Sabtu, 03 September 2011

Sketsa Penyair Lampung

Iswadi Pratama*
Pikiran Rakyat, 20 Mei 2006

MULANYA panitia “Festival Mei 2006″ meminta saya untuk menuliskan peta kepenyairan Lampung. Namun, tidak setiap jengkal ranah sastra yang terbentang di Lampung sejak era Isbedy Stiawan Z.S. hingga generasi yang muncul belakangan saya pahami. Kesulitan itu semakin besar disebabkan fakta bahwa sebagian besar penyair di Lampung tidak selalu dapat dilacak karyanya melalui media massa atau antologi puisi yang pernah diterbitkan. Namun jelas, para penyair yang memilih untuk “menyimpan” karyanya itu akan mendamprat saya jika mereka tidak terpetakan hanya karena alasan-alasan yang bersifat publisitas. Buktinya, dalam beberapa kali Dewan Kesenian Lampung menerbitkan antologi puisi banyak sekali penyair yang terpaksa tidak dapat disertakan lantaran “tak terlacak” –padahal jumlah penyair yang karyanya ikut dibukukan sudah cukup banyak.

Oleh karena itu, tidak berlebihan jika Nirwan Dewanto pernah menyebut Lampung sebagai “negeri penyair” –tapi masih dalam harapan menjadi “negeri puisi”.

“Perkembangbiakan penyair yang cukup subur ini barangkali ada kaitannya dengan kondisi geografis Lampung, khususnya Bandar Lampung yang berbukit-bukit dan dekat dengan laut. Daerah seperti ini memang cocok untuk para penyair.” Demikian ujar Binhad Nurrohmat, salah seorang penyair kelahiran Lampung yang kini menetap di Jakarta. Saya kira, Binhad memang sedang bergurau ketika mengutarakan hal itu. Sebab, itu bukanlah sebuah pernyataan “ilmiah” yang berdasarkan pada data-data atau semacam riset tentang “Pengaruh Kondisi Geografis terhadap Kesuburan Penyair Lampung”. Namun, sebagaimana umumnya para penyair yang senang bermetafor –bahkan dalam obrolan sehari-hari– pernyataan Binhad itu bisa saja ditafsirkan bahwa di sebuah daerah yang masyarakatnya telah berkembang menjadi “semacam” masyarakat modern namun kedekatan dengan alam masih kuat, menjadi penyair adalah sebuah cara memosisikan diri yang paling romantis (memikat). “Itulah sebabnya di Lampung banyak penyair liris dan bersemangat romantis,” ujar Binhad seraya menunjuk saya sebagai salah satu di antaranya. “Untuk sampai ke rumahmu saja, kita harus melewati kota dengan jalanan yang meliuk-liuk, lembah, gunung, dan pepohonan, ini adalah lirisme secara geografis. Beda dengan saya yang tinggal di Jakarta atau teman-teman penyair lain yang hidup di kota-kota metropolitan lainnya di Indonesia. Sukar bagi saya menulis angin, sungai, gerimis, hujan, pohon, sepi, hening. Itu juga yang menyebabkan karya saya dan sebagian penyair lain yang tinggal di kota-kota besar punya ekspresi yang lebih keras!”

Saya tahu Binhad tidak bermaksud melakukan generalisasi. Saya kira ini hanyalah usahanya untuk memahami sebuah keadaan: Lampung banyak penyair dan banyak karya dari sebagian besar mereka bersemangat romantis dan liris. Binhad berhak mempertahankan argumentasinya dengan cara pandang seperti itu. Namun, ada beberapa fakta yang berkaitan dengan jumlah penyair Lampung yang lumayan banyak itu.

Era ’80-an

Periode tahun ’80-an yang saya gunakan di sini hanyalah untuk menandai kemunculan para penyair Lampung yang pada periode itu karya-karyanya telah dikenal secara luas dalam ranah sastra Indonesia. Generasi ini ditandai dengan beberapa penyair seangkatan yakni Isbedy Stiawan Z.S., Iwan Nurdaya Djafar, Sugandhi Putra –ketiganya pernah diundang Dewan Kesenian Jakarta dalam Forum Penyair Lampung 1987.

Selain ketiga penyair, masih ada nama-nama seperti Achmad Rich, Dadang Ruhiyat, Hendra Z., dan Juhardi Basri. Achmad Rich (sekarang telah wafat), Dadang Ruhiyat, Hendra Z., Juhardi Basri, Sugandhi Putra, dan Iwan Nurdaya Djafar nyaris tak memublikasikan karyanya lagi. Namun, keenam penyair ini selalu dapat menunjukkan puisi baru mereka dalam setiap acara sastra di mana mereka terlibat.

Yang perlu dicatat –khususnya pada Iwan Nurdaya Djafar– meski tak rajin lagi menulis dan memublikasikan puisi, ia justru kian produktif menerjemahkan karya Khalil Gibran, Omar Khayam, Rumi, Tagore, Goethe, Octavio Paz, Ogi Muri, dan lain-lain.

Satu-satunya penyair Lampung generasi ’80-an yang hingga kini terus berkarya, baik puisi maupun prosa, adalah Isbedy Stiawan Z.S. Untuk konteks sastrawan Indonesia generasi ’80-an, Isbedy adalah salah seorang yang paling produktif. Para penyair Lampung yang menyusul barisan Isbedy Stiawan Z.S. dkk. di antaranya Syaiful Irba Tanpaka, Sutarman Sutar, dan Christian Heru Dwi Cahyo.

Era ’90-an

Memasuki era ’90-an, dunia sastra di Lampung kian diramaikan dengan kehadiran nama-nama Ahmad Yulden Erwin, Panji Utama, Muhtar Ali, Pondi Al-Kindy, Eva Lismiarni, Budi P. Hutasuhut (P. Hatees), Dahta Gautama, Iswadi Pratama, dan belakangan Oyos Saroso H.N., yang hijrah dari Jakarta dan hingga kini menetap di Lampung. Sebenarnya, pada era ini, masih cukup banyak penyair Lampung yang juga berkiprah. Namun maaf, tidak seluruhnya bisa saya ingat dengan baik.

Salah satu “dentuman besar” yang menandai maraknya jumlah penyair Lampung di era ’90-an adalah diterbitkannya antologi puisi Memetik Puisi dari Udara oleh Radio Suara Bhakti (Rashuba), sebuah radio kawula muda setiap minggu menyelenggarakan acara pembacaan puisi on air dan diskusi sastra. Ini adalah acara yang diasuh oleh Ari S. Mukhtar, salah seorang alumnus Teater Sae angkatan Budi Otong. Melalui acara ini, sastra khususnya puisi bahkan sempat menjadi tren di kalangan remaja di Bandar Lampung.

Dari penyair era ’90-an ini lahir pula beberapa antologi puisi, di antaranya Tap (manuskrip puisi Ahmad Yulden Erwin dan Panji Utama, 1992), Pasar Kabut (antologi puisi Panji Utama, 1994/1995), Kibaran Bendera (antologi puisi Panji Utama, 1997), dan Meditasi Sebatang Rokok (manuskrip puisi Ahmad Yulden Erwin, 1996/1998).

Meski Ahmad Yulden Erwin dan Panji Utama, dua penyair yang paling menonjol di ujung era ’90-an (1988-1989) ini tidak rajin lagi memublikasikan karyanya, keduanya masih menulis.

Era 2000

Menapaki era 2000-an (sejak 1994/1995) ranah sastra Lampung diramaikan dengan kemunculan penyair dan cerpenis yang sebagian besar memiliki basis aktivitas kesenian di perguruan tinggi. Di antaranya Rivian A. Chepy, Ari Pahala Hutabarat, Jimmy Maruli Alfian, Inggit Putria Marga, Budi Lpg, Lex Robert, Kuswinarto (cerpenis), dan Dyah Indra Mertawirana (cerpenis). Di luar kampus, muncul nama-nama Arman A.Z., (cerpenis) Dina Octaviani, Nersalya Renatha, Imas Sobariah, Robby Akbar, dan Hendri Rosevelt.

Dari gerbong era 2000 ini, kita lalu mengenal nama-nama yang hingga kini karyanya sering muncul di banyak media massa, di antaranya Ari Pahala Hutabarat, Jimmy Maruli Alfian, Inggit Putria Marga, Dina Octaviani (menikah dengan Gunawan Maryanto dan kini menetap di Yogya), Dyah Indra Mertawirana (cerpen). Sesekali, muncul karya Nersalya Renatha, Alex Robert, dan Hendri Rosevelt di koran atau media massa lainnya. Di luar ini, sebagian terus berjuang untuk bisa “hadir” lebih luas melalui media massa.

Dari tradisi sastra yang tercipta di kampus, khususnya Universitas Lampung, telah terbit antologi puisi yang memuat karya-karya penyair yang notabene masih menjadi mahasiswa. Di antaranya Daun-Daun Jatuh, Tunas-Tunas Tumbuh (Teknokra, 1995) dan Menikam Senja Membidik Cakrawala (Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni Universitas Lampung, 1997/1998).

Epilog

Sketsa pertumbuhan penyair di Lampung tersebut tentu tidak serta-merta merepresentasikan regenerasi penyair Lampung secara utuh. Semua sekadar fragmen-fragmen yang berupaya menangkap fase-fase paling penting. Meskipun di sana sini tetap tak bisa lengkap. Namun, saya sedang menyodorkan sebuah data mengenai kepenyairan di Lampung yang mudah-mudahan dapat memperkaya pandangan akan kepenyairan di Lampung.

Salah satu faktor yang telah menjadikan Lampung memiliki begitu banyak penyair dan sebenarnya juga cerpenis adalah karena di hampir dalam setiap generasi selalu ada penyair atau cerpenis yang juga memiliki basis kreativitas di komunitas-komunitas seni.

Melalui mereka inilah, menulis puisi atau cerpen jadi semacam “penyakit menular” di banyak komunitas seni di Lampung. Tak terkecuali sanggar-sanggar seni yang ada di sekolah-sekolah. Juga, tak mengabaikan peran media massa seperti yang pernah dilakukan “Radio Suara Bhakti” di era ’80-an, Lampung Post dengan “Redaksi Siswa”-nya yang hingga kini masih dipertahankan. Kini ada pula radio swasta “Mandala FM” yang gemar melaksanakan bincang seni dan sastra, atau radio komunitas yang dikelola KNPI khusus untuk meladeni hasrat besar para pelajar di Bandar Lampung untuk berekspresi-kreatif soal apa saja termasuk sastra.

Pertanyaannya, setelah “dinobatkan” sebagai “Negeri Penyair”, layakkah Lampung selanjutnya menjadi “Negeri Puisi”? Saya kira akan ada banyak takaran, parameter, pendapat, dan penilaian yang bisa diajukan dan kita diskusikan bersama.***

*) Penyair, peserta “Festival Mei 2006″
Sumber: http://ulunlampung.blogspot.com/2007/02/sketsa-penyair-lampung.html

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati