Jumat, 18 November 2011

Menyoal Pengajaran Sastra

Eko Triono
Lampung Post, 27 Nov 2010

1.
SUATU hari, di tahun 1964, sebuah catatan beredar. Ia menjadi diktum teori keberhasilan individu, yang apabila dijejer dengan teori, juga praktek pendidikan, adalah mata tembilang dalam cambuk menuju “kesuci-bahagiaan-hidup”; sebuah konklusi peta dan “petakon” arah, mungkin juga sebuah cara yang sedikit malu di meja sekolah. Catatan itu menutur perihal striving for succes or superiority:…satu-satunya kekuatan dinamis di balik perilaku manusia adalah perjuangan menuju keberhasilan atau keunggulan. Penulisnya lahir pada jarak waktu juga tempat yang jauh dari kita, 7 Februari 1870, di Rudolfsheim, Wina. Dia diberi nama oleh Leopold dan Pauline dengan: Alfred Adler.

Sastra (dengan cukup memaksa dan menggebu) saya sebut sebagai salah satu perjuangan itu. Di mana pada bangunan “rumah”-nya terperangkap daya kreatif dan ambisi simpul persepsi yang siap meledakkan individu pada penemuan lanskap diri; sebuah style of life. Juga penjabar-ejawantah ide, seperti kata Chairil Anwar, dalam sajaknya Rumahku ketika “kaca jernih dari luar segala nampak”; pengerjip cahaya—dengan sedikit pandangan sosial-spiritual, penginspirasi langkah-langkah jalan liyan.

Ini penting. Bagi saya inilah muara capaian itu, sebuah evaluasi yang sedikit serius di jalan besar “investasi peradaban”: konon demikian slogan pendidikan. Suatu capaian kompetensi yang bukan sekadar catatan silabik formalitas, tetapi menemplok di punggung realitas epistemik.

Dari sini, agaknya wajar apabila sejumlah orang mengelus dada, bergeleng, atau mungkin senyum kecut yang tertahan masam musim; perihal pengajaran sastra, terutama di sekolah, yang pontang-panting. Hal ini terjadi di berbagai lini sistem kependidikannya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Ahli didik barangkali telah sepakat, tujuan utama pengajaran sastra di sekolah adalah untuk meningkatkan apresiasi. Dan perlu disadari, apresiasi bisa sangat “seksi”, pura-pura, atau rupa-rupa di mana tampak clontang-clanteng tolok ukurnya. Ia bisa tak tegas benar.

Sejarah telah membuktikan sejumlah sastrawan bukan dari jurusan sastra, yang notabene menyidiakan menu lengkap berpaket. Mereka (sastrawan tersebut) terbukti ada dengan membangun diri “sastra” melalui kekaryaan yang intens, bukan hanya untuk ekspresi diri, tetapi juga ekspresi dan resepsi sosial-kebangsa-manusiaan, sebuah jalan hidup yang mulia.

Dalam dunia pendidikan, dua tonggak sastra adalah guru dan calon guru. Keduanya bertali-lingkar, guru (termasuk dosen) mendidik murid (termasuk siswa) yang akan “mendidik”: diri dan luar dirinya. Calon guru adalah teman-teman saya di bangku kuliah. Ialah “masa depan” tuang pakerti sastra pada generasi berikutnya. Merekalah yang akan menjaga kekuatan sastra sebagai perjuangan identitas kemanusiaan: penemuan kesadaran human.

2.
Krisis sosial yang marak terjadi akhir-akhir ini, salah satunya akibat ketidakpercayaan dan pengkhianatan antarsesama, sebuah deviasi cita-cita bebrayan: kesadaran nation, kesadaran hubungan sosial yang dijembatani dengan kesadaran Tanah Air, bahasa, dan bangsa. Bahasa, yang lebih kompleks di dalamnya sastra, dalam Sumpah Pemuda dipercaya menyatukan, dan memberi kekuatan dasar bagi lahirnya persatuan. Persatuan yang bukan “persatean” sebagaimana diperingatkan Bung Hatta. Bangunan utamanya bukan pemaksaan pembenaran suatu kelompok pada kelompok lain, tetapi kesadaran hidup bersama menuju humanisme universal, tatanan yang “madani” dalam istilah Nurcholis Madjid. Dengan kesadaran tersebut, segala konflik pengkhiantan sesama, mulai dari korupsi, dan olok-olok lain seputar hukum, sampai kehidupan bertetangga; baik itu tetangga “ide” maupun tetangga “rumah” dapat terdegradasi.

Meskipun kurikulum yang ada kini telah mencaplok sastra dalam bahasa, kita tetap butuh optimisme, komitmen, dan itegritas terkait dengan sastra dan pengajaran kemanusiaanya. Sebab sastra terbukti memiliki refrensi sosiologis dan pembangun karakter individu melalui kontemplasi semua sisinya. Cara yang harus ditempuh dalam optimisme tersebut adalah dengan semarak kekaryaan. Evaluasi pengajaran sastra terutama di sekolah dan di manapun harus berkacapembesar karya, baik itu atas bacaan (resensi, telaah, baca kreatif, dst.) maupun karya kreatif “murni” (drama, cerpen, puisi, novel, dst.) atau karya praktikan (pembacaan, pementasan, pemfilman, dst.). Karya-karya peserta didiklah yang mestinya dijadikan ukuran nilai baik secara kuantitas, maupun kualitas, dengan indikator tertentu. Sementara soal ujian dan sejenisnya yang cenderung positivis dan penuh tragedi rahasia pembangunan karakter amoral (sontek-curi-korup) dijadikan serp atau kalau masih trap diubah titik-beratnya pada soal analisis dan pengembangan.

3.
Pandangan bahwa belajar menulis (kreatif) adalah belajar menjadi penulis, saya kira, merupakan pandangan yang masih megap. Menulis, lebih dari berkarya, ia merupakan belajar berdaya hidup. Sebuah gaya belajar sastra yang terang dengan evaluasi yang konkret. Bukankah W.S. Rendra berkata dalam Sajak Sebatang Lisong; “Apalah artinya berpikir bila terpisah dari masalah kehidupan?” Apalah artinya pengajaran sastra apabila peserta didik tidak semakin memahami hidup, berdaya kreatif, dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi? Di manakah hasil pencerapan intisari laku hikmah (etik) dalam aneka chaos kultur, sosiologis, kontemplasi, dan laku estetik bahasa dalam karya untuk karsa dan katresnan pada sesama?

Karya di samping sebagai dokumentasi perkembangan indvidu, juga dapat dipublikasikan di sejumlah media yang kini batasnya semakin tipis, telebih di dunia maya. Di sana, mereka akan saling menyauh sumbu kreatif liyan lewat silaturahmi karya, misalnya antarblog atau catatan Facebook dan terbitan koran. Dan ini “di luar pagar” dari sekolah atau instansi formal belajar sastra. Ini sebuah pendidikan alamiah, kesalingperluan untuk hidup, bukan sekadar raihan nilai dan ijazah. Sebuah relasi kemanusiaan yang jujur.

Selain itu, logikanya orang yang berkarya, ia akan membaca banyak, menelaah, berkontemplasi, menyuarakan ide, menolak sesuatu, dan seterusnya. Yang pada titik tingginya, bakalan sakti dalam social interest akibat berhasil secara karakter dalam unified and self-consistent, seperti rangkai capaian individu dalam teori Adler. Sehingga, meledaklah daya-gaya hidupnya yang dibangun atas creatif power. Sebuah optimisme masa depan di tengah patil-patil ketakjelasan arah berbangsa, di antara depresi sosial-moral, dan frustasi sosial-politis yang semakin meninggi.
_______________
*) Eko Triono, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Yogyakarta
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2010/11/menyoal-pengajaran-sastra.html

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati