, Sartre–dari pengakuannya-kerap dikritik atas nama sastra, tanpa satu pun dari para pengkritik mendefinisikan sastra yang dimaksud mereka. Pada sebuah kesempatan ia menganggap balik kritik tersebut dengan nada setengah mengilah: “Jawaban terbaik untuk mereka (para pengkritik itu) adalah memeriksa kembali seni menulis (the art of writing)”. Dengan mengajukan tiga buah rumusan: what, why dan for whom does one write. Dari peristiwa ini, Barthes, yang punya perhatian lebih pada Sartre dan terutama sastra, lalu menulis risalah Writing Degree Zero (WDZ). Berangkat dari tiga buah pertanyaan menohok dan inspiratif yang disodorkan Sartre itu (S.T. Sunardi, 2004: 7-8).

WDZ masih berusaha menjawab ihwal kenapa seseorang mula-mula menulis. S. Sontag–yang pernah membubuhkan pengantar di buku ini-di mana sebelumnya mengakui bayang-bayang Sartre pada Barthes, kemudian hari turut mengafirmasi. Sebagai bukti orisinalitas Barthes, karena jawaban lain yang berbeda dari Sartre.Namun, alih-alih Barthes menjawab rumusan Sartre itu. Dalam karya ini ia mengajukan jawaban lain berupa gagasan sastra terlibat (literature engagee) ala dirinya. Ihwal karya yang menurut Barthes punya tempat khusus di antara bentuk subjungtif (ajakan) dan imperatif (perintah). Lebih jauh ia memaparkan teori tulisan (writing), yang melampaui bahasa (language) dan gaya (style) milik umum. Bagi Barthes, jika bahasa dan gaya produk alami dari waktu, tulisan (writing) adalah pilihan kemanusiaan. Ia tak dihidupi oleh semacam kebisingan ideologis, kepentingan jangka pendek dan sejawatnya. Sastra terlibat bagi Barthes adalah sastra yang–salah satunya-justru dapat mengosongkan dirinya dari hal-ihwal di atas. Di mana tulisan benar-benar menjadi sekadar passion of writing bagi penulis.

Nirwan Dewanto dalam buku Senjakala Kebudayaan, dengan sangat baik, pernah menyinggung persoalan yang barangkali tak jauh berbeda. Pada salah satu esai, Nirwan membandingkan aspek politis dalam Seratus Tahun Kesunyian-nya Marques yang memang penuh hiruk politik, dengan Olenka-nya Budi Darma yang ditengarai sepi dari itu. Dari pengamatan dan telaah yang cukup dalam, Nirwan menyimpulkan novel Olenka yang seolah cuma beryanyi sunyi pun sungguhnya tak lepas dari aspek politik juga. Bagaimana wujud keterlibatan dan ungkapan kesadaran politik di sana? Dengan mengandaikan capaian dalam puisi lirik dan puisi slogan. Nirwan mengatakan puisi lirik lebih menyubversi kesadarannya dibanding puisi slogan. Alasannya, sastra sudah mengandung unsur politis dalam dirinya.

***

Menulis memang laku produktif, dan karena itu butuh sebuah “gerak kreatif”. Dengan medium bahasa yang hidup; mengalir dan senantiasa menuju dialog. Sebab itu pula, misalnya menulis karya sastra, jamak adalah menulis untuk tak hanya berjalan pada jalan yang lempang; tradisi literer yang ada. Melainkan untuk melengkapi dan bahkan melampauinya. Menulis sastra, adalah ikhtiar mengolah gaya dan memperbarui keterampilan, begitu ungkap G. Flaubert. Semacam rute untuk merambah ”kebaruan” pola dan ucap, yang (mesti) ditempuh penyair, misalkan ini dalam ranah puisi. Demi menempa kemudaan wicara (pure speech). Yang meliputi intensitas diksi, bentuk ungkap, gaya bahasa, kalau boleh menyebut beberapa di antaranya.

Ibn Jinni, terkait ini, yang saya kutip keterangannya dari Adonis, pernah mengatakan, kebaruan adalah nilai yang ada pada dirinya sendiri. Dalam keterangan yang sama, Ibn Rasyiq menambahkan, bahasa perumpamaan (metafora) adalah puisi yang paling sulit; sangat tak mudah ditangani. Sebab, masing-masing orang bisa saja memerikan sesuatu tergantung kekuatan dan kelemahan yang ada dalam dirinya. Masih merujuk Rasyiq, gambaran mengenai sesuatu yang dilihat manusia berdasarkan penglihatannya itu akan lebih tepat, dari gambaran sesuatu yang tak ia lihat. Penjelasan dua orang ilmuwan bahasa dan kritikus inilah yang, kemudian hari dimaklumatkan Adonis dalam Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam (terj. Khairon Nahdiyyin, volume 4), sebagai kekuatan individu (unique) dan kreativitas (LKiS, 2009: hlm 7-8).

Dan hal seperti itu juga yang, kurang lebih, pernah dirumuskan Barthes dalam Writing Degree Zero. Bahwa menulis adalah ketika seseorang mulai peduli dengan dirinya sendiri (writing itself). Sembari tak lelah terus bertukar-tangkap gagasan, dialektika dan memompa kreasi, bukan sebagai ihwal yang jamaknya sengaja (untuk tak menyebut gagap), gimmick juga nafsu mengulang. Melainkan sebagai sesuatu yang malah sering tak terencana.Oleh sebab itu, untuk melahirkan karya, bagi Barthes, selain menghasilkan bahasa (language) dan gaya (style), mau tak mau seorang (penulis) tertuntut memunculkan writing. Di sini, jika bahasa dan gaya adalah dimensi horizontal dan vertikal, tulisan (writing) ala Barthes adalah sejenis suara pribadi dari seorang penulis yang unik (S.T. Sunardi, 2004: 8).

Demikianlah, menulis adalah belajar kembali membaca teks, memasuki kedalamannya, dan mungkin hingga terserap larut olehnya. Entah kelak nyangkut atau terus-terusan hanyut, yang jelas kita sering kemudian berusaha mengisi celah-celah yang ada, sesuai dengan horizon dan subjektivitas masing-masing. Sebab, konfigurasi teks yang variatif itu memang jamak kita (pembaca) reaksi dengan tingkat dan kapasitas yang berbeda-beda pula. Akhirnya, teks -yang dicipta pengarang-, seberapa pun daya artistiknya, sejauh apa pun kekuatan literer dan jangkauannya, tak lebih berguna tanpa (semangat) pembacaan yang tak henti-henti. Juga terdapatnya sebuah konstruksi dan realisasi-realisasi yang berkelanjutan. Dan begitu seterusnya.

Inilah hal atau momen yang dalam pemikiran Barthes dinamai writerly (barangkali dalam tingkat tertentu, selevel atau bahkan nyaris menyamai konsep exotopy-nya Bakhtin, atau interteks-nya Kristeva). Di mana posisi pembaca (pra-menulis) tak hanya puas berkubang dalam lumpur snobis atau melulu terpukau oleh sihir epigonnya. Tapi selalu terbuka dan membuka diri, sehingga denyut produktivitas juga sensibilitas “yang berbeda” dapat timbul dan terjaga. Di titik ini juga kemungkinan teks menjadi wahana trance, -atau trace kalau merujuk nubuat Derrida-, tergelar lebar. Lagi pula bukankah memang tak ada tanda (bahasa, teks dan sejenisnya) yang hadir untuk dirinya sendiri (?)

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati