Ahmad Zaini
http://sastra-indonesia.com/
Sore itu suasana di kampung halaman ramai oleh lalu lalang orang yang pergi ke makam. Mereka membawa karangan bunga untuk berziarah, mendoakan para leluhur dan orang tuanya yang sudah meninggal dunia. Di kampung halamanku memang ada tradisi setiap menjelang bulan puasa masyarakat pergi ke makam untuk mendoakan para arwah anggota keluarganya agar mendapatkan rahmat dan ampunan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Di pinggir jalan aku menunggu paman yang akan berangkat ziarah. Dia pulang sebentar untuk mengambil karangan bunga yang akan ditaburkan di atas makam. Menurut cerita para orang tua bahwa bunga yang masih segar kemudian ditaburkan di atas makam itu akan bisa meringankan siksa si mayit. Makanya setiap paman hendak berziarah tak pernah lupa membawa karangan bunga.
“Ayo berangkat!” ajak paman. Kemudian aku disuruh membawa sekarangan bunga yang beraneka macam dengan menyebarkan aroma yang wangi menusuk hidung. “Nanti karangan bunga yang kamu bawa, taburkan di atas kuburan ayahmu!” kata paman. Aku mengiyakan semua yang dia perintahkan. Aku sendiri masih belum paham betul dengan tradisi ziarah seperti itu.
Maklumlah semenjak ayahku meninggal dunia, aku sudah ikut pakde di kota. Sedangkan di kota, apalagi di lingkungan pakde tradisi berziarah sudah mulai sirna. Hanya orang-orang tertentu yang melakukan itu.
Di makam puluhan orang antri masuk ke lokasi makam. Aku melihat sebagian dari mereka melepas sandal. Dalam hatiku bertanya-tanya kenapa mereka melepas sandal? Padahal tanah di pekuburan itu banyak semak belukar dan duri yang membahayakan kakinya. Paman kemudian menggandengku.
Rupanya ia bisa membaca pikiranku. Paman mengatakan bahwa itu dilakukan sebagai tata krama orang yang masih hidup kepada orang yang sudah meninggal dunia. Menurut paman orang yang meninggal dunia itu masih bisa melihat tingkah polah orang yang masih hidup.
Aku melangkah dengan hati-hati takut terkena duri. Setiap batu nisan yang tertulis nama selalu kubaca. Paman serta merta memperingatkan diriku.
“Jangan membaca tulisan yang ada di batu nisan, nanti kamu jadi pelupa, lho!” kata paman memperingatkan diriku. Aku sejenak tertegun memikirkan apa hubungannya membaca tulisan di batu nisan dengan lupa. Namun itu tak kutanyakan kepada paman. Aku diam dan mengiyakan semua kata paman.
“Nah, itu kuburan ayahmu,” kata paman sambil menunjuk ke arah gundukan tanah. Aku melihat batu nisan yang bertuliskan “Rahmat bin Ahmad, Wafat Rabu Legi, 17 Agustus 1990”. Namun aku tak berani membaca tulisan itu. Aku hanya melihatnya karena takut aku nanti jadi pelupa.
Sekarangan bunga yang kubawa kemudian kutaburkan di atas makam ayah. Setelah selesai kemudian paman mengajakku mendoakan arwah ayahku dengan membaca doa-doa. Mulai dari surat Al Ikhlas, An naas, Al falaq, hingga ayat kursi. Setelah itu paman memimpin berdoa dan aku hanya mengamini saja.
Menurut paman bahwa orang yang meninggal dunia itu juga butuh makan. Jika manusia yang masih hidup makannya dengan nasi maka orang yang sudah mati makannya dengan doa. Maka orang yang masih hidup terutama keluarga harus selalu mengirimkan doa kepada ahlinya yang sudah meninggal dunia. Aku diam memperhatikan apa yang disampaikan paman dengan sungguh-sungguh.
Aku dan paman masih berdoa dengan khusu’ di depan makam ayah. Aku teringat semasa ayah masih hidup. Ia begitu tegas dalam membimbing anak-anaknya. Termasuk membimbing aku. Pernah pada suatu hari ketika aku bermain kelereng dengan temanku hingga menjelang maghrib, ayah tiba-tiba datang kemudian menjewer telingaku hingga terasa panas. Itu dilakukan karena saya belum shalat ashar. Waktu itu usiaku delapan tahun. Usia yang wajib bagi orang tua untuk mengajari anaknya shalat. Jika hingga sepuluh tahun kemudian anak tidak mau melaksanakan shalat wajib bagi orang tua untuk menakut-nakuti atau memberi sangksi misalnya dupukul. Tapi memukulnya tidak dengan emosi atau dengan pukulan yang membahayakan.
Tujuannya hanya agar anaknya jera dan mau menjalankan shalat tidak lebih dari itu. Oleh karena itu, saya sangat bangga dengan ayah karena ketegasannya dalam mendidik anak-anaknya.
Tanpa terasa aku sudah duduk di depan makam ayahku selama setengah jam. Matahari sudah hampir tenggelam. Orang-orang yang berziarah juga sudah mulai pulang. Paman kemudian menepuk pundakku mengajakku berdiri dan pulang ke rumahnya. Angin senja berhembus pelan membelai daun-daun kamboja di pekuburan. Bunga kamboja yang putih berseri luruh di atas makam ayah. “Mudah-mudahan dapat meringankan siksa dan dapat mendoakan ayahku agar dosa yang selama ia lakukan semasa hidupanya diampuni oleh Tuhan,” doaku dalam hati saat melihat makam ayahku dipenuhi bunga-bunga yang kutaburkan dan bunga kamboja yang baru jatuh di atasnya.
Sesampai di rumah, aku kemudian menghela napas dengan bersandar di sebuah kursi. Tiba-tiba bibiku berseru dari dalam kamar memerintahkan agar aku mencuci kaki dulu sebelum masuk rumah. Menurut bibi orang yang baru datang dari kuburan itu harus cuci kaki agar tidak ketiban sial dalam hidupnya.
Atau paling tidak kaki kita tidak kotor terkena tanah makam. Karena tanah di makam itu tidak terjamin kesuciannya. Makanya kita juga tidak diperbolehkan melaksanakan shalat di tanah makam. “Iya, Bi,” jawabku kemudian aku menuju ke tempat mandi di depan rumahk. Tak lama kemudian adzan maghrib berkumandang dari mushalla yang berjarak sekitar lima puluh meter dari rumah paman.
Langit semakin kelam kemudian fajar di ufuk barat menjadi hitam. Orang-orang yang usai melaksanakan shalat maghrib kemudian berkerumun di depan rumahnya untuk mencari udara. Padahal menurut ilmu kesehatan angin malam itu tidak baik bagi kesehatan. Tapi apa boleh buat malam itu udara sangat gerah hingga mereka nekat keluar rumah.
“Paman, besok aku kembali ke kota. Besok lusa sudah mulai masuk kerja. Di samping itu mungkin pakde sudah cemas menungguku. Terima kasih atas bimbingan paman yang telah memperkenalkan dan mengajariku berziarah kubur!” kataku kepada paman. “Ya, sama-sama. Itu sudah kewajibanku membimbing dirimu sebagai wakil dari ayahmu yang telah meninggalkan kita lebih dulu. Semoga di dalam kubur ia selalu mendapatkan kebahagiaan dan pertolongan dari Tuhan. Apalagi anak bungsunya mau berziarah mendoakannya,” tutur paman. “Dan jangan lupa menjelang lebaran kamu harus datang lagi ke kampung untuk berziarah ke makam ayahmu. Doakan arwah ayahmu usai melaksanakan shalat lima waktu. Jadilah anak sholeh yang selalu mendoakan orang tuanya yang sudah meninggal,” timpalnya.
Waktu sudah semakin larut. Aku harus segera istirahat untuk menghemat tenaga karena besok pagi aku harus menempuh perjalanan jauh. Aku sudah tak tahan menahan rasa kantuk kemudian aku masuk ke kamar dan dalam sekejap aku terlelap dalam tidur.
Kicau burung dengan udara segar pagi hari sangat enak aku rasakan. Sebantar di halaman rumah paman aku melemaskan otot-otot yang masih kaku. Dari dalam rumah bibi sudah berteriak-teriak memanggilku untuk segera makan pagi. Aku bergegas masuk dan di meja makan sudah siap menu makanan kesukaanku. Aku makan dengan lahap hingga habis lalapnya. Setelah sarapan aku segera mengemasi pakaianku kemudian aku berpamitan kepada bibi dan pamanku.
“Salam kepada pakdemu. Ingatkan jangan lupa kampung halaman,” pesan paman. “Insya Allah akan saya sampaikan. Assalamualaikum!” pamitku seraya melangkah meninggalkan rumah sederhana tapi penuh dengan kedamaian.
Matahari pagi bersinar terang menciptakan bayang-bayang diriku di tengan perjalanan. Kupanggul tas yang berisi pakaian yang kupakai selama di rumah paman. Dalam perjalanan pulang aku berkali-kali berpapasan dengan muda-mudi yang usai jalan-jalan. Mereka menjaga kebugaran tubuhnya untuk menghilangkan rasa kantuk yang menyelimuti dirinya. Padahal banyak di antara mereka masih mendengkur dalam tidur. Maklumlah mereka sudah bangun sejak pukul 3 untuk makan sahur.
Sesampai di tujuan, pakde dan bude sudah menunggu di depan pintu. Mereka mencemaskan diriku yang selama seminggu berpisah dengan mereka. Mereka merangkulku sebagai ungkapan rasa kangen. Aku membiarkan mereka merngkulku karena sudah kuanggap sebagai orang tuaku sendiri.
“Pakde mencemaskan dirimu. Alhamdulillah kau saat ini sudah di rumah. Bagaimana kabar pamanmu di kampung?” tanya pakde. “Syukur, baik-baik saja. Mereka sehat semuanya,” jawabku. “Oh, iya, Ada pesan buat pakde. Kata paman, pakde tidak boleh melupakan kampung halaman,” ceritaku. “Ya, jelas tidak lupa. Masak pakde bisa melupakan mereka. Pakde, kan orang baik, ya,kan?” kata pakde melucu yang disambut tawa oleh bude.
Menurut pakde menjelang lebaran kami serumah akan pulang kampung. Di samping untuk berziarah kubur ke makam orang tua juga untuk bersilaturrahim kepada sanak famili dan juga para tetangga yang sudah ditinggalkan sejak puluhan tahun yang lalu.
1 September 2008
______________________________
*) Ahmad Zaini, Penulis beralamat di Wanar Pucuk Lamongan, beberapa puisi dan cerpennya pernah dimuat di Radar Bojonegoro, Majalah MPA (Depag Jatim), Antologi Puisi Bersama seperti Bulan Merayap (Dewan Kesenian Lamongan,2004), Lanskap Telunjuk (DKL, 2004), Khianat Waktu, Antologi Penyair Jawa Timur (DKL, 2006), Absurditas Rindu (Sastra Nesia Lamongan, 2006), Kidung Rumeksa Praja (Dewan Kesenian Jawa Timur, 2010). Pembina SMA Raudlatul Muta’allimin Babat, Lamongan.
Dijumput dari: http://ahmadzaini7576.blogspot.com/2010/09/ziarah-kubur.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Jumat, 25 November 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Rodhi Murtadho
A. Hana N.S
A. Kohar Ibrahim
A. Qorib Hidayatullah
A. Syauqi Sumbawi
A.S. Laksana
Aa Aonillah
Aan Frimadona Roza
Aba Mardjani
Abd Rahman Mawazi
Abd. Rahman
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Hadi W.M.
Abdul Kadir Ibrahim
Abdul Lathief
Abdul Wahab
Abdullah Alawi
Abonk El ka’bah
Abu Amar Fauzi
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Adhimas Prasetyo
Adi Marsiela
Adi Prasetyo
Aditya Ardi N
Ady Amar
Afrion
Afrizal Malna
Aguk Irawan MN
Agunghima
Agus B. Harianto
Agus Himawan
Agus Noor
Agus R Sarjono
Agus R. Subagyo
Agus S. Riyanto
Agus Sri Danardana
Agus Sulton
Ahda Imran
Ahlul Hukmi
Ahmad Fatoni
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Musthofa Haroen
Ahmad S Rumi
Ahmad Yulden Erwin
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ahsanu Nadia
Aini Aviena Violeta
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Muhaimin Azzet
Akhmad Sahal
Akhmad Sekhu
Akhudiat
Akmal Nasery Basral
Alex R. Nainggolan
Alfian Zainal
Ali Audah
Ali Syamsudin Arsi
Alunk Estohank
Alwi Shahab
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Aming Aminoedhin
Amir Machmud NS
Anam Rahus
Anang Zakaria
Anett Tapai
Anindita S Thayf
Anis Ceha
Anita Dhewy
Anjrah Lelono Broto
Anton Kurniawan
Anwar Noeris
Anwar Siswadi
Aprinus Salam
Ardus M Sawega
Arida Fadrus
Arie MP Tamba
Aries Kurniawan
Arif Firmansyah
Arif Saifudin Yudistira
Arif Zulkifli
Aris Kurniawan
Arman AZ
Arther Panther Olii
Arti Bumi Intaran
Arwan Tuti Artha
Arya Winanda
Asarpin
Asep Sambodja
Asrul Sani
Asrul Sani (1927-2004)
Awalludin GD Mualif
Ayi Jufridar
Ayu Purwaningsih
Azalleaislin
Badaruddin Amir
Bagja Hidayat
Bagus Fallensky
Balada
Bale Aksara
Bambang Kempling
Bandung Mawardi
Beni Setia
Beno Siang Pamungkas
Berita
Berita Duka
Bernando J. Sujibto
Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brillianto
Brunel University London
BS Mardiatmadja
Budhi Setyawan
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budi P. Hatees
Bustan Basir Maras
Catatan
Cerpen
Chamim Kohari
Chrisna Chanis Cara
Cover Buku
Cunong N. Suraja
D. Zawawi Imron
Dad Murniah
Dahono Fitrianto
Dahta Gautama
Damanhuri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Dana Gioia
Danang Harry Wibowo
Danarto
Daniel Paranamesa
Darju Prasetya
Darma Putra
Darman Moenir
Dedy Tri Riyadi
Denny Mizhar
Dessy Wahyuni
Dewi Rina Cahyani
Dewi Sri Utami
Dian Hardiana
Dian Hartati
Diani Savitri Yahyono
Didik Kusbiantoro
Dina Jerphanion
Dina Oktaviani
Djasepudin
Djenar Maesa Ayu
Djoko Pitono
Djoko Saryono
Doddi Ahmad Fauji
Dody Kristianto
Donny Anggoro
Dony P. Herwanto
Dr Junaidi
Dudi Rustandi
Dwi Arjanto
Dwi Cipta
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dwi S. Wibowo
Dwicipta
Edeng Syamsul Ma’arif
Edi AH Iyubenu
Edi Sarjani
Edisi Revolusi dalam Kritik Sastra
Eduardus Karel Dewanto
Edy A Effendi
Efri Ritonga
Efri Yoni Baikoen
Eka Budianta
Eka Kurniawan
Eko Darmoko
Eko Endarmoko
Eko Hendri Saiful
Eko Triono
Eko Tunas
El Sahra Mahendra
Elly Trisnawati
Elnisya Mahendra
Elzam
Emha Ainun Nadjib
Engkos Kosnadi
Esai
Esha Tegar Putra
Etik Widya
Evan Ys
Evi Idawati
Fadmin Prihatin Malau
Fahrudin Nasrulloh
Faidil Akbar
Faiz Manshur
Faradina Izdhihary
Faruk H.T.
Fatah Yasin Noor
Fati Soewandi
Fauzi Absal
Felix K. Nesi
Festival Sastra Gresik
Fitri Yani
Frans
Furqon Abdi
Fuska Sani Evani
Gabriel Garcia Marquez
Gandra Gupta
Gde Agung Lontar
Gerson Poyk
Gilang A Aziz
Gita Pratama
Goenawan Mohamad
Grathia Pitaloka
Gunawan Budi Susanto
Gus TF Sakai
H Witdarmono
Haderi Idmukha
Hadi Napster
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hardjono WS
Hari B Kori’un
Haris del Hakim
Haris Firdaus
Hary B Kori’un
Hasan Junus
Hasif Amini
Hasnan Bachtiar
Hasta Indriyana
Hazwan Iskandar Jaya
Hendra Makmur
Hendri Nova
Hendri R.H
Hendriyo Widi
Heri Latief
Heri Maja Kelana
Herman RN
Hermien Y. Kleden
Hernadi Tanzil
Herry Firyansyah
Herry Lamongan
Hudan Hidayat
Hudan Nur
Husen Arifin
I Nyoman Suaka
I Wayan Artika
IBM Dharma Palguna
Ibnu Rusydi
Ibnu Wahyudi
Ida Ahdiah
Ida Fitri
IDG Windhu Sancaya
Idris Pasaribu
Ignas Kleden
Ilham Q. Moehiddin
Ilham Yusardi
Imam Muhtarom
Imam Nawawi
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Tohari
Indiar Manggara
Indira Permanasari
Indra Intisa
Indra Tjahjadi
Indra Tjahyadi
Indra Tranggono
Indrian Koto
Irwan J Kurniawan
Isbedy Stiawan Z.S.
Iskandar Noe
Iskandar Norman
Iskandar Saputra
Ismatillah A. Nu’ad
Ismi Wahid
Iswadi Pratama
Iwan Gunadi
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
Iwank
J.J. Ras
J.S. Badudu
Jafar Fakhrurozi
Jamal D. Rahman
Janual Aidi
Javed Paul Syatha
Jay Am
Jemie Simatupang
JILFest 2008
JJ Rizal
Joanito De Saojoao
Joko Pinurbo
Jual Buku Paket Hemat
Jumari HS
Junaedi
Juniarso Ridwan
Jusuf AN
Kafiyatun Hasya
Karya Lukisan: Andry Deblenk
Kasnadi
Kedung Darma Romansha
Key
Khudori Husnan
Kiki Dian Sunarwati
Kirana Kejora
Komunitas Deo Gratias
Komunitas Teater Sekolah Kabupaten Gresik (KOTA SEGER)
Korrie Layun Rampan
Kris Razianto Mada
Krisman Purwoko
Kritik Sastra
Kurniawan Junaedhie
Kuss Indarto
Kuswaidi Syafi'ie
Kuswinarto
L.K. Ara
L.N. Idayanie
La Ode Balawa
Laili Rahmawati
Lathifa Akmaliyah
Leila S. Chudori
Leon Agusta
Lina Kelana
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lona Olavia
Lucia Idayanie
Lukman Asya
Lynglieastrid Isabellita
M Arman AZ
M Raudah Jambak
M. Ady
M. Arman AZ
M. Fadjroel Rachman
M. Faizi
M. Shoim Anwar
M. Taufan Musonip
M. Yoesoef
M.D. Atmaja
M.H. Abid
Mahdi Idris
Mahmud Jauhari Ali
Makmur Dimila
Mala M.S
Maman S. Mahayana
Manneke Budiman
Maqhia Nisima
Mardi Luhung
Mardiyah Chamim
Marhalim Zaini
Mariana Amiruddin
Marjohan
Martin Aleida
Masdharmadji
Mashuri
Masuki M. Astro
Mathori A. Elwa
Media: Crayon on Paper
Medy Kurniawan
Mega Vristian
Melani Budianta
Mikael Johani
Mila Novita
Misbahus Surur
Mohamad Fauzi
Mohamad Sobary
Mohammad Cahya
Mohammad Eri Irawan
Mohammad Ikhwanuddin
Morina Octavia
Muhajir Arrosyid
Muhammad Rain
Muhammad Subarkah
Muhammad Yasir
Muhammadun A.S
Multatuli
Munawir Aziz
Muntamah Cendani
Murparsaulian
Musa Ismail
Mustafa Ismail
N Mursidi
Nanang Suryadi
Naskah Teater
Nelson Alwi
Nezar Patria
NH Dini
Ni Made Purnama Sari
Ni Made Purnamasari
Ni Putu Destriani Devi
Ni’matus Shaumi
Nirwan Ahmad Arsuka
Nirwan Dewanto
Nisa Ayu Amalia
Nisa Elvadiani
Nita Zakiyah
Nitis Sahpeni
Noor H. Dee
Noorca M Massardi
Nova Christina
Noval Jubbek
Novelet
Nur Hayati
Nur Wachid
Nurani Soyomukti
Nurel Javissyarqi
Nurhadi BW
Nurul Anam
Nurul Hidayati
Obrolan
Oyos Saroso HN
Pagelaran Musim Tandur
Pamusuk Eneste
PDS H.B. Jassin
Petak Pambelum
Pramoedya Ananta Toer
Pranita Dewi
Pringadi AS
Prosa
Proses Kreatif
Puisi
Puisi Menolak Korupsi
Puji Santosa
Purnawan Basundoro
Purnimasari
Puspita Rose
PUstaka puJAngga
Putra Effendi
Putri Kemala
Putri Utami
Putu Wijaya
R. Fadjri
R. Sugiarti
R. Timur Budi Raja
R. Toto Sugiharto
R.N. Bayu Aji
Rabindranath Tagore
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Radhar Panca Dahana
Ragdi F Daye
Ragdi F. Daye
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rama Dira J
Rama Prabu
Ramadhan KH
Ratu Selvi Agnesia
Raudal Tanjung Banua
Reiny Dwinanda
Remy Sylado
Renosta
Resensi
Restoe Prawironegoro
Restu Ashari Putra
Revolusi
RF. Dhonna
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar Galuh
Ridwan Rachid
Rifqi Muhammad
Riki Dhamparan Putra
Riki Utomi
Risa Umami
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rofiqi Hasan
Rofiuddin
Romi Zarman
Rukmi Wisnu Wardani
Rusdy Nurdiansyah
S Yoga
S. Jai
S. Satya Dharma
Sabrank Suparno
Sajak
Salamet Wahedi
Salman Rusydie Anwar
Salman Yoga S
Samsudin Adlawi
Sapardi Djoko Damono
Sariful Lazi
Saripuddin Lubis
Sartika Dian Nuraini
Sartika Sari
Sasti Gotama
Sastra Indonesia
Satmoko Budi Santoso
Satriani
Saut Situmorang
Sayuri Yosiana
Sayyid Fahmi Alathas
Seno Gumira Ajidarma
Seno Joko Suyono
Sergi Sutanto
Shadiqin Sudirman
Shiny.ane el’poesya
Shourisha Arashi
Sides Sudyarto DS
Sidik Nugroho
Sidik Nugroho Wrekso Wikromo
Sigit Susanto
Sihar Ramses Simatupang
Sita Planasari A
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slamet Widodo
Sobirin Zaini
Soediro Satoto
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
Sony Prasetyotomo
Sonya Helen Sinombor
Sosiawan Leak
Spectrum Center Press
Sreismitha Wungkul
Sri Wintala Achmad
Suci Ayu Latifah
Sugeng Satya Dharma
Sugiyanto
Suheri
Sujatmiko
Sulaiman Tripa
Sunaryono Basuki Ks
Sunlie Thomas Alexander
Sunu Wasono
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Sutrisno Budiharto
Suwardi Endraswara
Syaifuddin Gani
Syaiful Irba Tanpaka
Syarif Hidayatullah
Syarifuddin Arifin
Syifa Aulia
T.A. Sakti
Tajudin Noor Ganie
Tammalele
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Tengsoe Tjahjono
Tenni Purwanti
Tharie Rietha
Thayeb Loh Angen
Theresia Purbandini
Tia Setiadi
Tito Sianipar
Tjahjono Widarmanto
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tosa Poetra
Tri Wahono
Trisna
Triyanto Triwikromo
TS Pinang
Udo Z. Karzi
Uly Giznawati
Umar Fauzi Ballah
Umar Kayam
Uniawati
Unieq Awien
Universitas Indonesia
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Wahyu Prasetya
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Wayan Sunarta
Weli Meinindartato
Weni Suryandari
Widodo
Wijaya Hardiati
Wikipedia
Wildan Nugraha
Willem B Berybe
Winarta Adisubrata
Wisran Hadi
Wowok Hesti Prabowo
WS Rendra
X.J. Kennedy
Y. Thendra BP
Yanti Riswara
Yanto Le Honzo
Yanusa Nugroho
Yashinta Difa
Yesi Devisa
Yesi Devisa Putri
Yohanes Sehandi
Yona Primadesi
Yudhis M. Burhanudin
Yurnaldi
Yusri Fajar
Yusrizal KW
Yusuf Assidiq
Zahrotun Nafila
Zakki Amali
Zawawi Se
Zuriati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar