Minggu, 23 Oktober 2011

LELAKI BERSANDAR PADA ANGIN

Bambang kempling
http://sastra-indonesia.com/

Lorong menuju kamar itu, mengingatkannya pada kebisuan-kebisuan yang tidak sempat tertulis. Begitu banyak yang mendesak perlahan, termasuk pilihan-pilihan. Tetapi ada semacam kesadaran bahwa kata-kata yang menjelma begitu saja, tidak seharusnya berakhir sia-sia.

Hari lewat tengah malam, dengan sempoyongan dia masuki lorong sempit itu. Sebuah lorong melarat, dimana barangkali seluruh debunya telah terlebih dahulu mencatatkan peristiwa setiap hari yang dilalui menjadi satu tarikan abstraksi jalan hidup.

“Apakah masih ada kegembiraan?”desisnya, membaur dengan bau yang tertimbun oleh kepengapan udara kamar.

Masih begitu diingatnya, bagaimana mesti menyembunyikan keganjilan ketika lewat pada sebuah jalan kecil samping masjid; suara azan yang syahdu, juga bersimpangannya dengan orang-orang yang hendak berkunjung ke rumah Tuhan, dan tentang bagaimana dia secara tiba-tiba berlari menjauh. Ekpresi aneh segera tergambar dari setiap wajah mereka.

Begitu kencang larinya. Di depan kaca jendela sebuah ruang gedung dia berhenti. Bagaikan etalase bayang-bayang, di antara bayang-bayang itu, wajahnya berekspresi aneh bahkan lebih aneh dari mereka. Difokuskan perhatian pada warna matanya, “Ada yang hilang dari sorot mata ini!” katanya. Dikupilnya lumut pinggir got tumpuan pijakan kakinya, ditulis kata “Cuk!!” tepat menutupi bayangan kedua matanya.

“Heh! Kurang ajar, jadi sejak tadi kau mengintip aku sedang berganti pakaian hah!!?” tiba-tiba berseru seorang perempuan dari dalam.

Betapa terkejutnya dia. Dengan rasa heran yang berlebih, tanpa sengaja Dia justru menyusupkan fokus pandangnya menembus kaca jendela, mencari sumber suara. Sunguh satu kenaifan karena rasa bersalah dalam ketak-sengajaan. Sementara dari dalam, dengan kutang separoh dikenakan perempuan tadi semakin keras menghardik.

“Kurang ajar!! Pergi gendeng!!”

Dalam gerak reflek dia melompat menjauh, karena terlalu bernafsu menahan malu dan untuk segera menghindar, justru lompatannya mengarahkan moncong hidungnya mengenai sebuah pilar beton. Dia terjatuh dan berdarah.

“Mampus kau!!” sengit perempuan tadi.

Darah bening diusapnya dengan kerah baju, nafas dan keringat bersatu melawan pacuan degup jantung yang luka. Tapi sebagai laki-laki, masih tersembul juga kata dalam hati: “Ambooi…” Libido pun membawa khayal menuju taman bidadari dimana dialah sang kupu-kupu yang sedang mengangkasa, hinggap di setiap bunga mekar. Lalu seorang bidadari entah dari mana datangnya, tiba-tiba menyembul dari rerimbun bunga-bunga dan menangkapnya. Dia pasrah dalam belaian jari-jari tangan lembut itu. Dia pun pasrah dikecupi. Dan bibir mungilnya merasakan kenikmatan dari kasih sayang luar biasa. Bahkan ketika hendak dilepaskan, nafsu piciknya mengajak untuk berpura-pura terkulai di telapak tangan. Tiba-tiba ada ide untuk terbang lantas hinggap di setiap geraian rambut: menciumi helai demi helai dari pangkal sampai ujung. Maka sebagai kupu-kupu, dialah kupu-kupu paling bahagia dalam taman sorga yang tercipta dari khayalan.

*

Senyumnya masih mengembang, ketika klakson mobil dan umpatan sang sopir menghentaknya.

“Mau mati apa!?”

Mobil terus melaju dengan kepalan tangan dan longokan penuh kebencian sang sopir yang mengarah ke dia. Dalam waktu yang hampir bersamaan dari belakang sebuah motor melaju kencang, membalapnya lantas menyahut tangan sang sopir. Dari jauhan sepertinya ada sesuatu terjatuh ke jalan raya.

“Jambret!!!” teriak sang sopir.

Seorang tukang becak yang sedang mangkal di bawah pohon besar, segera bertindak menyelamatkan sesuatu yang terjatuh itu lalu mengayuh becaknya ke arah berlawanan. Dan sang sopir bertambah kesal,

“Bajingan!!” teriaknya semakin keras.

*

Hiruk-pikuk jalanan menghantarkannya ke sebuah peron stasiun kota. Lalu-lalang orang asing disikapi sebagai satu kemestian, sebagaimana sikap orang-orang yang berlalu-lalang itu terhadapnya: ‘Hidup di bumi yang sama dan tidak harus saling mengenal’. Ada sebagian yang menyapa, tapi dia terlalu asyik untuk bercengkrama dengan keengganannya.

“Apa lagi yang hendak kusaksikan?” desisnya, mengambang di antara lalu-lalang orang yang bergegas, dengan gerbong-gerbong kereta, dengan rel kereta, dengan pilar-pilar, dengan semua yang terlingkup dalam satu penyaksiannya.

Lengking dan deru kereta dari kejauhan merambat sampai di telinga berpuluh-puluh kepala yang secara tiba-tiba melongok. Sesampai kereta di depan mata, segera ditangkapnya wajah-wajah gembira untuk satu harapan pertemuan. Dia berjingkat dari kursi tunggu menuju pintu-pintu kereta, berjalan dari pintu ke pintu. Ada sesuatu yang ditunggu.

“Barangkali besok.” desisnya. Satu kewajaran dari satu harapan yang salah, kemudian Dia beranjak pergi meningalkan satu kesia-siaan.

*

Hari telah terlalu sore untuk dinikmati ketika sampai di sebuah kedai minuman. Bergelas-gelas arak dihabiskannya, seolah ada keinginan untuk melumatkan seluruh kekecewaannya di sebuah kedai dimana banyak orang tenggelam dalam kesombongan sepi, atau para pembual yang bergentayangan dengan ilmu yang belum selesai, tapi merasa berhak untuk membusungkan dada.

Begitulah. Sehari telah dilewatkan dengan diam dan curiga kepada jalan hidupnya, terhadap mimpi-mimpi, bahkan ada keingkaran terhadap doa dari secuil kepercayaan pada perburuan yang belum selesai. Sebagaimana mimpi bayang-bayang, ada yang hendak dipakukan dari kecurigaan-kecurigaan, bahwa sesekali dia juga ingin menciptakan bayang-bayang. tidak sebagaimana hidupnya kini, atau barangkali keberhakan atas pemujaan ciptaan telah dipupuskan oleh para filusuf terdahulu bahkan termasuk seniman-seniman besar yang telah terabadikan namanya di langit. Tapi obsesi tidak selalu sekedar utopi. Paling tidak begitulah kesimpulan sehari pengembaraan sebelum berakhir di bergelas-gelas minuman, sebelum berkabar pada debu-debu lantai kamar.

*

Dia baringkan capek di atas dipan teramat sederhana, “Apakah ini juga surga yang kucipta itu?” desisnya. Tiba-tiba dirasanya seluruh ruang berputar. Berputar – berputar membentuk sebuah pusaran teramat kuat untuk menyedot dirinya menjadi makhluk yang sangat kecil di tengah pendar-pendar meyilaukan. Dalam ketakberdayaan, dia sempat memicingkan mata mencari sumber putaran itu di langit kamar. “Nah…! sudah mulai..!” katanya. Akhirnya semacam nina bobo ‘tong edan’ memaksanya untuk terpejam dalam pusaran, dalam penjara detak weker di atas meja yang berpacu melawan jantungnya: semakin keras – semakin keras, bahkan telinga yang teramat capek tidak mampu untuk menyihirnya menjadi kebisuan. Dalam waktu yang hampir bersamaan, seperti ada yang mengaduk-aduk perutnya, dia muntah, setelah itu tertidur dalam siksa haus. Dalam desir angin dia menjelajah mimpi berkabut. Kegundahan menciutkan telanjang jalan. Semakin jauh, semakin jauh sukma terbang menjemput sosok bidadari.Di ujung jalan perempuan berparas bunga, melambai. Lekuk tubuhnya mempesona di balik rok transparan berumbai, dan sebagai lelaki dia menghampiri.

*

Udara dingin menusuki pori-pori kulit, sebagian tersedot nafasnya, dan dia terbangun dari mimpi yang belum selesai. Kepalanya pening, terasa ngilu di seluruh persendian. Sebelum beranjak disempatkannya mengingat-ingat mimpi yang belum selesai. Di atas meja ada setengah gelas air putih sisa kemarin, diambilnya sambil dalam hati mengumpat ketololannya, “Cuk! Kenapa tidak saya minum air ini tadi malam?” Disampingnya selembar kertas bertuliskan sajak yang belum selesai. Jendela masih tetap terbuka, bahkan selalu terbuka. Dibacanya keras-keras sajak itu.

“Cicak itu kawin sayang, sedang kita hanya berciuman.”

(Itu saja yang kuingat, ketika kita ciptakan dua bayangan di dinding

Dua makhluk hitam saling mendekap..)

“Penyair gendeng!!” suara seorang gadis dari luar, disusul longokan wajah dan senyum yang manis sekali.

“Maak..! Penyair kita sudah bangun, kopinya mana?

Tadi malam dia mabok lagi. Kumat, aduh… bau banget! Muntah ya? Masuk angin ya? Kasihan ndak ada yang ngerokin..!”

“Kopinya tuan…

Kopi manis hitam warnanya

Dalam cangkir berwarna merah

Dinda yang manis kemana perginya

Sampai tuan rinduuuu…sekali

Ha…ha…ha…” teriak seorang ibu dari dapur, disusul kelakar yang menggodanya untuk menjeput secangkir kopi seperti biasanya.

Sebentar suasana menjadi penuh keriangan, dan dia tiba-tiba merasa tercabut dari kesedihan pagi. Hiburan semacam itu kadang-kadang membuatnya betah untuk tinggal: Suatu rumah surealis ekpresif yang dipenuhi orang yang bermula dari keasingan hingga berlanjut menjadi ketidak-asingan dalam satu keluarga aneh, termasuk dia. Akhirnya suatu keberartian hidup bersama sangatlah baik bagi orang yang tenggelam dalam kemarahan panjang?

Pagi dengan pesona tungku dan segelas kopi membaur dengan kesejukan udara. Sesaat dicondongkan wajah menuju matahari. Kesyahduan mengalir di seluruh syaraf otaknya. Biru langit berselaput mendung tipis diperhatikannya dalam-dalam… dalam-dalam. Mendadak seperti ada yang menyedot dirinya menuju matahari, berjalan di atas awan sambil membacakan sajaknya yang belum selesai. Karena terlalu tenggelam dalam kegembiraan, kewaspadaannya tidak terkontrol dan tanpa disadari, tiba-tiba sebuah lubang awan memerosokkannya. Dia terjerembab, terpental melayang jatuh di atas rimbun belukar belantara yang terbakar. Dia mengaduh panjang:

“Sakiiiit…!! Pengembaraaku belumlah selesai sebab seuntai sajak telah kehilangan pesonanya bagi sekawanan burung …hanya sebatas bunga rahasia…bunga rahasia” sekeras-kerasnya dia mengaduh, mengaduh dan mengaduh. Panas menguliti kepalanya.

Rumah kecil di pinggir sungai kecil itu dalam waktu sekejap berkerumun banyak orang. Dari arah timur, seorang gadis cantik berbaju kuning tampak keheranan.

“Lho… kok baru datang?” sapa salah seorang di antara mereka.

“Ada apa?” tanyanya

“Tiba-tiba dia menyusupkan kepalanya ke tungku.”

“Sekarang di mana?”

“Rumah sakit.”

Gadis itu segera pergi menelusuri jejak air mata.

Pebruari 2004
____________________
*) Bambang Kempling lahir di Lamongan, 17 April 1967 dengan nama lengkap Bambang Purnomo Setyo. Menyelesaikan Pendidikan terakhir di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP UMM tahun 1992. Semasa mahasiswa aktif di berbagai kegiatan berkesenian diantaranya Teater MELARAT, Kelompok Musik Seteman Ngobrol IQr.
Sekarang aktif di KOSTELA (KOMUNITAS SASTRA DAN TEATER LAMONGAN). Publikasi cerpen-cerpennya hanya terbatas di kalangan CANDRAKIRANA KOSTELA dan antologi cerpen pilihan “Pada Sebuah Alamat” oleh Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unisda Lamongan. Sedangkan untuk puisi-puisinya bisa ditemui di Antologi Tunggalnya KATA SEBUAH SAJAK 2002, Majalah Indupati, Antologi Bersama Teman-teman KOSTELA “Rebana Kesunyian”, “Imajinasi Nama”, Antologi bersama “Permohonan Hijau” yang diterbitkan oleh Festival Seni Surabaya tahun 2003, “Bulan Merayap” (DKL 2004), “Lanskap Telunjuk” (DKL 2004), “Duka Atjeh Duka Bersama (DKJT 2005), dan tabloit Telunjuk.

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati