Bambang kempling
http://sastra-indonesia.com/
Lorong menuju kamar itu, mengingatkannya pada kebisuan-kebisuan yang tidak sempat tertulis. Begitu banyak yang mendesak perlahan, termasuk pilihan-pilihan. Tetapi ada semacam kesadaran bahwa kata-kata yang menjelma begitu saja, tidak seharusnya berakhir sia-sia.
Hari lewat tengah malam, dengan sempoyongan dia masuki lorong sempit itu. Sebuah lorong melarat, dimana barangkali seluruh debunya telah terlebih dahulu mencatatkan peristiwa setiap hari yang dilalui menjadi satu tarikan abstraksi jalan hidup.
“Apakah masih ada kegembiraan?”desisnya, membaur dengan bau yang tertimbun oleh kepengapan udara kamar.
Masih begitu diingatnya, bagaimana mesti menyembunyikan keganjilan ketika lewat pada sebuah jalan kecil samping masjid; suara azan yang syahdu, juga bersimpangannya dengan orang-orang yang hendak berkunjung ke rumah Tuhan, dan tentang bagaimana dia secara tiba-tiba berlari menjauh. Ekpresi aneh segera tergambar dari setiap wajah mereka.
Begitu kencang larinya. Di depan kaca jendela sebuah ruang gedung dia berhenti. Bagaikan etalase bayang-bayang, di antara bayang-bayang itu, wajahnya berekspresi aneh bahkan lebih aneh dari mereka. Difokuskan perhatian pada warna matanya, “Ada yang hilang dari sorot mata ini!” katanya. Dikupilnya lumut pinggir got tumpuan pijakan kakinya, ditulis kata “Cuk!!” tepat menutupi bayangan kedua matanya.
“Heh! Kurang ajar, jadi sejak tadi kau mengintip aku sedang berganti pakaian hah!!?” tiba-tiba berseru seorang perempuan dari dalam.
Betapa terkejutnya dia. Dengan rasa heran yang berlebih, tanpa sengaja Dia justru menyusupkan fokus pandangnya menembus kaca jendela, mencari sumber suara. Sunguh satu kenaifan karena rasa bersalah dalam ketak-sengajaan. Sementara dari dalam, dengan kutang separoh dikenakan perempuan tadi semakin keras menghardik.
“Kurang ajar!! Pergi gendeng!!”
Dalam gerak reflek dia melompat menjauh, karena terlalu bernafsu menahan malu dan untuk segera menghindar, justru lompatannya mengarahkan moncong hidungnya mengenai sebuah pilar beton. Dia terjatuh dan berdarah.
“Mampus kau!!” sengit perempuan tadi.
Darah bening diusapnya dengan kerah baju, nafas dan keringat bersatu melawan pacuan degup jantung yang luka. Tapi sebagai laki-laki, masih tersembul juga kata dalam hati: “Ambooi…” Libido pun membawa khayal menuju taman bidadari dimana dialah sang kupu-kupu yang sedang mengangkasa, hinggap di setiap bunga mekar. Lalu seorang bidadari entah dari mana datangnya, tiba-tiba menyembul dari rerimbun bunga-bunga dan menangkapnya. Dia pasrah dalam belaian jari-jari tangan lembut itu. Dia pun pasrah dikecupi. Dan bibir mungilnya merasakan kenikmatan dari kasih sayang luar biasa. Bahkan ketika hendak dilepaskan, nafsu piciknya mengajak untuk berpura-pura terkulai di telapak tangan. Tiba-tiba ada ide untuk terbang lantas hinggap di setiap geraian rambut: menciumi helai demi helai dari pangkal sampai ujung. Maka sebagai kupu-kupu, dialah kupu-kupu paling bahagia dalam taman sorga yang tercipta dari khayalan.
*
Senyumnya masih mengembang, ketika klakson mobil dan umpatan sang sopir menghentaknya.
“Mau mati apa!?”
Mobil terus melaju dengan kepalan tangan dan longokan penuh kebencian sang sopir yang mengarah ke dia. Dalam waktu yang hampir bersamaan dari belakang sebuah motor melaju kencang, membalapnya lantas menyahut tangan sang sopir. Dari jauhan sepertinya ada sesuatu terjatuh ke jalan raya.
“Jambret!!!” teriak sang sopir.
Seorang tukang becak yang sedang mangkal di bawah pohon besar, segera bertindak menyelamatkan sesuatu yang terjatuh itu lalu mengayuh becaknya ke arah berlawanan. Dan sang sopir bertambah kesal,
“Bajingan!!” teriaknya semakin keras.
*
Hiruk-pikuk jalanan menghantarkannya ke sebuah peron stasiun kota. Lalu-lalang orang asing disikapi sebagai satu kemestian, sebagaimana sikap orang-orang yang berlalu-lalang itu terhadapnya: ‘Hidup di bumi yang sama dan tidak harus saling mengenal’. Ada sebagian yang menyapa, tapi dia terlalu asyik untuk bercengkrama dengan keengganannya.
“Apa lagi yang hendak kusaksikan?” desisnya, mengambang di antara lalu-lalang orang yang bergegas, dengan gerbong-gerbong kereta, dengan rel kereta, dengan pilar-pilar, dengan semua yang terlingkup dalam satu penyaksiannya.
Lengking dan deru kereta dari kejauhan merambat sampai di telinga berpuluh-puluh kepala yang secara tiba-tiba melongok. Sesampai kereta di depan mata, segera ditangkapnya wajah-wajah gembira untuk satu harapan pertemuan. Dia berjingkat dari kursi tunggu menuju pintu-pintu kereta, berjalan dari pintu ke pintu. Ada sesuatu yang ditunggu.
“Barangkali besok.” desisnya. Satu kewajaran dari satu harapan yang salah, kemudian Dia beranjak pergi meningalkan satu kesia-siaan.
*
Hari telah terlalu sore untuk dinikmati ketika sampai di sebuah kedai minuman. Bergelas-gelas arak dihabiskannya, seolah ada keinginan untuk melumatkan seluruh kekecewaannya di sebuah kedai dimana banyak orang tenggelam dalam kesombongan sepi, atau para pembual yang bergentayangan dengan ilmu yang belum selesai, tapi merasa berhak untuk membusungkan dada.
Begitulah. Sehari telah dilewatkan dengan diam dan curiga kepada jalan hidupnya, terhadap mimpi-mimpi, bahkan ada keingkaran terhadap doa dari secuil kepercayaan pada perburuan yang belum selesai. Sebagaimana mimpi bayang-bayang, ada yang hendak dipakukan dari kecurigaan-kecurigaan, bahwa sesekali dia juga ingin menciptakan bayang-bayang. tidak sebagaimana hidupnya kini, atau barangkali keberhakan atas pemujaan ciptaan telah dipupuskan oleh para filusuf terdahulu bahkan termasuk seniman-seniman besar yang telah terabadikan namanya di langit. Tapi obsesi tidak selalu sekedar utopi. Paling tidak begitulah kesimpulan sehari pengembaraan sebelum berakhir di bergelas-gelas minuman, sebelum berkabar pada debu-debu lantai kamar.
*
Dia baringkan capek di atas dipan teramat sederhana, “Apakah ini juga surga yang kucipta itu?” desisnya. Tiba-tiba dirasanya seluruh ruang berputar. Berputar – berputar membentuk sebuah pusaran teramat kuat untuk menyedot dirinya menjadi makhluk yang sangat kecil di tengah pendar-pendar meyilaukan. Dalam ketakberdayaan, dia sempat memicingkan mata mencari sumber putaran itu di langit kamar. “Nah…! sudah mulai..!” katanya. Akhirnya semacam nina bobo ‘tong edan’ memaksanya untuk terpejam dalam pusaran, dalam penjara detak weker di atas meja yang berpacu melawan jantungnya: semakin keras – semakin keras, bahkan telinga yang teramat capek tidak mampu untuk menyihirnya menjadi kebisuan. Dalam waktu yang hampir bersamaan, seperti ada yang mengaduk-aduk perutnya, dia muntah, setelah itu tertidur dalam siksa haus. Dalam desir angin dia menjelajah mimpi berkabut. Kegundahan menciutkan telanjang jalan. Semakin jauh, semakin jauh sukma terbang menjemput sosok bidadari.Di ujung jalan perempuan berparas bunga, melambai. Lekuk tubuhnya mempesona di balik rok transparan berumbai, dan sebagai lelaki dia menghampiri.
*
Udara dingin menusuki pori-pori kulit, sebagian tersedot nafasnya, dan dia terbangun dari mimpi yang belum selesai. Kepalanya pening, terasa ngilu di seluruh persendian. Sebelum beranjak disempatkannya mengingat-ingat mimpi yang belum selesai. Di atas meja ada setengah gelas air putih sisa kemarin, diambilnya sambil dalam hati mengumpat ketololannya, “Cuk! Kenapa tidak saya minum air ini tadi malam?” Disampingnya selembar kertas bertuliskan sajak yang belum selesai. Jendela masih tetap terbuka, bahkan selalu terbuka. Dibacanya keras-keras sajak itu.
“Cicak itu kawin sayang, sedang kita hanya berciuman.”
(Itu saja yang kuingat, ketika kita ciptakan dua bayangan di dinding
Dua makhluk hitam saling mendekap..)
“Penyair gendeng!!” suara seorang gadis dari luar, disusul longokan wajah dan senyum yang manis sekali.
“Maak..! Penyair kita sudah bangun, kopinya mana?
Tadi malam dia mabok lagi. Kumat, aduh… bau banget! Muntah ya? Masuk angin ya? Kasihan ndak ada yang ngerokin..!”
“Kopinya tuan…
Kopi manis hitam warnanya
Dalam cangkir berwarna merah
Dinda yang manis kemana perginya
Sampai tuan rinduuuu…sekali
Ha…ha…ha…” teriak seorang ibu dari dapur, disusul kelakar yang menggodanya untuk menjeput secangkir kopi seperti biasanya.
Sebentar suasana menjadi penuh keriangan, dan dia tiba-tiba merasa tercabut dari kesedihan pagi. Hiburan semacam itu kadang-kadang membuatnya betah untuk tinggal: Suatu rumah surealis ekpresif yang dipenuhi orang yang bermula dari keasingan hingga berlanjut menjadi ketidak-asingan dalam satu keluarga aneh, termasuk dia. Akhirnya suatu keberartian hidup bersama sangatlah baik bagi orang yang tenggelam dalam kemarahan panjang?
Pagi dengan pesona tungku dan segelas kopi membaur dengan kesejukan udara. Sesaat dicondongkan wajah menuju matahari. Kesyahduan mengalir di seluruh syaraf otaknya. Biru langit berselaput mendung tipis diperhatikannya dalam-dalam… dalam-dalam. Mendadak seperti ada yang menyedot dirinya menuju matahari, berjalan di atas awan sambil membacakan sajaknya yang belum selesai. Karena terlalu tenggelam dalam kegembiraan, kewaspadaannya tidak terkontrol dan tanpa disadari, tiba-tiba sebuah lubang awan memerosokkannya. Dia terjerembab, terpental melayang jatuh di atas rimbun belukar belantara yang terbakar. Dia mengaduh panjang:
“Sakiiiit…!! Pengembaraaku belumlah selesai sebab seuntai sajak telah kehilangan pesonanya bagi sekawanan burung …hanya sebatas bunga rahasia…bunga rahasia” sekeras-kerasnya dia mengaduh, mengaduh dan mengaduh. Panas menguliti kepalanya.
Rumah kecil di pinggir sungai kecil itu dalam waktu sekejap berkerumun banyak orang. Dari arah timur, seorang gadis cantik berbaju kuning tampak keheranan.
“Lho… kok baru datang?” sapa salah seorang di antara mereka.
“Ada apa?” tanyanya
“Tiba-tiba dia menyusupkan kepalanya ke tungku.”
“Sekarang di mana?”
“Rumah sakit.”
Gadis itu segera pergi menelusuri jejak air mata.
Pebruari 2004
____________________
*) Bambang Kempling lahir di Lamongan, 17 April 1967 dengan nama lengkap Bambang Purnomo Setyo. Menyelesaikan Pendidikan terakhir di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP UMM tahun 1992. Semasa mahasiswa aktif di berbagai kegiatan berkesenian diantaranya Teater MELARAT, Kelompok Musik Seteman Ngobrol IQr.
Sekarang aktif di KOSTELA (KOMUNITAS SASTRA DAN TEATER LAMONGAN). Publikasi cerpen-cerpennya hanya terbatas di kalangan CANDRAKIRANA KOSTELA dan antologi cerpen pilihan “Pada Sebuah Alamat” oleh Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unisda Lamongan. Sedangkan untuk puisi-puisinya bisa ditemui di Antologi Tunggalnya KATA SEBUAH SAJAK 2002, Majalah Indupati, Antologi Bersama Teman-teman KOSTELA “Rebana Kesunyian”, “Imajinasi Nama”, Antologi bersama “Permohonan Hijau” yang diterbitkan oleh Festival Seni Surabaya tahun 2003, “Bulan Merayap” (DKL 2004), “Lanskap Telunjuk” (DKL 2004), “Duka Atjeh Duka Bersama (DKJT 2005), dan tabloit Telunjuk.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar