Jumat, 18 November 2011

Mitos Indonesia

Radhar Panca Dahana
Kompas, 19 Mei 2010

SEJAK pertama kita beraktivitas hidup masa kini, sebenarnya ada kenyataan baru sadar atau tidak yang kita akui: Indonesia, negeri tempat kita bertaut dan mengacu diri, ternyata telah menjadi mitos.

Kenyataan baru telah menggeser kenyataan menjadi dunia abstrak, gelap, tak terukur, dan terpendam di dasar ingatan.

Dunia baru yang menghidupi dan kita hidupi saat ini adalah sebuah ruang yang diisi berbagai tatanan yang mengartifisialisasi, mematerialisasi, menyuperfisialisasi, hampir semua perangkat dasar kemanusiaan kita, baik fisikal, mental-spiritual, maupun intelektual. Semua jadi terukur, mekanis, dan praktis. Dalam gradasi keakutan masing-masing, hidup kian pragmatis, oportunis, bahkan hedonis.

Apa yang kita bayangkan sebagai manusia (kepulauan) Indonesia yang ramah, santun, jujur-percaya, spiritualistis, gotong royong, empatik, atau penuh rasa hormat, tinggal jadi cerita usang. Dalam lelucon, sinisme, fabel, atau roman-roman, sastra lisan dan buku-buku komik. Semua yang berkumpul di satu ceruk kesadaran mistis kita adalah kenyataan yang kita bayangkan senantiasa ada, padahal ia hanya khayal atau obsesi belaka.

Asing di rumah sendiri

Kenyataan yang ”terangkat” (atau ”terpendam”?) itu segera tersadari ketika masuk ke rumah sakit mana saja. Kita seperti kehilangan hak, terabaikan, terkomodifikasi karena harus mengeluarkan lebih dulu sejumlah uang sebelum kita ditangani. Segera kita merasa asing. Merasa menjadi tamu murahan di sebuah rumah, yang sesungguhnya hanya kamar kecil atau bagian dari rumah besar bangsa kita.

Apakah tidak demikian yang kita alami, saat dihentikan polisi dari balik tikungan atau keremangan pepohonan? Saat terjebak dalam antrean: tiket mudik Lebaran, lalu lintas macet, hingga permohonan jaminan kesehatan? Saat bertemu aparat pemerintah yang selaiknya melayani tetapi ternyata memecundangi kita? Saat menonton televisi tentang kelakuan elite di parlemen, kabinet, partai politik, lembaga penegak hukum?

Apakah Anda menemukan diri sendiri, menemukan Indonesia yang kita pahami sejak dini (mungkin sudah dalam bentuk sejarah atau cerita rakyat), saat mencoba mengerti apa yang terjadi di balik kasus Century, Sri Mulyani, Sekber Partai Koalisi, hingga penangkapan Susno?

Betulkah itu Indonesia, saat kedegilan, keserakahan, kebencian, kebohongan, dan semua tabiat hitam manusia, secara terbuka dan tanpa urat malu muncul dalam skenario politik, perilaku, drama, dan gaya hidup elite kita belakangan ini?

Indonesia yang kita pahami dan coba terus kita kenali—yang ironisnya kian tidak kita kenali—memang sudah pergi, meninggalkan kita. Meninggalkan masa kini dan masa nanti kita.

Sejarah mitologis

Masa lalu bagi negeri ini, bagi kita, bukanlah data yang cerah, jelas dan bening, seperti yang dibayangkan ilmu dan rasionalitas. Karena kelangkaan data, minimnya catatan tertulis, buruknya tradisi dokumentasi kita, juga karena ”permainan” dari para orientalis serta ”indonesianis” hingga permainan politik dan ideologi penguasa, hampir seluruh momen penting dalam sejarah, sesungguhnya telah kabur, remang-hingga-gelap, abstrak, bahkan mistis.

Ketika peradaban-peradaban tua seperti Mesir, China, dan India memiliki data dan bukti adekuat tentang kenyataan purba mereka, bahkan hingga ribuan tahun sebelum masehi, peradaban kepulauan ini hanya menyimpan data dan bukti sekitar 500 tahun lalu dalam mitologi belaka.

Bagaimana sebenarnya tata hidup Majapahit, siapa sesungguhnya Gajah Mada, Wali Sanga-Syekh Siti Jenar, bilakah Islam masuk, hingga siapa itu Joko Tingkir atau Untung Suropati, belum pernah diketahui pasti. Tak perlu terlalu jauh. Bagaimana terjadinya dan di mana keberadaan Supersemar, masih teka-teki. Padahal, baru terjadi 44 tahun lalu. Bahkan, apa yang terjadi di balik reformasi, siapa sebenarnya yang ”menjatuhkan” Soeharto, belum kita dapatkan.

Sebagaimana kita cepat melupakan persoalan, sebesar dan sevital apa pun tentang bangsa ini, kita secara kolektif dan umumnya diinisiasi kepentingan elite, senantiasa memproduksi cerita bahkan fiksi dari sebuah data (peristiwa). Menciptakan mitologi—modern atau urban—kita sendiri. Setiap hari.

Pengerdilan

Sejarah tempat adab, adat, dan tradisi tersimpan, tidak lagi menjadi sumber eksistensi. Posisinya diminorkan dan distigmatisasi oleh standar hidup masa kini. Segala bentuk jati diri dan upaya eksistensial cepat terlempar ke masa lalu menjadi hikayat. Betapa pengerdilan ilmu dan rasionalisme telah memangkas makna sejarah.

Sesungguhnya dengan pengerdilan itu, hampir delapan bagian dari diri kita, dari peradaban sejati bangsa kepulauan ini, terpendam dalam misteri.

Karena itu, masih menimbulkan rasa bingung dan tidak percaya, bahkan sebagian menerimanya sebagai ”teror” kemustahilan ketika ada temuan: sejak ribuan tahun sebelum Masehi bangsa kepulauan ini telah memiliki teknologi kelautan dan pelayaran canggih serta menjadi rujukan banyak peradaban lain.

Bahkan, fakta adanya suku bangsa yang cukup berpengalaman di masa kita, oleh buku sejarah resmi dikabarkan masih menjadi manusia-goa. Bahwa bukan kita yang jadi tempat pelarian atau penjelajahan bangsa kontinental, melainkan justru bangsa kitalah yang mendarat dan menetap di sana lebih dulu. Ternyata, masih terasa begitu aneh untuk menyadari bahwa kita bukanlah bagian dari bangsa-bangsa dan peradaban kontinental (daratan), melainkan maritim (kelautan).

Terlebih jika saya menyodorkan sebuah proposisi hipotetikal: semakin mengetahui realitas diri kita (yang kita mitologisir sendiri itu), sesungguhnya semakin dekat kita pada pengetahuan yang memiliki kemampuan adekuat untuk mengantisipasi dan menjawab tuntas persoalan-persoalan kehidupan kita masa kini. Ini bukan soal memercayai atau tidak, melainkan membuktikan. Tinggal, apakah Anda masih bergeming menyatakan apa yang disebut ”lalu”, ”adat”, ”tradisi”, bahkan ”mitologi” sebagai dunia yang beku, statis, zombiistik, kuno, dan ”tidak modern”?

Bisa jadi, kunci dari kekuatan peradaban (purba) kepulauan ini sesungguhnya ada di sikap mental itu. Begitu akutkah? Begitu beratkah mengubahnya? Jawaban sebenarnya tersedia. Namun, Anda yang memberi lebih dulu.
________________________
*) Radhar Panca Dahana, Budayawan
Dijumput dari: http://cabiklunik.blogspot.com/2010/05/mitos-indonesia.html

Tidak ada komentar:

Label

A Rodhi Murtadho A. Hana N.S A. Kohar Ibrahim A. Qorib Hidayatullah A. Syauqi Sumbawi A.S. Laksana Aa Aonillah Aan Frimadona Roza Aba Mardjani Abd Rahman Mawazi Abd. Rahman Abdul Aziz Rasjid Abdul Hadi W.M. Abdul Kadir Ibrahim Abdul Lathief Abdul Wahab Abdullah Alawi Abonk El ka’bah Abu Amar Fauzi Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Adhimas Prasetyo Adi Marsiela Adi Prasetyo Aditya Ardi N Ady Amar Afrion Afrizal Malna Aguk Irawan MN Agunghima Agus B. Harianto Agus Himawan Agus Noor Agus R Sarjono Agus R. Subagyo Agus S. Riyanto Agus Sri Danardana Agus Sulton Ahda Imran Ahlul Hukmi Ahmad Fatoni Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Musthofa Haroen Ahmad S Rumi Ahmad Yulden Erwin Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ahsanu Nadia Aini Aviena Violeta Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Muhaimin Azzet Akhmad Sahal Akhmad Sekhu Akhudiat Akmal Nasery Basral Alex R. Nainggolan Alfian Zainal Ali Audah Ali Syamsudin Arsi Alunk Estohank Alwi Shahab Ami Herman Amien Wangsitalaja Aming Aminoedhin Amir Machmud NS Anam Rahus Anang Zakaria Anett Tapai Anindita S Thayf Anis Ceha Anita Dhewy Anjrah Lelono Broto Anton Kurniawan Anwar Noeris Anwar Siswadi Aprinus Salam Ardus M Sawega Arida Fadrus Arie MP Tamba Aries Kurniawan Arif Firmansyah Arif Saifudin Yudistira Arif Zulkifli Aris Kurniawan Arman AZ Arther Panther Olii Arti Bumi Intaran Arwan Tuti Artha Arya Winanda Asarpin Asep Sambodja Asrul Sani Asrul Sani (1927-2004) Awalludin GD Mualif Ayi Jufridar Ayu Purwaningsih Azalleaislin Badaruddin Amir Bagja Hidayat Bagus Fallensky Balada Bale Aksara Bambang Kempling Bandung Mawardi Beni Setia Beno Siang Pamungkas Berita Berita Duka Bernando J. Sujibto Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brillianto Brunel University London BS Mardiatmadja Budhi Setyawan Budi Darma Budi Hutasuhut Budi P. Hatees Bustan Basir Maras Catatan Cerpen Chamim Kohari Chrisna Chanis Cara Cover Buku Cunong N. Suraja D. Zawawi Imron Dad Murniah Dahono Fitrianto Dahta Gautama Damanhuri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Dana Gioia Danang Harry Wibowo Danarto Daniel Paranamesa Darju Prasetya Darma Putra Darman Moenir Dedy Tri Riyadi Denny Mizhar Dessy Wahyuni Dewi Rina Cahyani Dewi Sri Utami Dian Hardiana Dian Hartati Diani Savitri Yahyono Didik Kusbiantoro Dina Jerphanion Dina Oktaviani Djasepudin Djenar Maesa Ayu Djoko Pitono Djoko Saryono Doddi Ahmad Fauji Dody Kristianto Donny Anggoro Dony P. Herwanto Dr Junaidi Dudi Rustandi Dwi Arjanto Dwi Cipta Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dwi S. Wibowo Dwicipta Edeng Syamsul Ma’arif Edi AH Iyubenu Edi Sarjani Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra Eduardus Karel Dewanto Edy A Effendi Efri Ritonga Efri Yoni Baikoen Eka Budianta Eka Kurniawan Eko Darmoko Eko Endarmoko Eko Hendri Saiful Eko Triono Eko Tunas El Sahra Mahendra Elly Trisnawati Elnisya Mahendra Elzam Emha Ainun Nadjib Engkos Kosnadi Esai Esha Tegar Putra Etik Widya Evan Ys Evi Idawati Fadmin Prihatin Malau Fahrudin Nasrulloh Faidil Akbar Faiz Manshur Faradina Izdhihary Faruk H.T. Fatah Yasin Noor Fati Soewandi Fauzi Absal Felix K. Nesi Festival Sastra Gresik Fitri Yani Frans Furqon Abdi Fuska Sani Evani Gabriel Garcia Marquez Gandra Gupta Gde Agung Lontar Gerson Poyk Gilang A Aziz Gita Pratama Goenawan Mohamad Grathia Pitaloka Gunawan Budi Susanto Gus TF Sakai H Witdarmono Haderi Idmukha Hadi Napster Hamdy Salad Hamid Jabbar Hardjono WS Hari B Kori’un Haris del Hakim Haris Firdaus Hary B Kori’un Hasan Junus Hasif Amini Hasnan Bachtiar Hasta Indriyana Hazwan Iskandar Jaya Hendra Makmur Hendri Nova Hendri R.H Hendriyo Widi Heri Latief Heri Maja Kelana Herman RN Hermien Y. Kleden Hernadi Tanzil Herry Firyansyah Herry Lamongan Hudan Hidayat Hudan Nur Husen Arifin I Nyoman Suaka I Wayan Artika IBM Dharma Palguna Ibnu Rusydi Ibnu Wahyudi Ida Ahdiah Ida Fitri IDG Windhu Sancaya Idris Pasaribu Ignas Kleden Ilham Q. Moehiddin Ilham Yusardi Imam Muhtarom Imam Nawawi Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Tohari Indiar Manggara Indira Permanasari Indra Intisa Indra Tjahjadi Indra Tjahyadi Indra Tranggono Indrian Koto Irwan J Kurniawan Isbedy Stiawan Z.S. Iskandar Noe Iskandar Norman Iskandar Saputra Ismatillah A. Nu’ad Ismi Wahid Iswadi Pratama Iwan Gunadi Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar Iwank J.J. Ras J.S. Badudu Jafar Fakhrurozi Jamal D. Rahman Janual Aidi Javed Paul Syatha Jay Am Jemie Simatupang JILFest 2008 JJ Rizal Joanito De Saojoao Joko Pinurbo Jual Buku Paket Hemat Jumari HS Junaedi Juniarso Ridwan Jusuf AN Kafiyatun Hasya Karya Lukisan: Andry Deblenk Kasnadi Kedung Darma Romansha Key Khudori Husnan Kiki Dian Sunarwati Kirana Kejora Komunitas Deo Gratias Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER) Korrie Layun Rampan Kris Razianto Mada Krisman Purwoko Kritik Sastra Kurniawan Junaedhie Kuss Indarto Kuswaidi Syafi'ie Kuswinarto L.K. Ara L.N. Idayanie La Ode Balawa Laili Rahmawati Lathifa Akmaliyah Leila S. Chudori Leon Agusta Lina Kelana Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lona Olavia Lucia Idayanie Lukman Asya Lynglieastrid Isabellita M Arman AZ M Raudah Jambak M. Ady M. Arman AZ M. Fadjroel Rachman M. Faizi M. Shoim Anwar M. Taufan Musonip M. Yoesoef M.D. Atmaja M.H. Abid Mahdi Idris Mahmud Jauhari Ali Makmur Dimila Mala M.S Maman S. Mahayana Manneke Budiman Maqhia Nisima Mardi Luhung Mardiyah Chamim Marhalim Zaini Mariana Amiruddin Marjohan Martin Aleida Masdharmadji Mashuri Masuki M. Astro Mathori A. Elwa Media: Crayon on Paper Medy Kurniawan Mega Vristian Melani Budianta Mikael Johani Mila Novita Misbahus Surur Mohamad Fauzi Mohamad Sobary Mohammad Cahya Mohammad Eri Irawan Mohammad Ikhwanuddin Morina Octavia Muhajir Arrosyid Muhammad Rain Muhammad Subarkah Muhammad Yasir Muhammadun A.S Multatuli Munawir Aziz Muntamah Cendani Murparsaulian Musa Ismail Mustafa Ismail N Mursidi Nanang Suryadi Naskah Teater Nelson Alwi Nezar Patria NH Dini Ni Made Purnama Sari Ni Made Purnamasari Ni Putu Destriani Devi Ni’matus Shaumi Nirwan Ahmad Arsuka Nirwan Dewanto Nisa Ayu Amalia Nisa Elvadiani Nita Zakiyah Nitis Sahpeni Noor H. Dee Noorca M Massardi Nova Christina Noval Jubbek Novelet Nur Hayati Nur Wachid Nurani Soyomukti Nurel Javissyarqi Nurhadi BW Nurul Anam Nurul Hidayati Obrolan Oyos Saroso HN Pagelaran Musim Tandur Pamusuk Eneste PDS H.B. Jassin Petak Pambelum Pramoedya Ananta Toer Pranita Dewi Pringadi AS Prosa Proses Kreatif Puisi Puisi Menolak Korupsi Puji Santosa Purnawan Basundoro Purnimasari Puspita Rose PUstaka puJAngga Putra Effendi Putri Kemala Putri Utami Putu Wijaya R. Fadjri R. Sugiarti R. Timur Budi Raja R. Toto Sugiharto R.N. Bayu Aji Rabindranath Tagore Raden Ngabehi Ranggawarsita Radhar Panca Dahana Ragdi F Daye Ragdi F. Daye Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rama Dira J Rama Prabu Ramadhan KH Ratu Selvi Agnesia Raudal Tanjung Banua Reiny Dwinanda Remy Sylado Renosta Resensi Restoe Prawironegoro Restu Ashari Putra Revolusi RF. Dhonna Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Galuh Ridwan Rachid Rifqi Muhammad Riki Dhamparan Putra Riki Utomi Risa Umami Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rofiqi Hasan Rofiuddin Romi Zarman Rukmi Wisnu Wardani Rusdy Nurdiansyah S Yoga S. Jai S. Satya Dharma Sabrank Suparno Sajak Salamet Wahedi Salman Rusydie Anwar Salman Yoga S Samsudin Adlawi Sapardi Djoko Damono Sariful Lazi Saripuddin Lubis Sartika Dian Nuraini Sartika Sari Sasti Gotama Sastra Indonesia Satmoko Budi Santoso Satriani Saut Situmorang Sayuri Yosiana Sayyid Fahmi Alathas Seno Gumira Ajidarma Seno Joko Suyono Sergi Sutanto Shadiqin Sudirman Shiny.ane el’poesya Shourisha Arashi Sides Sudyarto DS Sidik Nugroho Sidik Nugroho Wrekso Wikromo Sigit Susanto Sihar Ramses Simatupang Sita Planasari A Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slamet Widodo Sobirin Zaini Soediro Satoto Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana Sony Prasetyotomo Sonya Helen Sinombor Sosiawan Leak Spectrum Center Press Sreismitha Wungkul Sri Wintala Achmad Suci Ayu Latifah Sugeng Satya Dharma Sugiyanto Suheri Sujatmiko Sulaiman Tripa Sunaryono Basuki Ks Sunlie Thomas Alexander Sunu Wasono Suryanto Sastroatmodjo Susianna Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Sutrisno Budiharto Suwardi Endraswara Syaifuddin Gani Syaiful Irba Tanpaka Syarif Hidayatullah Syarifuddin Arifin Syifa Aulia T.A. Sakti Tajudin Noor Ganie Tammalele Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Tengsoe Tjahjono Tenni Purwanti Tharie Rietha Thayeb Loh Angen Theresia Purbandini Tia Setiadi Tito Sianipar Tjahjono Widarmanto Toko Buku PUstaka puJAngga Tosa Poetra Tri Wahono Trisna Triyanto Triwikromo TS Pinang Udo Z. Karzi Uly Giznawati Umar Fauzi Ballah Umar Kayam Uniawati Unieq Awien Universitas Indonesia UU Hamidy Viddy AD Daery Wahyu Prasetya Wawan Eko Yulianto Wawancara Wayan Sunarta Weli Meinindartato Weni Suryandari Widodo Wijaya Hardiati Wikipedia Wildan Nugraha Willem B Berybe Winarta Adisubrata Wisran Hadi Wowok Hesti Prabowo WS Rendra X.J. Kennedy Y. Thendra BP Yanti Riswara Yanto Le Honzo Yanusa Nugroho Yashinta Difa Yesi Devisa Yesi Devisa Putri Yohanes Sehandi Yona Primadesi Yudhis M. Burhanudin Yurnaldi Yusri Fajar Yusrizal KW Yusuf Assidiq Zahrotun Nafila Zakki Amali Zawawi Se Zuriati