Maman S. Mahayana *
http://mahayana-mahadewa.com/
Leila S. Chudori, 9 dari Nadira (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, Oktober 2009, xi + 270 halaman)
Konsep cerpen—novel akhirnya gagal mempertahankan dirinya. 9 dari Nadira boleh mengajari para penghamba teori untuk tidak lagi bersikukuh pada konsep. Bukankah teks sastra yang melahirkan teori? Maka ia harus rela mendahulukan teks (sastra) yang berhasil menyibakkan rimbun teori dalam membuka jalan baru. Itulah yang terjadi pada 9 dari Nadira yang berada pada garis demarkasi cerpen—novel. Jadi, sinyalemen Budi Darma tentang 9 dari Nadira sebagai novel, patutlah dipertimbangkan.
Meski begitu, perkara konsep cerpen—novel berkaitan dengan bentuk dan waktu penceritaan. Capaian estetiknya harus dapat teruji berdasarkan ekselensi dan eksesnya dalam mengusung sebuah bangunan cerita. Di sinilah, 9 dari Nadira seperti menceburkan saya pada hamparan danau metafora dengan segala gelombang kata-kata bersayap. Dan bahasa Indonesia yang kerap dituding miskin daya ungkap, menjelma menjadi serangkaian tata kalimat yang penuh pesona, begitu plastis, lincah dalam permainan berbagai majas dan idiom. Segalanya jadi terasa segar—renyah, bahkan terkadang juga suram—murung, bergantung pada peristiwa digambarkannya. Sungguh mengasyikkan!
Tokoh-tokoh yang hadir di sana gonta-ganti bertindak sebagai narator. Pusat penceritaan (focus of narration) pun menyerupai adegan-adegan film dengan kamera yang menyoroti siapa saja yang dianggap bakal mendukung keseluruhan cerita. Di sinilah kepiawaian sutradara diuji. Apakah lintasan-lintasan peristiwa masa lalu, pemotretan pada tokoh tertentu, atau pergerakan pemain figuran, mirip pola serial silat Kho Ping Ho atau film-film Bollywood? Pola kilas balik lintasan masa lalu, pergantian pencerita, pergeseran pusat penceritaan, jika tak hati-hati, sering menggelincirkan pada lubang kosong, menghadirkan rumpang, atau terkesan mengulur tegangan secara eksesif, bahkan lewah. Jika begitu, ia akan menjadi lanturan (digression), seperti bentuk surat pada novel-novel awal Balai Pustaka atau propaganda politik karya-karya zaman Jepang.
9 dari Nadira ternyata pergi jauh mengubur model itu. Segala kisah memang berseliweran. Menclak-menclok di beberapa kota dunia, atau bolak-balik antara masa lalu dan masa kini. Kerap juga imajinasi kita dibawa melayang ke dunia di entah-berantah, tetapi terasa sangat dekat. Tiba-tiba saja kita seperti disergap peristiwa nun jauh di sana, tetapi tokh rasanya ikut terlibat di situ. Tentu saja itu dimungkinkan, bukan hanya lantaran jalinan ceritanya yang mengalir-mengasyikkan, tetapi juga karena semua peristiwanya mencantel pada satu titik. Tertata begitu fungsional merekatlekatkan keseluruhan potongan gambar puzzle: sebuah keluarga Bram—Kemala, dan ketiga anaknya: Nina—Arya—Nadira.
Dalam sejarah antologi cerpen Indonesia—jika ditempatkan di situ—tidak syak lagi, 9 dari Nadira berada dalam posisi terdepan. Inilah monumen cerpen Indonesia yang disiapkan dengan sangat matang. Sebuah tonggak penting yang niscaya akan menggagalkan kita, jika kita coba menafikannya. Lalu, bagaimana jika ditempatkan dalam peta novel Indonesia? Apakah ia sekadar pelengkap belaka atau menawarkan sesuatu yang dapat menambah kekayaan tematik, stilistik, atau formalistik?
Secara tematik, 9 dari Nadira berhasil melebarkan problem domestik menjadi persoalan manusia transnasional. Keluarga Bram Suwandi adalah representasi manusia Indonesia yang hidup dalam pergaulan masyarakat dunia. Jadi, meski tidak punya cantelan kultur etnik, akar agama (Islam) tetap sebagai penanda identitas ideologi. Dan sesuai dengan perkembangan zaman, akar ideologi itu disikapi secara berbeda oleh ketiga anaknya. Maka, tema apa pun yang coba dikembangkan melalui salah seorang tokoh anggota keluarga Bram Suwandi, problem domestik itu bisa menjadi sumber, bisa juga muaranya. Dengan begitu, jika 9 dari Nadira ditempatkan sebagai novel, ia mewujud novel yang unik, karena ke-9 cerita yang terhimpun dalam buku ini, dapat menjadi pintu masuk menelusuri kisah-kisah sebelum atau selanjutnya.
Sesungguhnya, pola 9 dari Nadira terasa lebih dekat pada Para Priyayi—Umar Kayam yang keseluruhannya memusat pada ketokohan Sastrodarsono. Tetapi, Umar Kayam membangunnya secara kronologis, sehingga agak sulit menempatkan Lantip yang berada di bagian akhir menjadi pintu masuknya. Begitu juga dengan Burung-Burung Manyar—Mangunwijaya yang mengembangkan penceritaannya melalui tokoh Seto—Atiek, atau Pada Sebuah Kapal – Nh Dini yang melakukan pergantian pencerita Sri—Michel. Komposisi 9 dari Nadira, meski “Mencari Seikat Seruni” (hlm. 1—34) paling pas berada sebagai pembuka cerita, kisah lain pun pada dasarnya berpeluang menjadi pintu masuknya. Dengan demikian, 9 dari Nadira bolehlah diibaratkan abjad Korea, Hun Min Jeong Eum (Han Geul) yang jika dilipat dari atas ke bawah atau dari kiri ke kanan atau sebaliknya, akan tetap memperlihatkan keseimbangannya, komposisinya yang harmonis.
***
Ada sembilan kisahan dalam 9 dari Nadira yang berjalin kelindan mengungkap berbagai persoalan yang dihadapi keluarga Bram—Kemala, dan ketiga anaknya: Nina—Arya—Nadira. Kematian Kemala, Sang Ibu, yang bunuh diri, adalah sumber serangkaian problem psikologis melanda keluarga itu. Maka, perilaku menyimpang dan cuek habis Nadira, sikap protektif dan lepas kendali Nina, kecemasan Arya, semuanya punya akar psikologis, tidak hanya akibat kematian mendadak Sang Ibu, melainkan juga jauh ke masa kecil Nina—Arya—Nadira. Dengan begitu, tragedi ibu yang bunuh diri, dalam ke-9 cerita itu menjadi semacam pesona magnetis yang merambat memasuki wilayah sosial, politik, bahkan juga dunia jurnalistik yang menjadi salah satu kekuatan buku ini.
Dengan kehidupan dunia jurnalistik itulah, penghadiran tokoh-tokoh wartawan dan dinamika aktivitas majalah Tera, sesungguhnya seperti sebuah potret yang mempunyai cantelan peristiwa faktual yang terjadi dalam sejarah kontemporer kehidupan bangsa ini. Tentu saja penyajian peristiwa itu tidaklah sebagaimana adanya. Harus ada fiksionalitasnya. Dengan begitu, peristiwa fiksional di sana, justru dapat dicurigai sebagai fakta, seperti yang terjadi pada Penembak Misterius dan Saksi Mata, Seno Gumira Ajidarma.
Dalam 9 dari Nadira, penghadiran tokoh Nadira, selain menjadi kunci pembuka yang menggerakkan keseluruhan cerita, juga bertindak sebagai pengobar dan sekaligus peredam konflik, terutama bagi kedua kakaknya: Nina—Arya, dan lingkungan tempat kerjanya: majalah Tera. Meski begitu, dinamikanya akan surut ke belakang jika tak ada katalisatornya: bayang-bayang Sang Ibu yang bebas bergerak memasuki kegelisahan tokoh-tokoh Bram, Nina, Arya, dan Nadira. Jadi, setelah kisahan pertama, “Mencari Seikat Seruni,” kisah-kisah selanjutnya, termasuk “Kirana” (hlm. 165—180), seperti sengaja menyimpan benang merah yang selalu dapat ditarik ke belakang, ke kisahan pertama.
Sebut saja kisah “Utara Bayu” (hlm. 211—232) yang fokus ceritanya lebih banyak jatuh pada tokoh Utara berikut keluarganya. Peranan tokoh Nadira di sana pun, seperti sengaja dihadirkan selintasan. Tetapi peristiwa apa yang melatarbelakangi terjadinya konflik Tara—Novena? Peristiwa bunuh diri Kemala, Sang Ibu yang lalu melekat membayang-bayangi Nadira. Dengan begitu, kisah ini pun benang merahnya jelas: Kemala—Nadira. Begitulah, Leila S Chudori tampaknya sangat mempertimbangkan betul pemanfaatan tokoh-tokoh yang menjadi pencerita, sebab implikasinya jatuh pada pergeseran pusat penceritaan. Jadi, meski Leila leluasa memainkan tokoh-tokoh rekaannya, ia tak lepas kendali. Lalu apa maknanya dalam konteks kepengarangan? Itulah yang ditegaskan Subagio Sastrowardojo tentang bakat alam dan intelektualitas.
9 dari Nadira tidaklah sekadar menyajikan sembilan kisah –cerpen panjang atau novel— yang mengalir berkelak-kelok atau dibungkus dalam kemasan cantik, tetapi juga sekaligus menunjukkan penguasaan berbagai teknik bercerita, keterampilan memanfaatkan dan memperpanjang tegangan, kelincahan mengolah bahasa, kekayaan pengalaman, dan keluasaan wawasan. Dengan demikian, kualitas karya seorang pengarang sesungguhnya sangat ditentukan oleh intelektualitasnya, dan bukan sekadar mengandalkan bakat alam. Dan Leila S Chudori lewat 9 dari Nadira ini telah menunjukkan kualitas itu. Percayalah!
*) Maman S Mahayana, Dosen Tamu di Hankuk University of Foreign Studies, Seoul.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar