Misbahus Surur
Lampung Post, 14 Mei 2011
Sebagai jendela pengetahuan yang menumpu pada kemampuan daya (me)resepsi, habitus “membaca” lazim punya produktivitas ganda. Selain akumulasi dalam bentuk ujaran atau lisan (speaking), tabiat ini tentu saja dapat memantulkan resonansi dalam tulisan (writing). Dan, buku –salah satunya-, sebagai jantung di mana degup teks memompa darahnya, guna mendapatkan vitalitas. Juga ruang, di mana mekanisme “membaca” bekerja. Adalah tanda mata (reminder) bagi sesiapa yang tak letih menajamkan indra dan pikirannya. Tersebutlah Wolfgang Iser, yang mengatakan semua objek yang kita baca (teks-teks) pada akhirnya menyisakan celah-celah (Cavallaro, 2004: 99). Katakanlah sebagai semacam “pintu masuk” yang, sering tak sadar, disediakan pengarang, di mana pembaca –dengan cara dan kemampuan menyerap yang berbeda-beda, membenamkan diri ke sana. Entah aktivitas itu kelak sekadar semata pleasure atau akan menjadi sarana memadukan kembali komponen-komponennya ke dalam berbagai perayaan dan interaksi tulisan yang lebih baru (?).
Namun, lepas dari itu, ketika sebuah teks mendapatkan apresiatornya, lebih-lebih respons dalam reproduksi yang divergen, baru aktivitas ”membaca” dapat bertiwikrama. Suatu fase (per)gerak(an) teks, awal dari impuls bagi titik cerah untuk menuai momen-momen katarsis, atau ekstase (kata-kata). Di mana pembaca dan teks, dalam kadar tertentu punya kesanggupan untuk saling bertaut dalam interaksi yang terbuka, intim, dan sepenuhnya. Dan memang laku “membaca”, setidaknya, adalah upaya memasuki relung-relung kata, untuk menyibak segenap sisi dan menelusuri lipatan-lipatan petanda yang mengeram dalam ruang bahasa. Sebuah ruang, yang tak jarang menyimpan, kemudian menghantarkan, momen, yang dalam kata-kata Barthes, biasa disebut Jouissance. Yakni istilah bagi kondisi atau momen, saat-saat membaca mampu mendapatkan ”rasa nikmat”, yang bisa sampai tak berhingga.
Sastrawan-kritikus, Jean-Paul Sartre, karena sebuah tulisan, pernah dihantam kritik suatu kali. Kala itu, Sartre–dari pengakuannya-kerap dikritik atas nama sastra, tanpa satu pun dari para pengkritik mendefinisikan sastra yang dimaksud mereka. Pada sebuah kesempatan ia menganggap balik kritik tersebut dengan nada setengah mengilah: “Jawaban terbaik untuk mereka (para pengkritik itu) adalah memeriksa kembali seni menulis (the art of writing)”. Dengan mengajukan tiga buah rumusan: what, why dan for whom does one write. Dari peristiwa ini, Barthes, yang punya perhatian lebih pada Sartre dan terutama sastra, lalu menulis risalah Writing Degree Zero (WDZ). Berangkat dari tiga buah pertanyaan menohok dan inspiratif yang disodorkan Sartre itu (S.T. Sunardi, 2004: 7-8).
WDZ masih berusaha menjawab ihwal kenapa seseorang mula-mula menulis. S. Sontag–yang pernah membubuhkan pengantar di buku ini-di mana sebelumnya mengakui bayang-bayang Sartre pada Barthes, kemudian hari turut mengafirmasi. Sebagai bukti orisinalitas Barthes, karena jawaban lain yang berbeda dari Sartre.Namun, alih-alih Barthes menjawab rumusan Sartre itu. Dalam karya ini ia mengajukan jawaban lain berupa gagasan sastra terlibat (literature engagee) ala dirinya. Ihwal karya yang menurut Barthes punya tempat khusus di antara bentuk subjungtif (ajakan) dan imperatif (perintah). Lebih jauh ia memaparkan teori tulisan (writing), yang melampaui bahasa (language) dan gaya (style) milik umum. Bagi Barthes, jika bahasa dan gaya produk alami dari waktu, tulisan (writing) adalah pilihan kemanusiaan. Ia tak dihidupi oleh semacam kebisingan ideologis, kepentingan jangka pendek dan sejawatnya. Sastra terlibat bagi Barthes adalah sastra yang–salah satunya-justru dapat mengosongkan dirinya dari hal-ihwal di atas. Di mana tulisan benar-benar menjadi sekadar passion of writing bagi penulis.
Nirwan Dewanto dalam buku Senjakala Kebudayaan, dengan sangat baik, pernah menyinggung persoalan yang barangkali tak jauh berbeda. Pada salah satu esai, Nirwan membandingkan aspek politis dalam Seratus Tahun Kesunyian-nya Marques yang memang penuh hiruk politik, dengan Olenka-nya Budi Darma yang ditengarai sepi dari itu. Dari pengamatan dan telaah yang cukup dalam, Nirwan menyimpulkan novel Olenka yang seolah cuma beryanyi sunyi pun sungguhnya tak lepas dari aspek politik juga. Bagaimana wujud keterlibatan dan ungkapan kesadaran politik di sana? Dengan mengandaikan capaian dalam puisi lirik dan puisi slogan. Nirwan mengatakan puisi lirik lebih menyubversi kesadarannya dibanding puisi slogan. Alasannya, sastra sudah mengandung unsur politis dalam dirinya.
***
Menulis memang laku produktif, dan karena itu butuh sebuah “gerak kreatif”. Dengan medium bahasa yang hidup; mengalir dan senantiasa menuju dialog. Sebab itu pula, misalnya menulis karya sastra, jamak adalah menulis untuk tak hanya berjalan pada jalan yang lempang; tradisi literer yang ada. Melainkan untuk melengkapi dan bahkan melampauinya. Menulis sastra, adalah ikhtiar mengolah gaya dan memperbarui keterampilan, begitu ungkap G. Flaubert. Semacam rute untuk merambah ”kebaruan” pola dan ucap, yang (mesti) ditempuh penyair, misalkan ini dalam ranah puisi. Demi menempa kemudaan wicara (pure speech). Yang meliputi intensitas diksi, bentuk ungkap, gaya bahasa, kalau boleh menyebut beberapa di antaranya.
Ibn Jinni, terkait ini, yang saya kutip keterangannya dari Adonis, pernah mengatakan, kebaruan adalah nilai yang ada pada dirinya sendiri. Dalam keterangan yang sama, Ibn Rasyiq menambahkan, bahasa perumpamaan (metafora) adalah puisi yang paling sulit; sangat tak mudah ditangani. Sebab, masing-masing orang bisa saja memerikan sesuatu tergantung kekuatan dan kelemahan yang ada dalam dirinya. Masih merujuk Rasyiq, gambaran mengenai sesuatu yang dilihat manusia berdasarkan penglihatannya itu akan lebih tepat, dari gambaran sesuatu yang tak ia lihat. Penjelasan dua orang ilmuwan bahasa dan kritikus inilah yang, kemudian hari dimaklumatkan Adonis dalam Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam (terj. Khairon Nahdiyyin, volume 4), sebagai kekuatan individu (unique) dan kreativitas (LKiS, 2009: hlm 7-8).
Dan hal seperti itu juga yang, kurang lebih, pernah dirumuskan Barthes dalam Writing Degree Zero. Bahwa menulis adalah ketika seseorang mulai peduli dengan dirinya sendiri (writing itself). Sembari tak lelah terus bertukar-tangkap gagasan, dialektika dan memompa kreasi, bukan sebagai ihwal yang jamaknya sengaja (untuk tak menyebut gagap), gimmick juga nafsu mengulang. Melainkan sebagai sesuatu yang malah sering tak terencana.Oleh sebab itu, untuk melahirkan karya, bagi Barthes, selain menghasilkan bahasa (language) dan gaya (style), mau tak mau seorang (penulis) tertuntut memunculkan writing. Di sini, jika bahasa dan gaya adalah dimensi horizontal dan vertikal, tulisan (writing) ala Barthes adalah sejenis suara pribadi dari seorang penulis yang unik (S.T. Sunardi, 2004: 8).
Demikianlah, menulis adalah belajar kembali membaca teks, memasuki kedalamannya, dan mungkin hingga terserap larut olehnya. Entah kelak nyangkut atau terus-terusan hanyut, yang jelas kita sering kemudian berusaha mengisi celah-celah yang ada, sesuai dengan horizon dan subjektivitas masing-masing. Sebab, konfigurasi teks yang variatif itu memang jamak kita (pembaca) reaksi dengan tingkat dan kapasitas yang berbeda-beda pula. Akhirnya, teks -yang dicipta pengarang-, seberapa pun daya artistiknya, sejauh apa pun kekuatan literer dan jangkauannya, tak lebih berguna tanpa (semangat) pembacaan yang tak henti-henti. Juga terdapatnya sebuah konstruksi dan realisasi-realisasi yang berkelanjutan. Dan begitu seterusnya.
Inilah hal atau momen yang dalam pemikiran Barthes dinamai writerly (barangkali dalam tingkat tertentu, selevel atau bahkan nyaris menyamai konsep exotopy-nya Bakhtin, atau interteks-nya Kristeva). Di mana posisi pembaca (pra-menulis) tak hanya puas berkubang dalam lumpur snobis atau melulu terpukau oleh sihir epigonnya. Tapi selalu terbuka dan membuka diri, sehingga denyut produktivitas juga sensibilitas “yang berbeda” dapat timbul dan terjaga. Di titik ini juga kemungkinan teks menjadi wahana trance, -atau trace kalau merujuk nubuat Derrida-, tergelar lebar. Lagi pula bukankah memang tak ada tanda (bahasa, teks dan sejenisnya) yang hadir untuk dirinya sendiri (?)
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar